Postingan ke-1000: Sebuah Titik, Bukan Akhir
Terkadang, aku lupa bagaimana semuanya dimulai.
Di suatu malam tahun 2007, dengan koneksi lambat di warung internet, aku menulis satu paragraf. Satu kalimat, lalu kalimat lainnya. Tak pernah kukira, belasan tahun kemudian, akan ada 999 cerita yang mengikutinya.
Blog ini bukan tempat untuk menjadi siapa-siapa. Ia lahir dari keinginan untuk berbicara tanpa banyak suara. Untuk bercerita tanpa harus tampil. Untuk menulis tanpa perlu dikenal. Dan nyatanya, justru dari ketidaktahuan itu, cerita-cerita ini menemukan pembacanya sendiri.
Tanpa promosi. Tanpa sorak. Tanpa panggung.
Hanya lewat mesin pencari yang membawa kalian kemari—entah karena kata kunci yang tak sengaja kalian ketik, atau mungkin karena semesta tahu kalian butuh membaca sesuatu.
Hari ini, aku menulis postingan ke-1000. Rasanya seperti menulis di sebuah dinding kosong, tapi entah mengapa aku tahu kalian masih di sana. Membaca. Diam-diam, tapi hadir.
Untuk kalian yang sudah mengikuti sejak lama—terima kasih. Untuk kalian yang baru tiba—selamat datang. Untuk kalian yang tak sengaja tersesat di sini—mungkin memang harus begitu.
Tak ada perayaan besar. Tak ada foto. Hanya tulisan ini.
Sebuah titik, tapi bukan akhir.
Waktu itu, aku tidak punya niat muluk. Tidak berpikir akan punya pembaca, apalagi mencapai angka seperti ini. Aku hanya ingin menulis. Menyimpan sesuatu. Mencatat fragmen perasaan dan pikiran yang terus berdesakan di kepala.
Tulisan-tulisan awalku sangat sederhana—kadang hanya beberapa paragraf pendek, kadang curahan hati yang tidak tentu arah. Aku menulis untuk diriku sendiri. Bukan untuk popularitas. Bukan untuk validasi. Hanya untuk melepaskan sesuatu yang sulit dijelaskan dengan suara.
Lalu waktu berjalan. Satu demi satu tulisan terbit, tanpa strategi, tanpa target SEO, bahkan tanpa tahu apakah ada yang membaca. Aku hanya terus menulis. Dalam sunyi. Dalam diam. Hingga pada suatu titik, aku mulai sadar bahwa ada jejak-jejak kaki samar yang datang dan pergi.
Mereka datang dari Google—mencari sesuatu yang tak sengaja kutulis.
Dan sejak saat itu, aku tidak pernah benar-benar sendiri.
Blog ini tumbuh bersamaku.
Tahun-tahun berganti, hidupku berubah, cara pandangku berubah, dan gaya tulisku pun ikut berubah. Dulu aku menulis dengan alay, sekarang kadang lebih lugas. Dulu aku suka menyembunyikan maksud, sekarang aku belajar untuk lebih jujur. Tapi satu hal yang tidak pernah berubah adalah niatku menulis: aku ingin terus menghadirkan cerita—baik yang nyata maupun fiktif—yang mungkin bisa menyentuh seseorang di luar sana.
Lambat laun, satu genre mulai menonjol di blog ini: review novel dewasa romantis.
Bukan semata karena kontennya yang memang asyik, tapi karena di sanalah aku merasa bebas mengeluarkan apa yang ada di otakku. Menyampaikan sisi gelap, rapuh, dan kadang keliru dari manusia dalam sebuah review, tanpa harus menjelaskan atau membenarkan. Aku tidak pernah menyangka bahwa justru tulisan-tulisan itulah yang paling banyak dikunjungi, paling sering dibaca ulang, dan paling lama bertahan di hasil pencarian.
Aku tidak pernah mempromosikan blog ini. Tidak pernah share di media sosial. Tidak pernah menyebutkannya di dunia nyata. Semuanya berjalan karena satu hal: tulisan itu sendiri.
Dan hari ini, setelah 17 tahun berjalan, aku menulis postingan ke-1000.
Aku masih menulis dengan blog yang sama. Masih di Blogspot. Masih tanpa sorotan. Tapi aku tahu, tulisan-tulisanku sudah menemani banyak orang—dalam senyap, dalam malam yang hening, dalam momen-momen paling pribadi.
Aku ingin bilang: terima kasih.
Untuk kalian yang diam-diam membaca. Yang tersesat lalu betah. Yang mengutip diam-diam. Yang mungkin tidak pernah meninggalkan komentar, tapi selalu kembali. Terima kasih.
Aku tidak tahu sampai kapan blog ini akan terus berjalan. Tapi hari ini, aku tahu satu hal: menulis telah menjadi bagian dari hidupku. Bukan sekadar aktivitas, tapi cara untuk memahami diri sendiri dan dunia di sekitarku.
1000 tulisan bukan akhir. Hanya sebuah titik. Titik yang menjadi jembatan menuju tulisan berikutnya.
Karena selama masih ada satu hal yang belum terucap, blog ini akan tetap hidup.
Kata yang Bertahan
Aku tidak menulis novel. Aku tidak pernah merasa sebagai seorang “penulis besar”. Aku hanya menulis apa yang aku lihat, aku dengar, aku rasakan. Aku bercerita tentang hari yang biasa, tentang drama yang mengganggu pikiran, tentang novel yang meninggalkan bekas, tentang lagu yang entah kenapa terasa seperti sedang bicara langsung padaku.
Blog ini tumbuh tanpa peta. Tidak ada branding. Tidak ada promosi. Hanya posting demi posting. Satu per satu. Bertahun-tahun.
Dan ternyata, ada yang datang.
Ada yang membaca.
Ada yang kembali.
Postingan demi postingan, aku melihat angka-angka itu naik perlahan. 10 views. 30. 100. Bahkan tanpa aku tahu siapa mereka, dari mana asalnya, atau kenapa mereka membaca. Hanya lewat jejak Google, lewat kata kunci tak terduga, mereka tiba di sini—dan beberapa dari mereka tinggal.
Aku tidak pernah menyangka review-review ringan tentang novel, lagu, buku, atau film bisa menarik begitu banyak perhatian. Tidak pernah menyangka bahwa cerita keseharian yang menurutku biasa saja ternyata bisa terasa dekat bagi orang lain.
Mungkin karena aku tidak pernah berusaha menjadi “influencer”.
Aku hanya ingin menjadi manusia.
Blog ini bukan tempat untuk pamer. Ia rumah.
Tempat aku bisa menulis tanpa khawatir harus sempurna. Tempat aku bisa bercerita tanpa harus menjelaskan segalanya. Tempat aku menyimpan sebagian dari hidup—dan ternyata, hidup yang kecil itu tidak seremeh yang aku kira.
Hari ini, aku menulis postingan ke-1000. Bukan akhir. Tapi titik kecil yang menandai perjalanan panjang yang tidak pernah kurencanakan.
Dari 2007 hingga kini.
Dari satu paragraf iseng sampai lebih dari 1,5 juta kunjungan.
Dari tulisan tanpa niat, sampai ada yang diam-diam menunggu postingan baru.
Untuk kalian yang membaca, sekali lagi aku ingin bilang: terima kasih.
Terima kasih sudah hadir.
Sudah membaca.
Sudah ikut diam-diam menumbuhkan blog ini, tanpa aku tahu siapa kalian.
Blog ini akan terus hidup, selama aku masih punya rasa ingin bercerita.
Karena menulis, ternyata, adalah cara terbaikku untuk tidak hilang.
— Reana


No comments:
Post a Comment
leave your comment here!