Berikut adalah lanjutan seri kontemplasi untuk topik kedua Tentang Diri dan Identitas. Yuk simak...
Mengapa Kita Begitu Takut Menjadi Diri Sendiri?
"Kalau menjadi diri sendiri adalah kebebasan, kenapa justru terasa begitu menakutkan?"
Saya pernah bertanya pada diri sendiri: kenapa saya ragu menunjukkan siapa saya sebenarnya? Kenapa saya lebih sering menyesuaikan, menyembunyikan, atau memoles apa yang saya rasakan—demi diterima, dipuji, atau setidaknya… tidak ditolak?
Jawabannya pelan-pelan muncul: karena menjadi diri sendiri itu membuat kita rentan. Karena ketika kamu menunjukkan sisi asli dari dirimu, kamu tidak lagi punya lapisan pelindung. Kamu memperlihatkan isi hatimu, dan kamu tahu itu bisa ditertawakan, disalahpahami, atau bahkan dilukai.
Kita tumbuh dengan banyak aturan tentang bagaimana “seharusnya” menjadi. Kamu harus kuat. Jangan terlalu banyak bicara. Jangan terlalu emosional. Jangan terlalu aneh. Jangan terlalu berbeda. Dan dari situlah ketakutan dimulai—bahwa versi asli kita mungkin tidak cukup.
Lama-lama, kita belajar memakai topeng. Kita menjadi versi yang aman, yang bisa diterima oleh banyak orang. Tapi semakin lama kita memakai topeng itu, semakin kita lupa bagaimana rasanya jadi diri sendiri.
Saya sadar, rasa takut ini muncul dari pengalaman ditolak, dibandingkan, atau tidak dihargai. Setiap luka kecil di masa lalu menciptakan tembok. Dan saya menumpuknya satu demi satu, sampai akhirnya saya sendiri tidak tahu siapa yang bersembunyi di baliknya.
Tapi semakin saya berani membuka diri, saya menyadari sesuatu: orang yang tepat akan tetap tinggal, bahkan saat saya menjadi diri sendiri. Dan orang yang menjauh? Mungkin memang bukan untuk saya. Bukankah lebih melelahkan berpura-pura demi cinta yang palsu?
Menjadi diri sendiri bukan berarti kita berhenti berkembang. Tapi itu berarti kita jujur dalam prosesnya. Kita tidak lagi hidup dengan tujuan menyenangkan semua orang. Kita hidup untuk menjadi versi terbaik dari diri yang autentik—bukan versi sempurna yang dibentuk ekspektasi orang lain.
Butuh keberanian untuk jadi otentik. Tapi keberanian itu adalah jalan menuju kebebasan. Dan tidak ada yang lebih membahagiakan daripada disukai karena siapa kamu sebenarnya—bukan karena siapa yang kamu pura-purakan.
Saya mulai percaya bahwa setiap kita unik bukan untuk ditutupi, tapi untuk dibagikan. Dunia tidak butuh lebih banyak orang sempurna. Dunia butuh lebih banyak orang yang jujur dan utuh dalam ketidaksempurnaannya.
Dan kamu?
Apa yang paling kamu takutkan jika kamu membiarkan dirimu terlihat tanpa topeng?
Lanjut ke seri 15...
Dalam hangatnya cahaya sore, rindu pun ikut bersandar perlahan.

No comments:
Post a Comment
leave your comment here!