Follow Us

Friday, January 27, 2017

Terlalu Jujur? No!

1/27/2017 02:23:00 PM 7 Comments



Apakah kamu merasa sebagai orang yang jujur? Ya mungkin ga perfect jujurnya tapi paling tidak termasuk cenderung ke jujur.

Pernahkah kamu merasa kalau terlalu jujur itu malah ga baik? Mungkin dari kamu ada yang menjawab, "Loh kenapa?" atau ada juga yang menjawab, "Ya iyalah. Namanya sesuatu itu jangan terlalu. Yang sedang-sedang sajalah."

Well, kenapa saya menulis tema ini. Pastinya karena saya merasa sendiri. Terkadang memang lebih baik jangan terlalu jujur. Bukan berarti ga jujur ya. Tapi yang saya tekankan adalah jangan "terlalu". Kenapa? Karena saya pikir ketika saya percaya dengan seseorang dan jujur berkata apa yang ada dalam pikiran saya, apa yang pernah saya pikirkan, rupanya malah efeknya tidak baik.

Saya jadi merasa memang terkadang ada hal-hal yang cukup saya simpan menjadi rahasia saya sendiri. Tak perlu saya ungkapkan kepada orang lain. Jika ternyata di akhir membawa efek ga baik.

Kalau tahu bakal ga baik sih mana mungkin bakal diceritakan ya. Karena tidak tahu masa depan seperti apa makanya kita mengambil resiko baik perkataan maupun perbuatan yang kita lakukan di masa sekarang.

If I could turn back the time...

Mungkin ada yang bertanya, memang masalah apa sih sampai sebegitunya?

Friendship! Hampir saja hilang satu sahabat karena keterlaluannya saya. Terlalu jujur. Oh God...
*crying

Saya memang suka dengan kejujuran. Dan sahabat saya juga begitu. Jadi kami ini setipe. Tapi tanpa sadar, saya keterlaluan jujur mengungkapkan pemikiran saya tentang dia yang pernah lewat begitu saja. Sebenarnya bagi saya hal tersebut hal normal. Tiap orang pernah punya pemikiran buruk kan? Presumably.

Tapi bagi dia, ternyata bukan hal normal melainkan weird thing. Sumpah saya ga pernah kepikiran sejauh itu. Ga pernah kepikiran kalau pemikiran saya itu weird. Dan kalau begitu, saya juga weird donk sebagai personal? I feel bad about myself.

Dari situ, dia menyimpulkan bahwa saya tidak pernah bisa percaya padanya. Padahal seingat saya tak pernah ada sekalipun kalimat saya yang menyatakan persis saya tak pernah bisa percaya ataupun sekedar mengindikasikan seperti itu. Saya tantang dia membuktikan, dia pun ga bisa.

Dan berakhir pada kesimpulan dia ingin mundur dari persahabatan. Saat itu saya belum terima. We end our friendship like this? Why? Setelah beberapa adu argumen, well, kami tetap lanjut berteman. Dia minta jangan membahas hal yang sensitif seperti itu lagi.

Ok, untuk sementara ini saya iyakan. Tapi sepanjang hari ini saya terus berpikir apakah memang lebih baik untuk diakhiri saja. Bukan dia yang pergi, tapi saya yang pergi.

Sudah terlintas dua skenario kalimat yang ingin saya sampaikan ke dia. Oh God...

Jika saya berpikir bahwa segala sesuatu terjadi atas seijin-Mu, rasa-rasanya hmm... ga bisa ngomong apa-apa... Ngerasa bangetlah bahwa ada yang mengatur hidup saya. Siapa yang menggerakkan saya mengungkapkan pemikiran saya kalau bukan Engkau?

Tentu perselisihan ini terjadi atas seijin-Mu. Tak pernah terlintas sedikitpun bakal terjadi karena sebelumnya kami baik-baik saja. Pernah sekali kami berselisih adu argumen but then i was the one who apologized. Sempat terasa aneh saat mau komunikasi lagi tapi kemudian dia yang lebih dulu menyapa. Lalu kami kembali akrab.

Sebagai orang yang jarang sekali terlibat konflik, hal-hal seperti ini sangatlah mengganggu kehidupan pribadi saya. Terutama pikiran. Kerjaan? Ya, ikut terganggu juga jadi ga konsentrasi. 

Memang sepenting itu? Iya buat saya. Orang lain mungkin berbeda.

Cukuplah membuat banjir air mata. Hehehe. Sehingga saya pun terpikir kalau saya terlalu sensitif saking mudah menangis. Meski ada yang bilang bahwa mudah menangis adalah pertanda memiliki hati yang lembut. Hati yang lembut akan mudah menerima kebenaran dibanding hati yang kaku, keras, sulit menerima kebenaran.

Entah ya, saya merasa kehilangan dia itu rasanya lebih menyedihkan ketimbang saat ada someone yang pursued then he vanished into thin air. :)

Ok, sekian cuap-cuap hari ini. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik.



Note: For you in this story, I know you would never read this. But this is my sincere feeling about our friendship. Hope you find this post one day.