Berikut adalah blog post lanjutan seri kontemplasi untuk topik ketiga Tentang Waktu & Perjalanan Hidup:
Mengapa Kita Sibuk Mengejar Masa Depan yang Belum Tentu Ada?
“Life is what happens when you're busy making other plans.” — John Lennon
Kita berlari, bekerja, merancang target, memimpikan esok. Tapi pernahkah kita bertanya: apakah esok itu benar-benar milik kita?
1. Masa depan adalah ruang yang belum tercipta, tapi menguasai begitu banyak ruang di kepala kita.
Setiap hari, kita ditarik oleh janji-janji masa depan: karier, pernikahan, rumah impian, kebebasan finansial. Kita rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan kesehatan untuk sesuatu yang belum tentu akan kita alami. Kenapa?
2. Salah satu jawabannya adalah harapan.
Manusia butuh harapan untuk bertahan hidup. Masa depan, dengan segala kemungkinan indahnya, memberi kita alasan untuk bangun dari tempat tidur setiap pagi. Highlight: Masa depan menjadi tempat kita menyimpan mimpi yang tidak muat di masa kini.
3. Namun, obsesi terhadap masa depan bisa menjadi jebakan.
Ketika seluruh hidup hanya berisi perencanaan, kita kehilangan kemampuan untuk menikmati saat ini. Kita menunda kebahagiaan dengan dalih “nanti”. Padahal, nanti belum tentu datang.
4. Kita diajarkan sejak kecil untuk selalu memikirkan esok.
“Belajar yang rajin biar sukses di masa depan.” “Kerja keras dulu, nikmati kemudian.” Pesan-pesan ini menanamkan pola pikir bahwa hidup layak hanya akan terjadi nanti, bukan sekarang.
5. Tapi hidup sejatinya adalah hari ini.
Kita tidak hidup di masa lalu atau masa depan, kita hidup di detik ini—saat napas masuk dan keluar. Highlight: Jika kita terlalu fokus pada apa yang belum datang, kita bisa melewatkan keindahan yang sedang berlangsung.
6. Mengejar masa depan yang belum tentu ada juga berakar dari rasa takut.
Takut miskin. Takut gagal. Takut tertinggal. Rasa takut ini membuat kita berlari tanpa henti, padahal garis akhirnya pun belum jelas.
7. Ironisnya, semakin kita mengejar masa depan, semakin kita merasa tertinggal.
Setiap pencapaian dibarengi dengan target baru. Tidak ada titik puas. Kita jadi seperti pelari di treadmill—terus bergerak, tapi tidak ke mana-mana secara batin.
8. Apakah berarti kita tidak boleh punya rencana? Tentu tidak.
Merencanakan masa depan penting, tapi jangan sampai ia mencuri kedamaian hari ini. Hidup sehat hari ini lebih berharga daripada mengejar uang untuk nanti dirawat di rumah sakit.
9. Mari renungkan ini: jika hari ini adalah hari terakhir kita, apa yang akan kita sesali?
Apakah karena belum punya rumah sendiri, atau karena kita terlalu sibuk bekerja hingga lupa mencium kening orang yang kita sayang?
10. Kebahagiaan tidak harus menunggu masa depan.
Mungkin ia ada dalam tawa anak-anak, senyum pasangan, hangatnya kopi pagi, atau waktu tenang bersama diri sendiri. Hal-hal kecil inilah yang membentuk hidup yang sebenarnya.
11. Kita memang tidak tahu apa yang akan terjadi esok, tapi kita bisa memilih bagaimana menjalani hari ini.
Highlight: Jangan biarkan bayang-bayang masa depan mencuri cahaya dari saat ini. Karena setiap momen yang kita lewatkan dengan penuh kesadaran—itulah kehidupan yang sesungguhnya.
12. Jadi, mengapa kita sibuk mengejar masa depan yang belum tentu ada? Mungkin karena kita lupa bahwa masa depan dibangun dari detik ini, bukan dari angan-angan kosong.
“Jika hidup adalah perjalanan, maka hari inilah langkah yang paling nyata.”
Pertanyaan penutup: Apa yang bisa kamu lakukan hari ini agar tidak hanya hidup untuk esok, tapi juga hidup di hari ini?
Mau lanjut ke blog post nomor 25? Ke posting berikutnya ya...
Hening bukan berarti kosong, bisa jadi penuh makna yang tak terucap.

No comments:
Post a Comment
leave your comment here!