Follow Us

Monday, April 11, 2011

Menjemput Jodoh

4/11/2011 09:38:00 AM 11 Comments



06032011
Kali ini saya menulis berbau jodoh. Tumben! Haha Seperti biasa, diilhami kisah-kisah yang terjadi di sekitar saya, maka jadilah tulisan ini.


Kisah 1 : A

Selepas kuliah di Jawa Timur, A merantau ke Kota Bengkulu dan tinggal bersama kakaknya yang sudah lebih dulu menetap di situ. Sembari bekerja, A pun menanti sang pangerannya datang menjemput. Tapi apa di kata, ternyata itu sia-sia. Lalu A mendapat tawaran kerja di kabupaten Mukomuko (Bengkulu) untuk mengajar matematika di sekolah sekaligus pesantren. A pun mengiyakan lalu terbanglah ke Mukomuko.


Di sana, A sudah tidak memikirkan tentang soulmate-nya lagi. Kerja ya kerja. Itu saja. Apalagi mengingat para pengajar di sana jauh lebih muda dari padanya. Maka itu, tak terlintas sama sekali dalam pikirannya untuk menikah dengan salah satu dari mereka. Zero expectation. Lalu siapa yang sangka kalau ternyata salah satu dari mereka kini adalah soulmate-nya? Itulah misteri ilahi. :D


Kisah 2 : B

Barang siapa melanjutkan studi di sekolah kedinasan, maka ia harus siap ditempatkan kerja di mana saja di seluruh wilayah Indonesia begitu usai masa studi. Begitulah yang terjadi pada salah seorang rekan saya. Ditempatkan di Manado sama sekali bukanlah pilihannya. Maka berderai-derai air mata pun jatuh membasahi pipinya ketika pengumuman penempatan. Ya, tapi siapa yang sangka kalau ternyata air mata itu kini berubah jadi tawa bahagia. Karena ternyata di sanalah ia temukan soulmate-nya.


Kisah 3 : C

Berangkat dari Jogja ke Kota Bengkulu lalu menjadi kepala cabang sebuah bimbingan belajar dan meninggalkan seorang tunangan di Pulau Jawa sepertinya memang sudah menjadi pilihannya. Lalu apa dikata tatkala sang tunangan pun tak bersedia ikut bersamanya ke pulau Sumatera jikalau menikah nantinya? Maka berakhirlah hubungan mereka. Kini C sudah menemukan soulmatenya di Bengkulu. Lalu bagaimana dengan mantan tunangannya? Ternyata sang mantan pun sudah menemukan soulmate-nya. Dan menariknya, bersama suaminya ia tinggal di Sumatera Selatan. Padahal dulu sang mantan bersikukuh tak mau ke pulau Sumatera kan? Ya, itulah jodoh! :D


Kisah 4 : D

Meski sudah 1 tahun kuliah di salah satu universitas lokal, tapi D masih mencoba masuk salah satu sekolah kedinasan di Jakarta. Dan diterima! Begitu lulus kuliah, D menikah dengan teman seangkatan di sekolah dinas tersebut. Yah, memang soulmate-nya ada di sekolah kedinasan itu kan ya berarti? :D


Sebenarnya masih ada banyak kisah lainnya. Pada intinya, selalu ada arti tersendiri kenapa seseorang bisa ada di sini, di sana, dsb. Meski hikmah yang bisa dipetik tidak selalu berarti "karena jodohmu ada di situ maka kamu ada di situ", melainkan bisa juga karena sesuatu hal yang lain. Maka Allah yang lebih tahu mana yang terbaik buat hambaNya. Apa yang terbaik menurut manusia belum tentu terbaik menurut Allah kan? Tetap berprasangka baik saja pada Allah. :D

Monday, March 7, 2011

Menjemput Kematian

3/07/2011 11:24:00 AM 0 Comments




05032011


"Setiap yang bernyawa pasti akan mati."

Pasti kalimat di atas sangatlah tidak asing lagi. Ya! Tidak ada yang abadi di dunia ini. Kematian pasti akan menjemput setiap diri kita. Tak ada yang tau kapan waktunya, di mana dan bagaimana kejadiannya. Dan tanpa disadari bahwa dalam setiap hitungan detik ke depan, setiap diri kita maju menjemput kematian.

Semakin bertambahnya usia maka itu berarti bahwa jatah hidup kita semakin berkurang. Apakah kita sudah siap meninggalkan dunia ini? Bekal apa yang telah kita punya? Lalu bagaimana seandainya kita sendiri yang ditinggalkan lebih dulu oleh orang yang kita sayang, siapkah kita? Renungkanlah....

"Kematian tak akan menunggu sampai kau siap!"

Kenapa saya membahas tema kematian ini, tak lain karena saya baru saja melihat kejadian di depan mata saya. Saya menyaksikan seseorang menangis tersedu-sedu. Dan itu sungguh memilukan hati saya.

Betapa tidak? Ya! Pikiran saya langsung menerawang jauh bagaimana seandainya itu terjadi pada saya. Bagaimana seandainya saya ditinggalkan oleh orang tersayang saya, ibu saya atau bapak saya.

Sementara saya berada jauh di sini. Tak cukup satu hari perjalanan untuk sampai ke rumah orang tua saya di Lampung jika ditempuh jalan darat. Untungnya sekarang sudah ada bandara di kabupaten tempat saya kerja. Tapi tetap saja masih ribet. Kenapa? Dari kabupaten, berarti saya harus naik pesawat ke Kota Bengkulu. Dari Kota Bengkulu lanjut ke Jakarta lalu ke Lampung. Dan setelah itu saya masih menempuh jalan darat lagi sekitar satu setengah jam untuk sampai ke rumah.

Hal itu menjadi ketakutan tersendiri bagi saya setiap kali bayangan itu menyelinap dalam pikiran saya. Ini bukan pertama kalinya saya merasa demikian. Setiap kali saya mendengar berita kematian yang menimpa orang-orang di sekitar saya, bayangan itu selalu saja hinggap dengan cepat.

Lalu saya ingin merealisasikan rencana saya pulang dengan segera. Saya ingin melihat orangtua saya. Jika saya tunda, saya tidak ingin saya menyesal di kemudian hari jika terjadi sesuatu. Itu saja! Jadi, setiap ada kesempatan, sebisa mungkin saya harus pulang. Meski saya tahu benar bahwa kesempatan itu sangat langka. Apalagi mengingat perjalanan yang makan waktu lama pula.

Sejujurnya saya sangat iri dengan teman-teman yang bisa tinggal dengan orangtuanya ketika masa kerja seperti ini. Beruntung sekali mereka. Ya meskipun tidak serumah dengan orangtua, paling tidak masih bisa pulang sekali dalam seminggu saja itu pun sudah sangat berarti menurut saya.