Berikut lanjutan seri blog post sebelumnya ya sobat:
Tentang Luka yang Tak Terlihat Tapi Menganga
Orang mungkin tak melihat air matamu. Mungkin juga mereka tak paham kenapa kamu begitu hancur padahal “dia hanya pergi.” Tapi luka karena ditinggalkan tanpa penjelasan itu berbeda. Ia tak berdarah, namun nyerinya menembus logika. Ia tak tampak, namun mengguncang kepercayaan diri, membuatmu bertanya-tanya: apakah aku tidak cukup pantas untuk diberi kepastian?
Trauma Percakapan yang Tak Pernah Ada
Kini, kamu takut pada jeda. Takut pada keheningan. Setiap pesan yang tak dibalas terasa seperti alarm. Setiap kata yang tak dilanjutkan membuatmu sesak. Kepergiannya mengajarkan kamu takut percaya, takut memberi hati, takut jatuh. Karena di masa lalu, kamu pernah memberi semuanya, tapi dia pergi begitu saja—tanpa penjelasan, tanpa kata, tanpa perpisahan yang layak.
Harusnya, Kau Bisa Bicara
Padahal kamu hanya butuh satu hal: kejujuran. Apapun alasannya, kamu bisa menerimanya, asal dia bicara. Tapi mungkin baginya, berbicara itu sulit. Mungkin, menghilang terasa lebih mudah daripada menghadapi kesedihanmu. Tapi mereka lupa, kepergian diam-diam justru melukai jauh lebih dalam.
Yang Tertinggal Bukan Hanya Kenangan
Yang tertinggal setelah kepergiannya bukan hanya memori, tapi trauma. Kamu belajar menjadi dingin, waspada, dan menjaga jarak. Bukan karena kamu ingin, tapi karena kamu tak ingin terluka lagi oleh kepergian yang tak terucap. Kamu memahat dinding, menutup pintu, dan menahan diri untuk percaya lagi.
Tapi Luka Ini Bukan Akhir Cerita
Waktu berjalan, dan luka mulai perlahan mereda. Kamu belajar melepaskan tanpa harus mendapat jawaban. Kamu mulai memahami, bahwa tidak semua orang mampu menghadapi akhir dengan dewasa. Dan dari situ, kamu tumbuh. Tak lagi mendamba balasan pesan, tak lagi menanti kabar yang tak akan datang.
Hari Itu, Kamu Berdamai
Di satu titik, kamu akan duduk sendiri, memandangi langit sore, dan sadar: kamu telah cukup. Kamu telah berjuang. Kamu telah bertahan. Dan meski dia tak pernah berkata “selamat tinggal,” kamu memilih untuk berkata, “terima kasih telah pergi.” Karena dari kepergiannya, kamu akhirnya belajar mencintai dirimu sendiri bahkan bertemu dengan sosok yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment
leave your comment here!