Halo Sobat! Berikut ini adalah seri lanjutan dari seri sebelumnya. Untuk seri kedua ini saya ambil tema Menjadi Diri Sendiri Dalam Dunia yang Menuntut Kesempurnaan. Jadi, selama beberapa hari ke depan saya akan posting berseri sebanyak 20 judul dengan tema ini. Semoga membawa manfaat untuk kamu semua pembaca blog saya.
Episode 5: Berdamai dengan Cacat – Merangkul Bagian Diri yang Kita Tutupi
“There is a crack in everything, that’s how the light gets in.” – Leonard Cohen
Kita semua punya bagian yang ingin disembunyikan. Luka masa lalu, kekurangan fisik, ketidaksempurnaan dalam karakter, atau keputusan keliru yang membuat kita menunduk saat mengingatnya.
Cacat-cacat ini seperti noda pada kanvas hidup yang kita coba tutupi—dengan senyum, dengan pencapaian, dengan kebisingan sosial.
Tapi bagaimana kalau ternyata justru dari situlah cahaya masuk?
Mengapa Kita Takut Pada Cacat Kita?
Karena sejak kecil, kita diajari bahwa nilai datang dari kesempurnaan. Nilai bagus, tubuh ideal, sikap baik, prestasi gemilang. Segala sesuatu yang “tidak sesuai standar” dianggap sebagai aib, bukan bagian dari proses tumbuh.
Padahal, tidak ada manusia yang benar-benar sempurna. Yang ada hanyalah manusia yang pintar menyembunyikan kekurangannya.
Namun, menyembunyikan itu melelahkan. Dan semakin kita menutup-nutupi, semakin kita kehilangan koneksi dengan diri sendiri dan orang lain.
Mengapa Merangkul Cacat Justru Menyembuhkan?
Karena saat kita menerima bahwa kita tidak sempurna, kita berhenti berpura-pura.
Kita bisa berkata:
- “Aku pernah gagal, tapi aku belajar.”
- “Tubuhku tidak sesuai standar, tapi tubuh ini menemaniku melewati banyak hal.”
- “Aku kadang terlalu sensitif, tapi itu juga yang membuatku peka pada orang lain.”
Cacat bukan kelemahan. Ia adalah pintu menuju kedalaman.
Cerita Luka yang Menjadi Cahaya
Bayangkan seseorang dengan bekas luka bakar di wajahnya. Ia bisa memilih untuk mengurung diri, atau ia bisa berdiri di atas panggung dan berkata, “Luka ini bagian dari siapa aku sekarang. Aku hidup, dan aku terus berjalan.”
Kita cenderung terhubung lebih kuat dengan cerita yang jujur, bukan yang sempurna. Ketulusan menarik, karena itu manusiawi.
Latihan Menerima Diri:
-
Tuliskan tiga hal yang kamu anggap “cacat” dalam dirimu.
Misalnya: mudah cemas, punya bekas jerawat, atau tidak bisa bersosialisasi dengan luwes. -
Lalu tuliskan satu hal baik yang muncul dari situ.
Contoh: karena mudah cemas, aku belajar merawat diri lebih hati-hati. -
Tanyakan ke dirimu: Jika ini dimiliki oleh orang yang kamu sayangi, apakah kamu akan membencinya?
Jika tidak, maka kamu juga tidak perlu membenci milikmu sendiri.
Refleksi Hari Ini:
Cacat bukan untuk ditutupi. Cacat adalah bagian dari kisah.
Dan setiap kisah berhak untuk disuarakan.
“Aku mungkin tidak sempurna, tapi aku utuh. Dengan luka, dengan retak, dengan cinta yang tetap ada meski dalam diam.”
Selanjutnya di Episode 6: Ekspektasi Tak Kasat Mata – Menyadari Tekanan yang Tak Kita Sadari.
Kita akan membahas bagaimana ekspektasi yang tidak diucapkan bisa begitu menekan—baik dari keluarga, budaya, hingga media sosial.
Sampai jumpa di posting berikutnya!
#802
#Menuju 1000 posting
No comments:
Post a Comment
leave your comment here!