Rasanya aneh, kan, saat pertama kali kita menemukan helaian rambut putih di kepala sendiri? Ada rasa terkejut, kagum, sekaligus getir. Saya pun merasakan itu ketika menyadari ada tiga helai uban muncul begitu saja di puncak kepala. Seolah alam memberi isyarat, "Waktu berjalan, kamu sedang menuju fase berikutnya dalam hidup."
Saya mengamati uban itu di cermin. Tiga helai, tapi maknanya seperti ribuan kata. Seakan uban itu bukan sekadar perubahan fisik, tapi pengingat bahwa usia memang tak bisa kita pungkiri. Dulu, saya sering berharap agar mewarisi gen ayah saya yang rambutnya masih hitam pekat. Tapi rupanya, garis keturunan ibu lebih kuat. Rambut putih datang lebih cepat dari yang saya bayangkan.
Uban dan Filsafat Waktu
Apa benar uban hanya tanda penuaan? Atau sebenarnya lebih dari itu? Uban bagi saya kini adalah simbol perjalanan. Ia tidak tiba-tiba muncul tanpa sebab. Ia lahir dari malam-malam tanpa tidur, dari kekhawatiran yang disembunyikan rapat-rapat, dari tawa dan air mata yang sudah saya lewati selama ini.
Uban juga mengingatkan saya bahwa waktu tak akan pernah menunggu. Ia terus bergerak maju, meskipun saya kadang merasa masih terjebak di usia yang sama di dalam hati.
Tradisi dan Pandangan Hidup
Di banyak budaya, uban justru dianggap sebagai mahkota kebijaksanaan. Di beberapa masyarakat Timur, rambut putih dipandang sebagai lambang kematangan dan kehormatan. Namun di sisi lain, dunia modern sering kali menekankan pentingnya awet muda, sehingga uban seolah menjadi "musuh" yang harus disembunyikan dengan pewarna atau perawatan tertentu.
Saya sempat mencari tahu. Ternyata, mencabut uban itu makruh, bahkan beberapa ulama ada yang mengharamkannya. Namun, mewarnainya selain hitam diperbolehkan. Di sinilah saya merenung. Apakah uban harus saya sembunyikan demi tampilan yang lebih ‘muda’? Ataukah saya terima saja, sebagai bagian dari proses alamiah yang membawa pesan dari Yang Maha Kuasa?
Pelajaran dari Uban
Tiga helai uban ini menjadi alarm lembut yang mengetuk kesadaran saya. Ia mengingatkan untuk lebih menghargai waktu, lebih bijak dalam menjalani hidup, dan mulai berdamai dengan segala perubahan yang datang—termasuk perubahan yang tak bisa kita tolak seperti menua.
Bukankah hidup adalah soal bagaimana kita belajar menerima hal-hal yang berada di luar kendali kita? Jadi, mungkin ini bukan soal uban semata. Tapi tentang bagaimana kita berdiri di hadapan waktu yang terus bergerak tanpa jeda.
Pertanyaan Untuk Kita Semua
Bagaimana denganmu? Apa pernah ada momen kecil seperti ini—penemuan uban, garis halus di wajah, atau rasa lelah yang lebih cepat datang—yang membuatmu sadar bahwa waktu terus berjalan dan kita tak bisa mengelak darinya?
No comments:
Post a Comment
leave your comment here!