Sobat, kita lanjut ke seri kontemplasi dengan topik kedua Tentang Diri dan Identitas.
Jika Kamu Bisa Bertemu Dirimu di Masa Lalu, Apa yang Akan Kamu Katakan?
"Bayangkan kamu bertemu versi dirimu lima, sepuluh, atau lima belas tahun yang lalu—apa hal pertama yang ingin kamu ucapkan padanya?"
Kadang saya membayangkan bertemu diri saya sendiri yang lebih muda. Mungkin usianya 14 tahun. Matanya masih penuh rasa ingin tahu, tapi wajahnya menyimpan kecemasan yang tak bisa ia ucapkan. Ia belum tahu arah hidupnya. Ia belum tahu siapa yang akan tinggal dan siapa yang akan pergi. Dan ia belum tahu bahwa suatu hari, ia akan bertahan sejauh ini.
Jika saya bisa duduk di sebelahnya, saya akan menggenggam tangannya dan berkata, “Terima kasih sudah bertahan, meski kamu sering merasa sendirian.” Saya ingin ia tahu bahwa semua luka yang ia pendam tidak sia-sia. Bahwa versi dirinya di masa depan tidak sempurna, tapi lebih kuat dari yang ia bayangkan.
Saya juga ingin minta maaf. Maaf karena pernah mengabaikan perasaan sendiri demi menyenangkan orang lain. Maaf karena pernah membuatnya percaya bahwa ia tidak cukup baik. Dan maaf karena tidak selalu membelanya saat ia disalahkan, bahkan oleh dirinya sendiri.
Saya ingin bilang bahwa tidak apa-apa menjadi diri sendiri, meski kadang dunia tidak mengerti. Bahwa tidak semua orang akan tinggal, dan itu bukan salah siapa-siapa. Saya ingin berkata, “Kamu tidak perlu terus berusaha menjadi orang lain untuk dicintai.”
Saya juga ingin memberitahu dia bahwa hal-hal yang ia khawatirkan hari ini—nilai ujian, pendapat orang, penolakan dari seseorang yang ia kagumi—semuanya akan berlalu. Dan akan datang hari-hari baru yang jauh lebih menantang, tapi juga jauh lebih bermakna.
Mungkin saya akan tertawa melihat gayanya yang polos, atau sedih mengingat bagaimana ia menyembunyikan tangis di balik senyum. Tapi saya juga akan bangga. Karena meski ia tidak tahu caranya, ia terus melangkah. Ia terus tumbuh, meski perlahan.
Dan saya harap, kalau kamu juga bisa bertemu versi kecil dirimu, kamu akan memeluknya. Bukan menghakimi. Bukan mengkritik. Tapi menyapanya dengan hangat:
"Hai. Terima kasih sudah membawa kita sejauh ini."
Karena masa lalu bukan untuk disesali. Ia adalah bagian dari diri kita yang sedang belajar. Ia tidak sempurna, tapi ia adalah pondasi dari siapa kita hari ini.
Lalu saya akan membisikkan ini: “Nanti kamu akan tahu, bahwa meski hidup tidak selalu mudah, kamu tidak pernah benar-benar sendirian.”
Dan akhirnya, saya akan meninggalkannya dengan satu harapan:
"Jangan lupa untuk mencintai dirimu, bahkan saat kamu merasa tidak layak."
Sekarang, izinkan saya bertanya padamu:
Jika kamu bisa duduk berhadapan dengan dirimu di masa lalu, apa yang ingin kamu katakan padanya?
Lanjut ke posting berikutnya...
Di balik senyuman yang lembut, ada luka yang tak semua orang tahu.

No comments:
Post a Comment
leave your comment here!