Sambungan kisah saya yang sebelumnya sudah saya posting. Tapi baru sekarang sempat posting. Tak mengapalah yang penting tetap berbagi dengan kamu semua. Jadi, beberapa posting ke depan adalah lanjutan kisah perjalanan saya ke Jepang ya. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik.
Cerita sebelumnya: Winter in Tokyo (1) : Persiapan
1. Kyoto
Ke Kyoto ini sebenarnya di luar agenda rombongan. Jadi, saya dan sobat saya merencanakan untuk jalan-jalan ke luar Tokyo begitu tiba di sana. Awalnya banyak yang kami rencanakan. Tapi karena waktu tidak memungkinkan, akhirnya kami hanya ke Kyoto. Sampai di Kyoto pun sudah mulai gelap jadi kami hanya berjalan-jalan di sekitaran stasiun. Tak apalah yang penting sudah sampai di Kyoto dan bisa melihat Kyoto secara langsung. :)
Jadi begitu kami bisa nitip barang di Hotel MyStays Asakusa Tokyo, kami langsung memutuskan pergi ke Kyoto. Kami berjalan kaki menyusuri salah satu jembatan yang menyebrangi Sumida River (sungai ini sering banget nongol di drama Jepang) menuju stasiun kereta api terdekat. Tapi sebelumnya mampir dulu ke 7 Eleven beli minuman mineral (1 botol ukuran Aqua 600 ml seharga 10.000 rupiah dan juga onigiri buat dimakan di kereta).
Tiba di stasiun, kami memutuskan menaiki shinkansen supaya cepat sampai. Biaya shinkansen ini terbilang sangat mahal tapi memang terbayar waktu tempuhnya jadi lebih cepat dibanding yang lain. Dua setengah jam sampai. Sekali jalan saja biayanya 13.000 Yen dari Tokyo ke Kyoto. Kalau di-rupiahkan sekitar Rp. 1.300.000 jika 1 Yen = Rp.100 (kalau kurs waktu itu 1 Yen = Rp. 107). Terbayanglah berapa kocek yang harus kami rogoh untuk bisa PP Tokyo-Kyoto dengan shinkansen.
Tiba di stasiun, kami memutuskan menaiki shinkansen supaya cepat sampai. Biaya shinkansen ini terbilang sangat mahal tapi memang terbayar waktu tempuhnya jadi lebih cepat dibanding yang lain. Dua setengah jam sampai. Sekali jalan saja biayanya 13.000 Yen dari Tokyo ke Kyoto. Kalau di-rupiahkan sekitar Rp. 1.300.000 jika 1 Yen = Rp.100 (kalau kurs waktu itu 1 Yen = Rp. 107). Terbayanglah berapa kocek yang harus kami rogoh untuk bisa PP Tokyo-Kyoto dengan shinkansen.
Yang lucu ketika naik shinkansen adalah kami memilih tiket unreserved ya alias tidak booking kursi. Baru tahu nih ternyata di sana ada dua macam tiket shinkansen yaitu reserved (booking kursi) dan unreserved (tidak booking kursi). Pastinya tiket unreserved lebih murah donk ya. Lumayanlah berhemat sekian Yen buat kami yang lagi melancong. Hehe.
Awalnya kami masuk-masuk saja ke gerbong enam dan begitu melihat kursi kosong kami duduki. Toh banyak kursi kosong. Begitu sedang asik-asiknya mengunyah makanan karena lapar belum makan sejak sampai dari Airport, eh tiba-tiba ada yang menggusur kami. Oke, kami pindah ke kursi lain. Tidak begitu lama kami duduk, eh ada lagi yang menggusur kami. Akhirnya kami berdiri dan pindah lagi ke kursi lain. Begitu sampai beberapa kali jadi malu sendiri. Dan akhirnya berdiri.
Sampai di Kyoto, saya baru sadar ternyata sarung tangan saya hilang satu yang sebelah kanan. Di shinkansen sepertinya. Mungkin saat pindah-pindah tempat duduk tak sadar terjatuh. Karena memang saya kantongi itu sarung tangan sebelah.
Di Kyoto kami cuma jalan-jalan di sekitaran stasiun. Sekedar mengambil foto. Kenang-kenangan. Hehe. Duduk-duduk sebentar di pinggiran jalan. Lalu jalan melihat oleh-oleh. Di sini saya beli gantungan kunci, magnet kulkas, keramik kecil untuk pajangan serta titipan anak bos saya, samurai. Sobat saya menyarankan beli sarung tangan sih tapi saya tidak beli. Padahal sih ada yang menarik. Tapi entahlah saya putuskan tidak jadi beli. Padahal lagi nih, cuacanya dingin. Jadilah saya masukkan tangan kanan ke saku jaket saja. Hehe.
Mengingat waktu tempuh ke Tokyo lumayan lama, dan hotel tutup jam 10 malam, lewat jam tersebut harus buka sendiri pakai kode (lupa catat kode). Jadilah kami segera mengejar kereta pulang. Dan benar saja saat kami sampai di hotel, sudah tutup.
Rencana awal pengen mencoba pakai yukata dan foto di Kyoto belum kesampaian. Ya Allah, semoga bisa ke sana lagi mewujudkan mimpi yang tertunda. Aamiin. :)
Awalnya kami masuk-masuk saja ke gerbong enam dan begitu melihat kursi kosong kami duduki. Toh banyak kursi kosong. Begitu sedang asik-asiknya mengunyah makanan karena lapar belum makan sejak sampai dari Airport, eh tiba-tiba ada yang menggusur kami. Oke, kami pindah ke kursi lain. Tidak begitu lama kami duduk, eh ada lagi yang menggusur kami. Akhirnya kami berdiri dan pindah lagi ke kursi lain. Begitu sampai beberapa kali jadi malu sendiri. Dan akhirnya berdiri.
Sampai di Kyoto, saya baru sadar ternyata sarung tangan saya hilang satu yang sebelah kanan. Di shinkansen sepertinya. Mungkin saat pindah-pindah tempat duduk tak sadar terjatuh. Karena memang saya kantongi itu sarung tangan sebelah.
Di Kyoto kami cuma jalan-jalan di sekitaran stasiun. Sekedar mengambil foto. Kenang-kenangan. Hehe. Duduk-duduk sebentar di pinggiran jalan. Lalu jalan melihat oleh-oleh. Di sini saya beli gantungan kunci, magnet kulkas, keramik kecil untuk pajangan serta titipan anak bos saya, samurai. Sobat saya menyarankan beli sarung tangan sih tapi saya tidak beli. Padahal sih ada yang menarik. Tapi entahlah saya putuskan tidak jadi beli. Padahal lagi nih, cuacanya dingin. Jadilah saya masukkan tangan kanan ke saku jaket saja. Hehe.
Mengingat waktu tempuh ke Tokyo lumayan lama, dan hotel tutup jam 10 malam, lewat jam tersebut harus buka sendiri pakai kode (lupa catat kode). Jadilah kami segera mengejar kereta pulang. Dan benar saja saat kami sampai di hotel, sudah tutup.
Rencana awal pengen mencoba pakai yukata dan foto di Kyoto belum kesampaian. Ya Allah, semoga bisa ke sana lagi mewujudkan mimpi yang tertunda. Aamiin. :)
Saat mau kembali ke Tokyo numpang foto dulu meski muka kusut kucel dan kaki pegal tidak ketulungan. Plus numpang eksis pakai syal hitam rajutan sendiri hehehe 😊 |
No comments:
Post a Comment
leave your comment here!