semangat menebar kebaikan lewat tulisan — merangkai kata menebar cahaya — menulis dengan hati, menginspirasi tanpa henti

Reana

Follow Us

Saturday, February 11, 2017

Resep Es Timun Suri Segar

2/11/2017 07:18:00 PM 0 Comments
Es timun suri 

Kenal timun suri? Bukan timun yang biasa untuk lalap itu ya. Timun suri bentuknya besar panjang mirip labu. Aromanya mirip blewah. Sebesar blewahlah kira-kira. Timun ini kalau masih mentah rasanya pahit. Makanya harus tunggu benar-benar matang dari pohonnya (sampai mengelupas kulitnya).

Kalau sudah mengelupas, mudah membersihkan kulitnya. Tinggal ditarik saja. Itu pengalaman saya sewaktu pulang kampung akhir tahun 2016 lalu. Alhamdulillah memang rejeki saya nih begitu pulang kampung eh pas sekali buah-buahan masak. Ada nanas batu masak satu, nanas bogor masak satu, nangka masak, pepaya masak, ada semangka dari kakak saya panen, lalu timun suri pun ikut masak. 

Kalau degan (kelapa muda) memang selalu ada di kebun rumah. Itu kelapa gading di pinggir-pinggiran rumah. Kepulangan saya sebelumnya justru ada sekitar 4 atau 5 buah degan jatuh sendiri pas saya pulang. Memang rejeki saya kata ibu saya. Tak usah ribet petik dari pohon sudah jatuh sendiri. Subhanallah. Memang ibu saya tahu degan ini favorit saya. Tiap pulang pasti bikin es degan. Hihi.

Ok, kembali ke timun suri. Begini resep yang saya buat waktu lalu.

1. Timun suri bersihkan kulit dan bijinya. Potong-potong sesuai selera. Bijinya bisa ditanam lagi (mudah tumbuh).
2. Siapkan santan.
3. Campur timun suri, santan dan gula. Aduk-aduk. (Timun suri plus gula saja sudah enak sebenarnya. Oya ketika timun dan gula saja diaduk-aduk, gula akan larut. Campuran tadi akan berair)
4. Tambah es batu secukupnya.
5. Tambah potongan buah lain seperti semangka, nanas, degan jika suka.
6. Tambah susu jika suka

Es timun suri asli tanpa semangka. Pucat warnanya hijau kekuningan.

Buah timun suri rasanya empuk. Sama sekali tidak seperti timun yang rasanya renyah krenyes-krenyes. Kalau resep saya kemarin cuma bahan 1-5 (tambahannya semangka). Untuk takaran pakai feeling saja. Kalau tidak habis dalam sekali buat karena timun suri ini banyak jadinya setelah dipotong-potong, bisa dibuat es lilin. Pokoknya dijamin segar. Apalagi panas-panas.

Selamat mencoba.


Pictures credit to Reana

Thursday, February 9, 2017

Winter in Tokyo (5): Tips-Tips Traveling

2/09/2017 05:57:00 PM 0 Comments

Bagi yang ingin traveling ke Jepang, mungkin beberapa hal di bawah bisa bermanfaat buat kamu selama di sana.

Foto dok pribadi Reana

1. Bawalah mie instan/abon dari Indonesia untuk berjaga-jaga jika sulit mendapatkan makanan halal. Di hotel saya menginap disediakan heater untuk masak air (lumayan bisa untuk menyeduh mie instan) dan microwave (untuk menghangatkan makanan). Jadi, tinggal beli nasi saja.

2. Bawa obat-obatan ringan. Terutama obat flu.

3. Ketika menaiki eskalator, berdirilah di sebelah kiri. Jalur sebelah kanan untuk orang yang ingin berjalan cepat alias terburu-buru. Orang Jepang sangat tertib jadi jangan ikuti kebiasaan di Indonesia.

4. Jangan sembarangan menyebrang jalan seperti di Indonesia. Menyebranglah ketika lampu hijau untuk pejalan kaki menyala. Orang Jepang sangat tertib. Bahkan ketika tak ada kendaraan lewatpun mereka tetap menunggu di pinggir jalan sampai lampu hijau menyala.

5. Bersihkan toilet setelah menggunakannya. Toilet di Jepang sudah cukup canggih. Banyak tombol yang bisa dipencet. Dan yang saya kagumi adalah kebersihannya. Di toilet umum tak saya dapati toilet yang basah yang membuat kita enggan menggunakan bekas orang. Mereka sadar diri untuk mengelap setelah menggunakannya. Jadi tak perlu menunggu dibersihkan cleaning service seperti yang saya temui di mall-mall negara kita.

6. Jangan membuang sampah sembarangan. Lebih baik simpan di tas atau saku jika belum menemukan tempat sampah. Di hotel saya saja tidak ada yang membersihkan kamar tetapi penghuni harus membersihkan sendiri. Itulah bedanya mungkin karena orang Jepang sudah sadar akan kebersihan. Tidak seperti budaya kita yang apa-apa biasa dilayani.

7. Jangan gaptek (gagap teknologi). Ada kisah lucu nih. Berhubung terbiasa hidup di Indonesia negara tropis yang kalau musim panas ya panas sekali. Jadi terbiasa dengan AC dingin. Nah, waktu ke Jepang kan musim dingin. Otomatis perlu penghangat kan? Jadi, AC di jepang itu bisa panas dan dingin. Di malam pertama, kami (saya dan teman saya) tidak berhasil membuat AC panas.

Maklum, tombol remotenya banyak dan juga bahasa Jepang. Jadilah kedinginan kami tidur di bawah selimut. Mana kami dapat kamar yang pintu di luar lagi. Dari sini saya merasa gaptek. Sungguh menyedihkan. Saya penasaran, ah masa sih tak bisa. Besoknya saya tanya kamar sebelah ternyata mereka bisa. Okelah saya coba-coba akhirnya berhasil. Yes yes yes malam berikutnya tak kedinginan lagi. Hehe. 😊

8. Biasakan antri. Kalau di Indonesia nyerobot itu hal lumrah. Tapi di Jepang itu tertib. Waktu saya mau beli kartu pasmo dari bandara Haneda, awalnya sepi loh. Tak tahunya eh sudah ngantri saja orang di belakang saya. Dan tak ada yang berisik menyuruh kita cepat-cepat atau bagaimana. Berhubung saya masih bingung-bingung pencet tombol. 😊

9. Bagi wanita muslim, yang pastinya sholat donk ya kecuali kalau lagi datang tamu bulanannya, don't skip 5 times daily prayer (sholat), ok? Kita tetap bisa sholat kok wherever we are. Cari-cari tempat deh. Berada di tempat yang memang bukan negara muslim memang sulit sekedar cari tempat buat sholat, tapi bukan berarti tidak ada dan tidak bisa. No no no!!!

Pasti ada jalan asal kita mau cari cara. Pengalaman saya sih saya berwudhu di mall ya karena di sanalah ada toilet umum atau di mana pun lah yang ada toilet umumnya. Nah, setelah itu mau kita sholat di taman, tempat parkir atau di mana saja. Malah saya menggelar pashmina di jalan depan sekolah TK atau SD entahlah. Saya sholat di situ. Tapi saya cari yang tidak begitu ramai. Alhamdulillah aman. Tidak ada yang mengusir.

Pengalaman Lolos Seleksi Lomba Poster Ilmiah Internasional Kuala Lumpur Malaysia

2/09/2017 11:49:00 AM 0 Comments
Ada yang pernah mengikuti lomba poster ilmiah? Khususnya yang internasional ya...

Ketika saya mengikuti diklat Pim IV (Agustus - Oktober 2014) lalu di Pusdiklat BPS Lenteng Agung Jakarta. Salah seorang widyaiswara menyuruh kami membentuk kelompok. Dari masing-masing kelompok diminta membuat suatu ide terobosan. Tak tahunya ada udang dibalik batu. Eh, ini bukan berkonotasi negatif ya. Jadi, dari masing-masing tema kelompok, yang temanya sesuai diminta diikutkan dalam lomba paper internasional.

Nah, kebetulan kelompok saya temanya sesuai untuk diikutkan dalam 3rd International Conference of Asian Population Association (APA) 2015. Jadilah si Bapak meminta kami membuat abstract dalam bahasa Inggris sesuai ketentuan penjurian lalu submit ke website penyelenggara. Waktu itu si Bapak menentukan berapa orangnya supaya membentuk tim untuk membuat lanjutan dari abstract singkat tadi. Karena nantinya diminta submit abstract panjang-nya juga setelah abstract singkat masuk. Dan yang bertugas mengurusi adalah saya. Karena yang lain pada sibuk sendiri-sendiri. Ada juga yang ogah. Dan terpaksalah saya (yang dipanggil-panggil si Bapak buat mengerjakan) plus teman satu lagi. Jadilah lewat email saya registrasinya.

Setelah beberapa waktu (pertengahan Februari 2015 kalau tak salah ingat), pengumuman kelolosan tiba. Ternyata, abstract kami tak lolos pada seleksi pertama. Tapi dijelaskan dalam email ada kemungkinan untuk lolos pada seleksi tahap 2. Wah, syukur juga tidak lolos. Kalau lolos malah pusing bagaimana melanjutkannya.

Setelah sekian waktu, saya dapat email lagi. Kali ini dinyatakan lolos seleksi untuk kategori poster (bukan paper ya, sudah gagal kategori paper). Perwakilan kami berhak untuk hadir dan presentasi dalam konferensi di Kuala Lumpur Malaysia 27-30 Juli 2015 (pas banget habis lebaran kala itu).


Senang atau sedih?

Senang karena lolos dari ribuan (lebih dari 1600) peserta. Tidak menyangka. 

Sedih juga karena bingung mau bikin seperti apa. Tak ada ide. Belum pernah membuat poster ilmiah sebelumnya. Sudah coba googling sih. Tapi kok saya tidak pede saat penjurian nanti. Hehehe.

Sedih karena harus cari biaya sendiri. Penyelenggara menyediakan dana untuk beberapa partisipan. Saya registrasi juga tapi tidak lolos sebagai penerima dana. Hiks. Harus pakai biaya sendiri donk? Registrasi ulangnya lumayan mahal. Belum untuk biaya transport dan sebagainya di sana. 

Setelah ditimbang-timbang, akhirnya saya putuskan tidak berangkat.

Begitulah kisah saya. Kenang-kenangan. Karena kejadiannya sudah lama. :)


Picture credit to Reana 


Wednesday, February 8, 2017

Arti On Heat

2/08/2017 03:42:00 PM 0 Comments




Ada yang pernah dengar atau baca istilah on heat? Heat sendiri artinya panas. Tapi bukan itu yang dimaksud di sini.

Arti 'on heat' dalam bahasa Indonesia adalah birahi.

Menurut sebuah artikel, on heat (oestrus) adalah

the periodic state of excitement in the female of most mammals, excluding humans, that immediately precedes ovulation and during which the female is most receptive to mating."

Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa istilah 'on heat' digunakan untuk hewan mamalia betina bukan untuk manusia. 

Kalau teman UK saya bilang istilah di sana umumnya ditujukan untuk anjing betina. Tapi, ditujukan juga untuk wanita (manusia) sebagai judul sebuah film dewasa biar terkesan ekstrem. Dia sebut judul filmnya "White Bitch On Heat".

:)

Sumber: http://www.telegraph.co.uk/news/science/science-news/3324499/Men-can-detect-when-a-woman-is-on-heat-says-study.html



Beda Whore, Slut dan Prostitute

2/08/2017 02:49:00 PM 0 Comments


Whore, slut and prostitute... sering dengar ketiga kata ini? Ada yang pernah coba-coba cek di kamus?


Banyak kata bahasa Inggris yang punya arti sama dalam bahasa Indonesia. Padahal dalam penggunaannya berbeda-beda. Saya sering bingung. Tepatnya pakai yang mana ya?

Nah, berikut adalah percakapan saya dengan teman di UK. Berhubung dia asli sana, jadi saya tanya-tanya sekalian buat belajar (nambah perbendaharaan kata). 😊 Pas sekali lagi membahas tema tentang wanita.

Dia : Well a girl who offers sex for money is prostitute. but a girl who just has sex with any guy for fun....just a slut

Saya : And whore?

Dia : Can mean either

Saya : And when you call bitch. What does it mean?

Dia : Same as slut


Monday, February 6, 2017

Wanita Perokok, Apa Kesanmu?

2/06/2017 10:59:00 AM 0 Comments


Apa kesanmu saat ketemu wanita perokok? Tak mesti harus ketemu bertatap mata langsung. Sekedar melihat di televisi mungkin, film dan sebagainya. Kenapa saya membahas tema ini? Sebenarnya saya sudah pernah membahas dengan kakak saya. Tapi saya ingin berbagi opini dengan kamu semua.

Kalau pria merokok kan sudah biasa ya. Tak akan ada anggapan pria tidak baik atau semacamnya. Tapi kalau wanita merokok? Hmm...

Lebih cenderungnya ke anggapan yang negatif kan? Betul tidak? Setidaknya itulah norma masyarakat yang berkembang. Identik dengan wanita tak baik. 

Wanita jaman sekarang kan sudah lebih berpendidikan dibanding dulu. Bisa pilah-pilih mana yang baik dan tidak. Kalau ditilik dari segi kesehatan jelas merokok itu merugikan. Dari segi ekonomi juga. Harga rokok mahal kan? Bikin kantong bolong. Kalau kantongnya tipis sih. 😊

Saya pernah menemui wanita perokok. Orang dekat saya sih. Satu orang kakak perempuan dan satu orang adik perempuan kandung ibu saya. Apakah saya heran? Oh tentu saja tidak. Tetangga saya juga ada beberapa orang yang sudah tua.

Saya tidak heran karena mereka generasi tua. Kalau tidak nginang (nyirih) ya merokok. Pemandangan yang biasa buat saya. 

Saya kadang berpikir, kenapa sih mereka jaman dulu merokok? Apa jaman dulu juga pergaulannya tidak baik? Apa mereka dulu bukan orang baik? Tapi saya tidak pernah menanyakan itu sih. Karena yang saya tahu saat ini mereka orang baik-baik. Cuma kebiasaan merokoknya saja yang tidak baik. Syukurnya ibu saya tidak merokok padahal kakak adiknya merokok. Bukti kasat mata kalau ibu saya orangnya ga neko neko. Samalah seperti saya hehehe. 😊

Tapi kalau yang merokok generasi jaman sekarang, kok saya menyangsikan ya. Minimal mereka terpengaruh pergaulan sih. Waktu saya ke Jepang, ternyata beberapa wanita dari rombongan saya merokok. Setiba di Shibuya, di sana kan kami mengantri foto di background patung terkenal itu. Nah, sementara beberapa wanita itu pada masuk ke ruang merokok yang memang disediakan di situ untuk umum. Saya lihat yang merokok para pria. Lalu masuk beberapa wanita itu.

Duh, wanita Indonesia... menyelip di antara para pria.

Apakah mereka bukan wanita baik-baik? Saya tak tahu. Mereka wanita berpendidikan. Wanita karir. Mereka dari ibukota Jakarta. Dan saya (lagi-lagi) tidak heran. 

Bukan urusan saya juga mau mereka merokok atau tidak. Pilihan hidup. Toh bukan anak kecil yang mesti dibimbing. Asal tidak merugikan yang lain saja. Segala kerugian ditanggung sendiri. Kita juga tidak bisa langsung menjudge mereka tak baik. Kenali dulu jika memang ingin membuat sebuah penilaian. Tak adil kan kalau langsung judge by cover?

😊


Kenapa Tikus Suka Makan Kabel dan Tidak Kesetrum?

2/06/2017 06:04:00 AM 2 Comments


Belakangan saya dibuat kesal oleh tikus si pembuat onar. Ceritanya teman saya bilang mau pinjam speaker simbadda milik saya, sore mau diambil. Oke saya cari dulu saya bilang perlu dibersihkan dulu. Karena semenjak pindah kabupaten, barang-barang saya masih di kardus sebagian besar. 

Ketemu juga akhirnya itu speaker siang-siang. Betapa kagetnya saya ketika saya buka sudah tak karuan. Kabel semua putus habis dimakan tikus. Bahkan speaker bagian belakang pun bolong. Ya Allah... 

Sejujurnya saya geli lihat buntut tikus. 

Saya cek kardus lain, hair drier dalam bungkusnya pun hampir jadi korban. Hampir separuh bungkus sudah dimakan. Untungnya kabel masih aman. 

Tiga hari lalu saya dibuat keheranan. Sepulang kerja, saat saya mau makan, saya lihat magic com tidak nyala. Oh saya salah pasang jack pikir saya. Walau sebenarnya seingat saya sih saya colok dari semalaman. Penasaran, saya hendak mencolok itu magic com yang benar. Lah, ternyata itu colokan yang benar. Waduh, alamat rusak lagi magic com saya padahal baru seminggu beli. Mana tidak garansi. Pusing saya. Magic com sebelumnya mati juga begitu.

Saya curhat ke teman kantor. Dia bilang ayahnya bisa memperbaiki. Sore dia ambil. Oke saya tunggu teman saya. Tapi sebelumnya saya siapkan dulu magic comnya. Betapa herannya saya ternyata penyebabnya karena kabel sebagian habis digigit tikus. Padahal saya pikir karena listrik tak stabil mungkin. Soalnya sebelumnya kulkas saya juga rusak. Hidup sih tapi tidak dingin. Jangan-jangan tikus juga penyebabnya. 

Selain itu, sudah 2 kali motor saya macet tak mau hidup sama sekali. Tak ada tanda-tanda nyala api sama sekali. Akibatnya saya telat ke kantor. Setelah di bengkelkan, kata mas montir, ada kabel yang dimakan tikus. Awalnya saya tak percaya. Bagaimana mungkin, tempat kabelnya tersembunyi. Tapi belum lama saya keheranan mendapati sebuah tulang ayam menyusup menggantung di bawah tangan motor sebelah kiri. Ini apa saya pikir. Kok bisa. Ya Allah... Dan setelah kejadian speaker ini saya jadi percaya jika memang tikus penyebabnya. 

Alasan kenapa tikus suka makan kabel dan tidak kesetrum?

Yang saya heran, kenapa tikusnya tidak mati kesetrum gigit kabel magic com tersambung ke listrik. Super sekali. Dan kenapa tikus suka makan kabel. Bukan makan sih sebenarnya tapi gigit-gigit. Ada makanan malah utuh. Kok pilihnya justru kabel. Aneh.

Kenapa suka makan kabel. Ada yang bilang karena tikus perlu bertahan hidup. Loh kok? Karena tikus tidak mengalami ganti gigi seperti kita manusia. Jadi, giginya terus memanjang. Kalau giginya panjang dia tidak bisa mengunyah akibatnya bisa mati kelaparan. Makanya tikus terus menggigit barang yang keras-keras untuk mengikis giginya. Hmm, make sense. Subhanallah...

Kok tidak kesetrum? Sebelum kesetrum sudah kabur kali ya. Atau karena ada kejutan listrik langsung kabur. Kalau kakak saya bilang karena darahnya sedikit. Hihi. 

Tupperware saya tak luput juga dimakan tikus. Walau kosong melompong kondisi bersih tak ada bekas atau isi makanan pun digigit juga. 

Cukuplah saya menjadi korban ya tikus. Jangan rusak barang-barang saya lagi.

Mau meluncur cari racun tikus. Geram segeram-geramnya. 😑



Winter in Tokyo (4) : End

2/06/2017 05:51:00 AM 0 Comments


Sambungan kisah saya yang sebelumnya sudah saya posting. Tapi baru sekarang sempat posting. Tak mengapalah yang penting tetap berbagi dengan kamu semua. 


Cerita sebelumnya:
Winter in Tokyo (1) : Persiapan
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 1 (Kyoto)
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 2 (Gotemba/Mount Fuji/Owakudani Hall Valey/Ropeway)
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 3 (Kaminarimon/Shibuya/Shinjuku/Harajuku)
Winter in Tokyo (3) : Oleh-Oleh Khas


Kesimpulan

Dari awal datang hingga pulang, kebanyakan aktivitas kami adalah jalan dan jalan. Maksudnya jalan benaran pakai kaki. Sampai pegal sekali kaki saya. Maklum, jarang bergerak selama di Indonesia. Dan memang orang Jepang jalannya cepat-cepat meski sudah tua sekalipun. Saya yang muda merasa kalah. Tapi alhamdulillah saya kuat jalan (tanpa mengeluh capek meski sebenarnya capek sangat) dari pagi hingga malam di sana. Hebatnya, begitu bangun pagi sudah hilang itu capek. Wow!

Teman lain ada yang jalannya harus lambat-lambat loh padahal sih seumuran dengan saya sepertinya (katanya lecet mungkin karena badannya memang agak padat). Saya bersyukur sajalah masih diberi kekuatan biarpun tidak pernah olahraga dan dibilang kurus. Thanks to Allah. :) Saya juga tidak melihat orang gemuk di sana. Standarlah. Cenderung kurus-kurus sih. Mungkin karena banyak jalan kaki dan bersepeda. Padahal jalan dari stasiun ke luar termasuk jauh loh menurut saya. Hebat!

Buat yang mau menguruskan badan, recommended nih hidup di Jepang. :)

1. Di Jepang, saya tidak melihat orang bawa motor loh. Paling sepeda yang banyak berseliweran. Mobil pribadi juga jarang. Public transport di sana memang bisa diandalkan sih. Keretanya tepat waktu. Selama di sana saya mencoba subway, shinkansen, taksi dan bus kecil semacam metromini kalau di Jakarta yang kami pakai pada hari kedua ke Gotemba dan perjalanan pulang dari hotel menuju Haneda Airport (charter).

2. Oya, sewaktu naik kereta, saya terkagum-kagum. Kenapa? Karena orang-orangnya cakep-cakep. Oh God... hihihi. Biarpun sudah tua kelihatan kalau mereka cantik dan ganteng. Padahal kalau saya nonton drama Jepang, aktor aktrisnya tidak secantik dan ganteng Korea. Tapi orang biasa justru cantik dan ganteng. Dulu kala doktrinnya orang Jepang itu pendek dan hidung pesek. Nyatanya sekarang (saat saya melihat langsung di sana) tidak demikian. Hidungnya mancung-mancung. Dan tingginya mungkin samalah seperti orang Indonesia. Mungkin memang sudah banyak perubahan ya.

Kartu subway
Sebenarnya saya ingin menyimpan kartu ini buat kenang-kenangan.
Tapi apa daya, begitu kartu dipakai arus balik langsung masuk ke mesin.
Tak seperti di Indonesia yang bisa dibawa pulang dan dibuang. 😊

3. Orang Jepang itu kalem. Maksudnya saya sewaktu di kereta mereka tidak ada yang berisik. Tidak ada bunyi handphone atau orang ngobrol kencang-kencang apalagi ketawa-tawa. Selfie-selfie juga tidak ada. Saya perhatikan mereka baca koran, buku, atau hp. Hebat!

4. Di Kyoto, waktu saya dan teman saya melihat-lihat pernak-pernik, tiba-tiba ada yang menyapa kami. Hah? Kok bisa? Siapakah itu? Ternyata seorang lelaki muda readers, mana cakep lagi (uhuy 😊). Setelah kami mengobrol (dengan bahasa Inggris) ternyata dia bisa bahasa Indonesia dan ternyata lagi dia pernah tinggal di Malaysia. Oh pantesan. Bahkan dia cerita diberi nama muslim sama bapak yang ditumpanginya tinggal selama di sana. Dia menyapa kami karena dia lihat kami berhijab (Oh God... I am proud to be a muslim woman) dan dia tahu wajah-wajah kami ini wajah Indonesia (serumpun dengan Malaysia jadi tak beda jauh). Ramah kan orangnya?

5. Sewaktu saya pulang dari Kyoto mau kembali ke Tokyo, kan saya duduk di samping seorang pria (saya taksir usianya lebih muda dari saya). Sewaktu dia mau makan roti, dia tawarin ke saya loh padahal kan saya orang asing. Sewaktu dia mau turun lebih dulu (dia duduk dekat jendela) dia juga bilang "sumimasen". Sopan banget kan?

6. Sewaktu di toilet Shibuya mall, saya masuk salah satu kamar, bersih banget. Tidak ada bekas air menempel di dudukan toilet. Dan tidak ada petugas kebersihan toilet seperti di mall-mall Indonesia. Toiletnya juga sudah canggih sih. Banyak tombol pencetnya. Untuk lansia atau ibu yang membawa anak kecil juga kamar toiletnya tersendiri. Bedalah dengan di negara kita. :)

7. Saya perhatikan, orang Jepang tak suka pakai warna mencolok (terang). Selama di sana, di kereta subway atau di perbelanjaan, warna yang dipakai mayoritas adalah hitam atau coklat dengan turunannya. Penasaran, saya lihat-lihat juga tuh baju-baju atau jaket yang dijual di perbelanjaan memang warnanya warna itulah. :)

8. Orang Jepang banyak yang tak bisa bahasa Inggris. Sewaktu saya belanja beberapa kali, penjualnya tak bisa diajak bicara bahasa Inggris. Ada juga yang bisa tapi terbatas. Ya, setidaknya waktu bilang "take away" mengerti. Sewaktu di restoran Turki, penjualnya bisa bahasa Inggris. Memang bukan orang Jepang sih. :)

9. Beberapa kali belanja di tempat yang berbeda, tak ada tuh kembalian permen dan sejenisnya. Kembalian ya duit biarpun duit receh. Karena di sana ada pecahan terkecil 1 yen. Dan 1 yen itu laku. Tidak seperti di negara kita yang pecahan terkecilnya sudah tak laku.

Recehan yen - 1, 5, 10, 50, 100 yen (kanan ke kiri)
Yang bolong di tengah menunjukkan angka 5 (5 yen kuning dan 50 yen putih)

10. Oya, sepertinya uang saku saya kebanyakan nukarnya. Mungkin karena saya tidak banyak belanja mahal-mahal. Paling mahal adalah harga tiket PP Tokyo-Kyoto habis sekitar 2,7 juta. Sementara saya nukar 7 juta rupiah (6.542 yen) dan saya juga cuma sebentar di sana tidak extend. Jadi uang saya masih ada sisa sekitar 70 ribu rupiah (recehan yen). Tinggal segitu karena untungnya dipinjam teman saya yen-nya berapa ribu yen hehe. Alhamdulillah.

Saya masih menyimpan kartu kereta pasmo. Sipa tahu next time ke sana lagi bisa dipakai lagi. Ngarepdotcom. :)


Lanjut part 5 ya...


All pictures credit to Reana (taken by me)




Sunday, February 5, 2017

Winter in Tokyo (3) : Oleh-Oleh Khas

2/05/2017 05:02:00 PM 0 Comments
Setiap kali kita bepergian, sewaktu sampai di tempat asal, pertanyaannya adalah mana oleh-olehnya? Betul? Yang pernah bepergian pasti pernah mengalami kan? Pergi ke mana sajalah tak pula harus ke luar negeri.

Itulah budaya di negara kita. Budaya keakraban dan ramah tamah. Betul?

Sebenarnya ada sisi positifnya juga sih. Bagi yang membawa oleh-oleh, hitung saja sebagai sedekah. Nanti Allah yang akan mengganti berlipat-lipat. Setuju? Tidak pula harus dijadikan beban. Dan membawa oleh-oleh ini harus dalam rangka ikhlas dari hati. Bukan paksaan atau rasa tak enak hati. Biar Allah yang melihat niat kita. Nikmat berbagi itu tak ada duanya loh. Catet! Bersyukur berarti kita tangan di atas, bukan tangan di bawah. Ingat kan pepatah tua itu? Sipp :)

Dan kalaupun kita tak ingin membawa oleh-oleh juga tak mengapa sebenarnya tak ada norma tertulisnya juga. Jadi, kenapa juga harus merasa tak enak. Tak akan ditangkap polisi kok. Santai.

Sisi positif bagi yang menerima oleh-oleh adalah rasa bahagia. Ya iyalah gratisan san san... :)

Siapa yang tak suka gratisan? Saya juga suka hehe. 

Bagi yang sudah membaca posting saya sebelumnya pasti tahu apa saja yang saya beli. Saya sengaja sih beli yang keras-keras alias tidak bisa dimakan. Kalau yang bisa dimakan takut tak halal. Plus cari yang murah meriah mengingat harga di sana melambung tinggi. Dan cari yang ringan dibawa pulang alias tidak makan tempat.

1. Tokyo Tower


Beli di Tokyo Tower -
sebenarnya Tokyo Tower bukan merah warnanya
tapi karena saya suka merah jadi pilih yang ini 😊

2. Sarung Tangan

Ini beli di Daiso. Di sini murah-murah. Mungkin semacam Multi mart serbu gitu kalau di Indonesia.


3. Gantungan Kunci

Beli di Kyoto

Beli di Tokyo Tower

4. Magnet Kulkas

Beli di Kyoto

Beli di Tokyo Tower


5. Gantungan Kaca

Beli di Kaminarimon
6. Gantungan HP
Beli di Kaminarimon


7. Sumpit
Beli di Haneda Airport duty free shop pas mau pulang. Tidak niat beli-beli. Gara-gara waktu tunggu masih panjang dan uang yen masih sisa banyak, akhirnya beli juga. Ini akibat lihat-lihat. Laper mata. Maaf tak sempat foto. 😊
Beli sumpit niatnya mau dipakai karena saya juga pakai sumpit tupperware. Tapi saya tinggal di rumah ibu saya.

8. Bento
Beli di Haneda Airport duty free shop. Maaf tak sempat foto. Ini bentuknya lucu. Ada pasangan untuk cewek cowok loh. Cocok untuk bekal (anak saya nanti hehe in the future). Tapi saya cuma beli satu. Harganya lumayan.

9. Headset
Beli di Haneda Airport duty free shop.



10. Gantungan kunci Samurai titipan anak bos
Bos saya bilang, anaknya nitip samurai. Samurai? Pedang samurai? Akhirnya saya belikan gantungan pedang samurai. Lumayan besar ukurannya dibanding gantungan kunci lain yang saya beli. Cocoklah untuk anak lelaki abege. 😊

Beli di Kyoto


11. Keramik pajangan
Beli di Kyoto. Maaf tak sempat foto.


12. Lain-lain itu banyak sekali tapi saya tidak beli. Hehe.


Setelah di list ternyata banyak juga macam yang saya beli. Hehehe. Yang mahal cuma headset. Lainnya di bawah 100 ribu per item. Kalau gantungan kunci sekitar 40-50 ribu rupiah per item. Mahal sih memang kalau menurut saya. Yang paling murah justru sarung tangan itu. Sekitar 10 ribu saja per item.

Saya beli itu pakai hitungan. Berhubung mau dibagi-bagi ke saudara, ponakan dan teman dekat jadi banyak itemnya. Plus dipakai sendiri.

Jadi kalau traveling ke sana tak usah beli macam-macam. Apa-apa serba mahal. Kalau tak siap duit banyak. Makanya kalau saya traveling lagi juga niatnya traveling saja. Beli sekedarnya saja. Yang bermanfaat setelah dibawa pulang. Jangan nganggur. Sayang itu duit nganggur. Hehe 😊


All pictures credit to Reana (taken by me)


Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 3 (Kaminarimon/Shibuya/Shinjuku/Harajuku)

2/05/2017 02:23:00 PM 0 Comments
Gerbang masuk 


Sambungan kisah saya yang sebelumnya sudah saya posting. Tapi baru sekarang sempat posting. Tak mengapalah yang penting tetap berbagi dengan kamu semua. Jadi, beberapa posting ke depan adalah lanjutan kisah perjalanan saya ke Jepang ya. 


Cerita sebelumnya:
Winter in Tokyo (1) : Persiapan
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 1 (Kyoto)
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 2 (Gotemba/Mount Fuji/Owakudani Hall Valey/Ropeway)


3. Kaminarimon/Shibuya/Shinjuku/Harajuku


Kaminarimon ini ramai pengunjung. Ada rombongan anak sekolah usia TK atau SD kali. Duh, lucu-lucu banget mereka. Senang saya melihatnya. :)


Ini dia kuilnya

Di Kaminarimon ini yang biasa dilihat adalah kuil. Jadi melihat biksu lagi pada sembahyang deh. Jadi objek wisata. Foto-foto dan beli pernak-pernik (lagi). Di sini cuma sebentar sih. Kami lanjut ke Shibuya. Itu loh yang terkenal ada patung anjingnya. Ada yang pernah nonton filmnya? Ada versi Jepang maupun hollywood. Saya nonton yang hollywood. Ngantri loh kalau mau foto background patung tadi.

Memang sih persimpangan Shibuya ini ramai sekali. Ini persimpangan yang sering ada di drama-drama Jepang. Bagi yang suka nonton drama Jepang pasti tahu. Di Shibuya ini saya menemani teman saya tukar yen di sebuah bank. Eh lebih mahal sedikit dibanding waktu saya tukar di Indonesia (ya iyalah kurs kan bergerak terus). Setelah itu teman bilang ingin beli Kit Kat Green Tea dulu buat oleh-oleh.

Ini saya lagi jalan di persimpangan Shibuya pas lampu merah. Pakai hijab motif bendera Inggris. Wah baru sadar itu tali tasnya kebalik yang kanan. Hihi 😊


Di sini juga anaknya teman saya (si ibu tadi) beli sepatu booth. Murah-murah sih memang. Ya semoga saja memang dipakai. Tapi memang si ibu dan anak ini hobi jalan-jalan.

Dari Shibuya lanjut ke Shinjuku lalu Harajuku karena berdekatan. Tempat perbelanjaan juga sih di sana. Sembari yang lain masuk ke toko-toko, saya mencari tempat untuk sholat. Ketemulah tempat sepi. Jalan sih itu sebenarnya. Pas di depan sekolah anak sepertinya. Seperti biasa, saya gelar pashmina. Orang lewat tak ada yang reseh sih alhamdulillah bisa sholat dengan sempurna. Kalau tidak salah ingat saya masih menjaga wudhu sewaktu dari Shibuya. Sebelum ikut rombongan pergi, saya wudhu di toilet.

Di jalan depan sini saya menggelar pashmina


Setelah itu saya ikut melihat-lihat. Akhirnya saya beli sarung tangan murah di sini. Hehe.

Cerita selanjutnya:
Winter in Tokyo (3) : Oleh-Oleh Khas
Winter in Tokyo (4) : End

Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 2 (Gotemba/Mount Fuji/Owakudani Hall Valey/Ropeway)

2/05/2017 09:15:00 AM 0 Comments
Gunung Fuji


Sambungan kisah saya yang sebelumnya sudah saya posting. Tapi baru sekarang sempat posting. Tak mengapalah yang penting tetap berbagi dengan kamu semua. Jadi, beberapa posting ke depan adalah lanjutan kisah perjalanan saya ke Jepang ya. 

Cerita sebelumnya
Winter in Tokyo (1) : Persiapan
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 1 (Kyoto)


2. Gotemba/Mount Fuji/Owakudani Hall Valey/Ropeway

Kalau ke Gotemba ini bareng rombongan pagi-pagi. Naik bus sewaan untuk sampai ke sana. Sampai si sana ya foto-foto background-nya Gunung Fuji yang lagi ketutup salju. Jalan-jalan juga ke pertokoan. Karena di situ banyak juga outlet barang branded. Kalau saya sih tidak beli apa-apa di sini. Kalau teman saya (ibu-ibu) beli jaket tebal untuk musim dingin.

Itu pakai syal buatan sendiri yang pernah saya posting di blog ini
Red merino bulky scarf
Proud hehe 😊

Dari sini kami lanjut ke Owakudani. Naik kereta gantung adalah agenda pertama. Setelah itu baru kami berjalan kaki ke atas. Di sana ada telor hitam (balut belerang kayanya makanya hitam). Ya nyobain itu. Apa namanya ya lupa saya. Tapi saya benar-benar kehabisan tenaga jalan ke sana. Berasa mau pingsan. Tapi saya lihat ibu-ibu yang bareng saya itu enerjik sekali (anaknya saja kalah hehe) jadi saya terpicu juga harus bisa sampai ke atas. Memang saya belum sarapan juga sih (jangan ditiru). Mana anginnya kencang dan dingin. Wuihh...

Begitu sampai di atas alhamdulillah... :) Foto-foto lagi...

Setelah turun, biasalah jalan-jalan di pertokoan siapa tahu ada yang mau dibeli. Tapi saya tidak beli juga hehe. Saya sempatkan sholat zuhur di parkiran bus. Nah ini dia sulitnya kita sebagai muslim saat melancong ke negara bukan muslim. Karena kita punya kewajiban sholat 5 waktu sehari tidak boleh skip sekalipun, jadi ya sholat di mana saja yang bisa. Saya ambil wudhu dulu di toilet lalu sembari menunggu teman lain berkumpul, sholat di lantai parkiran menggelar pashmina. Alhamdulillah.

Acara selanjutnya adalah menuju Tokyo Tower. Kami naik ke atas. Di sana ternyata banyak pernak-pernik yang dijual. Saya beli gantungan kunci Tokyo Tower dan Sky Tree. Hehe.

Tiket masuk Tokyo Tower


Suasana di dalam Tokyo Tower atas

Ini foto-foto kota metropolitan Tokyo malam hari yang saya ambil dari Tokyo Tower.








Sky Tree - foto dari bawah cuma bisa dapat segini

Dari sini baru acara bebas. Saya ikut teman-teman jalan menuju Sky Tree. Tapi cuma di bawahnya saja karena sudah kemalaman tutup. Yah... Lanjut deh beli makan malam. Saya cuma berani beli di restoran Turki (chicken kariage). Oya, ini makanan khas Jepang dari gurita. Takoyaki!

Takoyaki 


Pulangnya saya, si ibu dan anaknya naik taksi ke hotel. Dan ternyata tidak mahal kok. Saya lupa berapa. Dan memang tidak jauh juga sih. :)

Cerita selanjutnya:
Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 3 (Kaminarimon/Shibuya/Shinjuku/Harajuku)
Winter in Tokyo (3) : Oleh-Oleh Khas
Winter in Tokyo (4) : End


All pictures credit to Reana

Saturday, February 4, 2017

Mau Produk Gratis Hometester?

2/04/2017 04:27:00 PM 0 Comments



Hai hai! Saya mau bagi-bagi info buat kamu yang suka gratisan. Hometester menawarkan produk sampel gratis dari berbagai merk untuk kamu coba. Kamu hanya perlu duduk di depan gadget, isi formulir dan tunggu produk datang ke rumah kamu.

Caranya mudah banget. Simak!
1. Register ke website https://hometesterclub.com
2. Pilih produk yang mau kamu coba, isi formulirnya
3. Tunggu sekitar 3 mingguan pemberitahuan via email jika kamu beruntung
4. Tunggu produk datang
5. Coba produk dan beri review. 

Kalau pengalaman saya sendiri sih saya dapat produk Dove Hairfall Treatment Shampoo and Conditioner plus Body Wash Deeply Nourishing. Lumayan kan? Saya memang suka dove sih wanginya enak segar. 

Itu pertama register dapat produk tersebut. Padahal saya pikir tidak dapat karena sudah lama dari saya register tidak ada kabar. Tak tahunya... tiba-tiba dapat email pemberitahuan. Lalu ada mbak yang telpon saya nanya sudah terima belum produknya. Saya bilang belum. Eh, besoknya paket datang. Si mbaknya telpon lagi. Saya bilang sudah terima. Cepat banget.

Kalau teman saya sudah berkali-kali dapat. Hoki banget mereka. Semoga saya juga dapat lagi. Hehe. Aamiin.

Senang kan gratisan? 😊

Winter in Tokyo (2) : Kisah Perjalanan 1 (Kyoto)

2/04/2017 10:57:00 AM 0 Comments



Sambungan kisah saya yang sebelumnya sudah saya posting. Tapi baru sekarang sempat posting. Tak mengapalah yang penting tetap berbagi dengan kamu semua. Jadi, beberapa posting ke depan adalah lanjutan kisah perjalanan saya ke Jepang ya. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik.

Cerita sebelumnya: Winter in Tokyo (1) : Persiapan


1. Kyoto
Ke Kyoto ini sebenarnya di luar agenda rombongan. Jadi, saya dan sobat saya merencanakan untuk jalan-jalan ke luar Tokyo begitu tiba di sana. Awalnya banyak yang kami rencanakan. Tapi karena waktu tidak memungkinkan, akhirnya kami hanya ke Kyoto. Sampai di Kyoto pun sudah mulai gelap jadi kami hanya berjalan-jalan di sekitaran stasiun. Tak apalah yang penting sudah sampai di Kyoto dan bisa melihat Kyoto secara langsung. :)

Jadi begitu kami bisa nitip barang di Hotel MyStays Asakusa Tokyo, kami langsung memutuskan pergi ke Kyoto. Kami berjalan kaki menyusuri salah satu jembatan yang menyebrangi Sumida River (sungai ini sering banget nongol di drama Jepang) menuju stasiun kereta api terdekat. Tapi sebelumnya mampir dulu ke 7 Eleven beli minuman mineral (1 botol ukuran Aqua 600 ml seharga 10.000 rupiah dan juga onigiri buat dimakan di kereta).



Tiba di stasiun, kami memutuskan menaiki shinkansen supaya cepat sampai. Biaya shinkansen ini terbilang sangat mahal tapi memang terbayar waktu tempuhnya jadi lebih cepat dibanding yang lain. Dua setengah jam sampai. Sekali jalan saja biayanya 13.000 Yen dari Tokyo ke Kyoto. Kalau di-rupiahkan sekitar Rp. 1.300.000 jika 1 Yen = Rp.100 (kalau kurs waktu itu 1 Yen = Rp. 107). Terbayanglah berapa kocek yang harus kami rogoh untuk bisa PP Tokyo-Kyoto dengan shinkansen. 

Yang lucu ketika naik shinkansen adalah kami memilih tiket unreserved ya alias tidak booking kursi. Baru tahu nih ternyata di sana ada dua macam tiket shinkansen yaitu reserved (booking kursi) dan unreserved (tidak booking kursi). Pastinya tiket unreserved lebih murah donk ya. Lumayanlah berhemat sekian Yen buat kami yang lagi melancong. Hehe.

Awalnya kami masuk-masuk saja ke gerbong enam dan begitu melihat kursi kosong kami duduki. Toh banyak kursi kosong. Begitu sedang asik-asiknya mengunyah makanan karena lapar belum makan sejak sampai dari Airport, eh tiba-tiba ada yang menggusur kami. Oke, kami pindah ke kursi lain. Tidak begitu lama kami duduk, eh ada lagi yang menggusur kami. Akhirnya kami berdiri dan pindah lagi ke kursi lain. Begitu sampai beberapa kali jadi malu sendiri. Dan akhirnya berdiri.

Sampai di Kyoto, saya baru sadar ternyata sarung tangan saya hilang satu yang sebelah kanan. Di shinkansen sepertinya. Mungkin saat pindah-pindah tempat duduk tak sadar terjatuh. Karena memang saya kantongi itu sarung tangan sebelah.


Di Kyoto kami cuma jalan-jalan di sekitaran stasiun. Sekedar mengambil foto. Kenang-kenangan. Hehe. Duduk-duduk sebentar di pinggiran jalan. Lalu jalan melihat oleh-oleh. Di sini saya beli gantungan kunci, magnet kulkas, keramik kecil untuk pajangan serta titipan anak bos saya, samurai. Sobat saya menyarankan beli sarung tangan sih tapi saya tidak beli. Padahal sih ada yang menarik. Tapi entahlah saya putuskan tidak jadi beli. Padahal lagi nih, cuacanya dingin. Jadilah saya masukkan tangan kanan ke saku jaket saja. Hehe.


Mengingat waktu tempuh ke Tokyo lumayan lama, dan hotel tutup jam 10 malam, lewat jam tersebut harus buka sendiri pakai kode (lupa catat kode). Jadilah kami segera mengejar kereta pulang. Dan benar saja saat kami sampai di hotel, sudah tutup.

Rencana awal pengen mencoba pakai yukata dan foto di Kyoto belum kesampaian. Ya Allah, semoga bisa ke sana lagi mewujudkan mimpi yang tertunda. Aamiin. :)


Saat mau kembali ke Tokyo numpang foto dulu meski muka kusut kucel dan kaki pegal tidak ketulungan. Plus numpang eksis pakai syal hitam rajutan sendiri hehehe 😊

Wednesday, February 1, 2017

Paranoid Nomor Asing

2/01/2017 10:54:00 AM 2 Comments



Siapa yang sering mendapat telpon nomor asing? Nomor yang tak ada di kontak maksud saya. Entah itu nomor hp ataupun telepon rumah. Kalau kamu merasa iya, berarti kamu tidak sendirian. Berikut beberapa pengalaman saya. Siapa tahu kamu juga sama.

1. Penipuan kartu kredit
Pernah saya ditelpon nomor asing yang mengaku dari bank tempat saya membuat kartu kredit (ceritanya operator kantor pusat gitu). Dia menanyakan macam-macam soal kesesuaian identitas hingga masa berlaku kartu kredit. Dia bilang konfirmasi. Operatornya ini laki-laki. Waktu itu posisinya saya baru terima kartu kredit seminggu. Dan kartu itu belum saya aktifkan. Untuk pengaktifan kartu saya harus via telpon memang tidak seperti jenis kartu lain yang diambil teman saya bisa via sms saja.

Nah, orang tadi itu menyuruh saya segera mengaktifkan saat itu juga. Kalau tidak, nanti kenapa gitu saya lupa. Bahkan nih orang bilang supaya saya aktifkan dulu, ditunggu 10 menit nanti ditelpon lagi. Oh God, niat banget ya. Maksa banget ya. Saat itu saya sudah hampir mau mengaktifkan loh tapi entah kenapa saya merasa ragu. Kok maksa banget gitu. Oya, saya tidak sempat cek nomor orang tadi itu benar operator resmi atau bukan.

Karena ragu ada yang tak beres, saya googling nomor resmi lalu saya telpon. Si operator resmi yang mengangkat perempuan. Saya bilang sejujurnya apa yang barusan saya alami. Lalu si dia memperingatkan saya untuk hati-hati lalu menawarkan mengganti kartu saya untuk dikirim ulang dengan yang baru. Padahal saya pengen tidak jadi punya kartu saja toh belum saya aktifkan tapi kata operatornya tidak bisa. Harus ganti baru. Oya, saya ini masih awam banget soal kartu kredit waktu itu. Jadi berasa bodoh bangetlah waktu si penipu itu menelepon.

Dan kartu kredit pun tak jadi saya aktifkan ya yang tadi. Saya tunggu sepuluh menit, coba telpon lagi ga tuh penipu. Eh, nelpon beneran loh agak lamaan dikitlah. Tapi tidak saya angkat. Seandainya saja saya jadi ngaktifin, alamak tertipu saya. Mengerikan. Allah masih melindungi saya. Thanks Allah.

Untuk teman-teman yang masih awam juga soal kartu kredit, setelah kita mengajukan dan menerima kartu kredit itu rentan sekali ditelpon oleh nomor asing yang berniat menipu. Kalau pun bukan penipu, ya agen asuransi. Sampai sebel banget saya ditelpon tiap hari oleh nomer yang sama. Sehari bisa sekian kali telpon. Niat banget ya. Mengganggu banget.

Jadi, itu kesalnya saya. Karena data pribadi pelanggan seperti diperjualbelikan oleh si bank.

2. Sales Asuransi/Voucher Hotel
Asuransi ini bisa karena mengajukan kartu kredit seperti yang saya bilang tadi (biasanya menawarkan produk asuransi seperti kesehatan dll. Biasanya nih orangnya ngotot banget menjelaskan tidak bisa distop kalau sudah ngomong. Jadi keseringan saya potong paksa dan matikan hp. Atau dari awal saya langsung tolak. Soalnya ya tadi itu kalau menjelaskan lama sekali dan tak bisa distop. Annoying).

Atau pun ada juga karena pernah membeli asuransi untuk keperluan membuat kartu member apa gitu. Karena saya pernah ditelpon oleh orang yang mengaku dari asuransi apa gitu ya lupa. Dia minta waktu untuk survei (tanya-tanya).

Saya tanya deh dari mana dapat data saya? Katanya sih itu bukan bagian dia soal data dari mana. Dia cuma bertugas untuk mensurvei saja. Saya pikir, ya bisa benar juga sih mbak ini kalau pun saya marah-marah rasanya tak bijak. Lalu saya pertegas lagi dari mana. Baru dia menjawab kata dia saya pernah membeli asuransi apa gitu. Seperti asuransi jadi member apa Matahari Club (MMC) misal. Oh ya ampun pikir saya. Itu mah jaman kapan saya memang pernah jadi member tapi tahun kapan. Sudah expired juga kartunya. Hehe.

Tapi entahlah itu benar dari asuransi yang MMC punya atau bukan. Lalu dia terus mengajukan pertanyaan. Dan saya bilang, saya tidak mau disurvei. Orangnya ngotot tetap berargumen macam-macam. Lalu saya bilang, "Itu hak saya". Terdiamlah dia. Lalu minta maaf dan menutup telpon. Apakah saya terlalu kejam? Entahlah. Saya hanya merasa terganggu dan sama sekali tidak nyaman.

Jadi selain asuransi tadi itu, ada juga penawaran voucher hotel spa dll. Itu biasanya dari kartu kredit tadi.

3. Disangka Pelanggan Listrik
Saya mengalami disangka seseorang yang mau memasang meteran listrik elektrik di Prabumulih Sumatera Selatan. Kok? Padahal saya di Bengkulu. Ini ceritanya saya beli nomor baru. Sudah ada 8 bulan kali saya pakai. Eh tahu-tahu dapat telpon tadi itu. Dikiranya Bapak siapa gitu oleh si petugas PLN. Bahkan si petugas nanya-nanya jadinya saya itu siapa dan di mana. Lah, penting apa ya? Pakai salam kenal segala loh. Ampun deh. Hehe.

Besok-besoknya ditelpon lagi saya tapi yang bicara orang lain. Memastikan kali ya. Orangnya menyebutkan nomor saya segala loh. Dan memang benar itu nomor saya. Saya jadi berpikir bahwa nomor saya ini nomor daur ulang. Tapi kenapa bisa dalam waktu berdekatan gitu ya. Maksud saya kalau pemilik nomor saya sebelumnya adalah orang Prabumulih, dan nomor ini didaftarkan dalam pengajuan listrik, lalu tak aktif, alangkah cepatnya nomor ini didaur ulang oleh Telkomsel?

4. Disangka Teman TKW
Ada nomor asing menelpon saya disangka teman seorang TKW. Ya ampun apa-apaan ini.

5. Disangka Teman Seseorang
Kalau ini sih saya tahu-tahu dapat pesan instant whatsapp dari seseorang tidak dikenal. Dikiranya siapanya gitu. Padahal sih ya sama sekali tidak tahu. Pernah juga ditelpon, tapi saya bilang tidak kenal.

6. Dibilang Nomor Saya adalah Nomor Seseorang yang Sedang Menelepon
Kalau ini kejadian jaman kuliah dulu ditelpon seseorang yang mengaku pemilik nomor saya. Lah kok bisa? Saya tidak percaya karena saya jelas-jelas beli nomor baru. Tak tahu apakah jaman dulu juga daur ulang nomor ya. Lagian apa pentingnya coba telpon nomor yang pernah jadi nomornya, kalau memang benar nomornya? Mau apa?

7. Ditelpon Akrab Disangka Orang Dikenalnya
Pernah nih tiba-tiba ada yang menelepon, eh laki-laki. Dia bilang hai bla bla bla ini nomorku yang baru. Akrab gitulah seolah memang seorang yang penting atau spesial mungkin. Lalu saya bilang, kamu siapa? Dia balik tanya saya siapa. Terus langsung dia matikan. Hihi. :)

8. Di-SMS Ngajak Kenalan
Ini awalnya orangnya sms berkali-kali ngasih perhatian gitu kali ya ala-ala abege hehe. Ini siapa sih pikir saya. Kok sms terus ya. Saya balas dan akhirnya mengaku dia siapa. Tapi saya tetap merasa tidak kenal. Tidak pernah punya kenalan atau teman dengan nama demikian berasal dari wilayah yang dia sebutkan. Lama-lama eh ternyata dia mau ngajak kenalan lebih lanjut. Ya ampun. Dan akhirnya juga ketahuan kalau dia dapat nomor saya sewaktu saya membuat kacamata di sebuah optik. Nah dia ini adalah orang yang membuat kacamata saya. Ya Allah Ya Rabbi, memang tak disangka-sangka ada-ada saja ya. Hehe

Oke, ini beberapa saja yang saya ceritakan. Jadi kalau dulu saya terima telepon nomor asing saya angkat ya karena takutnya penting dari orang yang saya belum punya nomornya di kontak. Tapi sekarang, belajar dari pengalaman-pengalaman nyebelin itu, saya cenderung tidak mengangkat biar lebih aman. Kalau memang benar penting atau mendesak, jika telpon tak diangkat, akan konfirmasi sms orangnya. Gitu saja pikiran sederhana saya.

Pegal jari-jari saya mengetik tema ini. Hihi. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik. Yuk Share! :)

Friday, January 27, 2017

Terlalu Jujur? No!

1/27/2017 02:23:00 PM 7 Comments



Apakah kamu merasa sebagai orang yang jujur? Ya mungkin ga perfect jujurnya tapi paling tidak termasuk cenderung ke jujur.

Pernahkah kamu merasa kalau terlalu jujur itu malah ga baik? Mungkin dari kamu ada yang menjawab, "Loh kenapa?" atau ada juga yang menjawab, "Ya iyalah. Namanya sesuatu itu jangan terlalu. Yang sedang-sedang sajalah."

Well, kenapa saya menulis tema ini. Pastinya karena saya merasa sendiri. Terkadang memang lebih baik jangan terlalu jujur. Bukan berarti ga jujur ya. Tapi yang saya tekankan adalah jangan "terlalu". Kenapa? Karena saya pikir ketika saya percaya dengan seseorang dan jujur berkata apa yang ada dalam pikiran saya, apa yang pernah saya pikirkan, rupanya malah efeknya tidak baik.

Saya jadi merasa memang terkadang ada hal-hal yang cukup saya simpan menjadi rahasia saya sendiri. Tak perlu saya ungkapkan kepada orang lain. Jika ternyata di akhir membawa efek ga baik.

Kalau tahu bakal ga baik sih mana mungkin bakal diceritakan ya. Karena tidak tahu masa depan seperti apa makanya kita mengambil resiko baik perkataan maupun perbuatan yang kita lakukan di masa sekarang.

If I could turn back the time...

Mungkin ada yang bertanya, memang masalah apa sih sampai sebegitunya?

Friendship! Hampir saja hilang satu sahabat karena keterlaluannya saya. Terlalu jujur. Oh God...
*crying

Saya memang suka dengan kejujuran. Dan sahabat saya juga begitu. Jadi kami ini setipe. Tapi tanpa sadar, saya keterlaluan jujur mengungkapkan pemikiran saya tentang dia yang pernah lewat begitu saja. Sebenarnya bagi saya hal tersebut hal normal. Tiap orang pernah punya pemikiran buruk kan? Presumably.

Tapi bagi dia, ternyata bukan hal normal melainkan weird thing. Sumpah saya ga pernah kepikiran sejauh itu. Ga pernah kepikiran kalau pemikiran saya itu weird. Dan kalau begitu, saya juga weird donk sebagai personal? I feel bad about myself.

Dari situ, dia menyimpulkan bahwa saya tidak pernah bisa percaya padanya. Padahal seingat saya tak pernah ada sekalipun kalimat saya yang menyatakan persis saya tak pernah bisa percaya ataupun sekedar mengindikasikan seperti itu. Saya tantang dia membuktikan, dia pun ga bisa.

Dan berakhir pada kesimpulan dia ingin mundur dari persahabatan. Saat itu saya belum terima. We end our friendship like this? Why? Setelah beberapa adu argumen, well, kami tetap lanjut berteman. Dia minta jangan membahas hal yang sensitif seperti itu lagi.

Ok, untuk sementara ini saya iyakan. Tapi sepanjang hari ini saya terus berpikir apakah memang lebih baik untuk diakhiri saja. Bukan dia yang pergi, tapi saya yang pergi.

Sudah terlintas dua skenario kalimat yang ingin saya sampaikan ke dia. Oh God...

Jika saya berpikir bahwa segala sesuatu terjadi atas seijin-Mu, rasa-rasanya hmm... ga bisa ngomong apa-apa... Ngerasa bangetlah bahwa ada yang mengatur hidup saya. Siapa yang menggerakkan saya mengungkapkan pemikiran saya kalau bukan Engkau?

Tentu perselisihan ini terjadi atas seijin-Mu. Tak pernah terlintas sedikitpun bakal terjadi karena sebelumnya kami baik-baik saja. Pernah sekali kami berselisih adu argumen but then i was the one who apologized. Sempat terasa aneh saat mau komunikasi lagi tapi kemudian dia yang lebih dulu menyapa. Lalu kami kembali akrab.

Sebagai orang yang jarang sekali terlibat konflik, hal-hal seperti ini sangatlah mengganggu kehidupan pribadi saya. Terutama pikiran. Kerjaan? Ya, ikut terganggu juga jadi ga konsentrasi. 

Memang sepenting itu? Iya buat saya. Orang lain mungkin berbeda.

Cukuplah membuat banjir air mata. Hehehe. Sehingga saya pun terpikir kalau saya terlalu sensitif saking mudah menangis. Meski ada yang bilang bahwa mudah menangis adalah pertanda memiliki hati yang lembut. Hati yang lembut akan mudah menerima kebenaran dibanding hati yang kaku, keras, sulit menerima kebenaran.

Entah ya, saya merasa kehilangan dia itu rasanya lebih menyedihkan ketimbang saat ada someone yang pursued then he vanished into thin air. :)

Ok, sekian cuap-cuap hari ini. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik.



Note: For you in this story, I know you would never read this. But this is my sincere feeling about our friendship. Hope you find this post one day.