Follow Us

Tuesday, March 18, 2025

Malas Gerak: Antara Rebahan dan Produktivitas


Hello Sobat! Tidak terasa, kita sudah kembali dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan di tahun 2025 ini. Alhamdulillah, kita masih diberikan umur dan kesehatan untuk melaksanakan puasa, semoga semua ibadah kita lancar sampai hari raya Idul Fitri, ya.

Libur beberapa hari di awal ramadhan lalu, dan saya yakin sebagian dari kalian juga seperti saya—jadi kaum rebahan. Jujur, saya punya keinginan untuk pulang kampung, tapi rasanya tanggung. Nanti baru pulang sebentar eh sudah pulang lagi idul fitri. Membayangkan perjalanan jauh di tengah puasa itu... kok terasa berat ya?


Akhirnya, libur saya habiskan dengan aktivitas yang sudah jadi "default" saya di masa-masa malas: rebahan, main game, nonton YouTube dan Netflix. Sungguh, nikmat rebahan itu kadang tidak ada tandingannya. Apalagi ketika game leveling up dan episode drama yang saya tonton bertambah. Tapi, saya juga sadar, semua itu tak meninggalkan "jejak" apa-apa selain rasa puas sesaat.

Produktif atau Sekadar Menikmati Waktu?

Saya sempat berpikir, kenapa sih kita sering merasa malas gerak? Apalagi di bulan Ramadhan. Badan berat, pikiran mager, dan rasanya lebih nyaman memeluk bantal ketimbang bangkit dan melakukan sesuatu yang lebih "bernilai".

Tapi tetap saja, meski "rebahan", saya masih menyempatkan diri untuk menjalani rutinitas wajib seperti masak dan cuci baju. Hal-hal sederhana yang meski tidak menghasilkan uang, tapi setidaknya ada hasil kasat mata—baju bersih, perut kenyang, rumah yang lumayan rapi. Saya menyebut ini sebagai produktif versi minimalis.


Yang agak berbeda adalah saat saya kembali menulis blog ini. Meskipun tulisan ini hanya berdiam di dunia maya, tidak nyata seperti baju yang bersih atau dapur yang harum karena masakan, tapi tetap saja ada kepuasan tersendiri. Menulis ini membuat saya merasa "bergerak", meski hanya jari-jari di atas keyboard.

Mengapa Kita Sering Malas Gerak?

Fenomena malas gerak ini memang menarik untuk direnungkan. Ada saatnya kita punya rencana besar di kepala. Misalnya, "Jam 3 sore nanti saya ke pasar, belanja buat buka puasa." Tapi saat waktu itu datang, tubuh malah menolak. Rasanya kasur seperti menyedot kita lebih kuat daripada gravitasi bumi.


Padahal, kita tahu jika kita bergerak dan ke pasar, hasilnya jelas—stok makanan untuk beberapa hari ke depan. Tapi ketika rasa malas itu menguasai, kita akhirnya memilih pasrah dengan apa yang ada di dapur.


Mungkin ini soal energi yang menurun saat puasa. Mungkin juga karena gaya hidup digital kita yang membuat rebahan dan scrolling terasa lebih menggoda dibanding harus keluar rumah di bawah terik matahari. Tapi bisa jadi, ini juga sinyal tubuh dan pikiran kita yang lelah dan butuh jeda.

Refleksi di Balik Rebahan

Terkadang, saya merasa bersalah karena terlalu memanjakan diri dalam zona nyaman ini. Tapi di sisi lain, saya juga belajar untuk menerima bahwa kita manusia memang tidak harus selalu produktif 24 jam. Ada masanya untuk slow down, mengisi ulang energi, dan menyadari bahwa rebahan pun, asal tidak berlebihan, bisa menjadi bagian dari self-care.


Namun, jangan sampai malas gerak ini menjadi kebiasaan yang merugikan. Karena kalau semua hanya ditunda, semua hanya dinikmati dalam angan, kita bisa kehilangan banyak peluang dan pengalaman baru di luar sana.

Bagaimana dengan Kamu, Sobat?

Apa kamu juga merasa lebih sering malas gerak di Ramadhan ini? Atau justru punya trik agar tetap semangat bergerak dan produktif meskipun sedang berpuasa?

No comments:

Post a Comment

leave your comment here!