Berikut adalah lanjutan seri kontemplasi topik kedua Tentang Diri dan Identitas.
Bagaimana Jika Semua yang Kita Percayai tentang Diri Kita Salah?
"Apa jadinya jika kamu bukan siapa yang kamu pikirkan selama ini?"
Saya pernah percaya bahwa saya lemah. Bahwa saya tidak cukup pintar, tidak cukup menarik, tidak cukup penting. Saya tidak tahu pasti kapan pikiran-pikiran itu mulai tumbuh, tapi yang jelas, mereka tumbuh subur dan menetap lama di kepala saya.
Kita semua punya narasi tentang diri sendiri. Narasi itu dibentuk dari pengalaman, komentar orang lain, luka masa lalu, dan asumsi yang tidak pernah kita uji kembali. Kita hidup seperti sedang membaca naskah yang sudah ditentukan… padahal bisa jadi ceritanya salah dari awal.
Saya pernah mendengar seseorang berkata, “Kita bukan apa yang terjadi pada kita, tapi apa yang kita yakini setelahnya.” Dan kalimat itu menghantam saya seperti petir. Karena ya, saya percaya banyak hal buruk tentang diri saya—bukan karena itu benar, tapi karena saya mengizinkannya menjadi definisi.
Bagaimana jika saya bukan lemah, tapi hanya belum tahu cara bangkit? Bagaimana jika saya bukan tidak cukup, tapi hanya belum melihat diri saya dengan kacamata yang jernih?
Dan bagaimana jika kamu pun begitu? Bagaimana jika semua kata-kata menyakitkan yang kamu ulang-ulang dalam hati itu… tidak pernah benar sejak awal?
Mungkin kita butuh keberanian bukan untuk membuktikan siapa diri kita, tapi untuk meragukan siapa yang kita pikirkan selama ini. Karena bisa jadi, di balik semua batas yang kita yakini, ada versi diri kita yang lebih berani, lebih bijak, dan lebih hidup.
Pernahkah kamu mempertanyakan kenapa kamu percaya bahwa kamu buruk dalam hubungan? Atau tidak berbakat? Atau tak layak dicintai? Mungkin ada momen di masa lalu yang menanamkan itu, tapi bukankah sekarang saatnya mencabut akarnya?
Saya mencoba menulis ulang kisah saya. Saya katakan pada diri sendiri: “Saya tidak sempurna, tapi saya cukup.” Dan setiap kali saya merasa ragu, saya bertanya, “Ini fakta atau hanya suara lama yang belum saya bantah?”
Menulis ulang kepercayaan tentang diri bukan hal yang mudah. Kadang menyakitkan, karena kita harus mengakui bahwa selama ini kita membatasi diri sendiri. Tapi juga melegakan—karena artinya, kita bisa menjadi sesuatu yang lebih.
Jangan biarkan masa lalu menentukan masa depanmu. Kamu berhak meragukan cerita lama yang membuatmu kecil. Karena bisa jadi, kamu selama ini jauh lebih kuat dari yang kamu sadari.
Dan sekarang, saya ingin bertanya padamu…
Jika semua hal buruk yang kamu percaya tentang dirimu itu salah… kamu mau jadi siapa mulai hari ini?
Mau lanjut ke topik nomor 19? Lanjut ke posting berikutnya ya...
Rindu yang tak sempat tiba, tetap abadi dalam diam yang ungu.

No comments:
Post a Comment
leave your comment here!