semangat menebar kebaikan lewat tulisan — merangkai kata menebar cahaya — menulis dengan hati, menginspirasi tanpa henti

Reana

Follow Us

Thursday, March 27, 2025

Apa yang Kau Tebar Akan Kau Tuai

3/27/2025 06:40:00 PM 0 Comments


Pernahkah kita mendengar pepatah ini? "Apa yang kau tebar, akan kau tuai." Ungkapan ini sederhana tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Prinsip ini berlaku dalam berbagai aspek kehidupan—dari kebaikan yang kita lakukan, kata-kata yang kita ucapkan, hingga usaha yang kita tanamkan dalam setiap tindakan.

Hukum Sebab dan Akibat

Dalam kehidupan, setiap perbuatan memiliki konsekuensinya sendiri. Jika kita menanam benih kebaikan, maka kita akan menuai kebaikan pula, cepat atau lambat. Begitu juga sebaliknya, jika kita menyebarkan keburukan, maka suatu saat keburukan itu akan kembali kepada kita.


Misalnya, seseorang yang selalu berbuat baik kepada orang lain, membantu tanpa mengharap imbalan, dan menjaga tutur kata dengan baik, biasanya akan mendapatkan perlakuan yang sama dari lingkungan sekitarnya. Orang-orang akan menghormatinya, mempercayainya, dan selalu ingin membalas kebaikannya. Sebaliknya, seseorang yang suka menyakiti orang lain, berbuat curang, atau menyebarkan kebencian, pada akhirnya akan menghadapi akibat dari perbuatannya, entah itu kehilangan kepercayaan, dijauhi, atau mengalami kesulitan yang ia ciptakan sendiri.

Refleksi dalam Kehidupan Sehari-hari

Kita bisa melihat prinsip ini bekerja dalam kehidupan kita sendiri. Jika kita menanam kebiasaan positif seperti bekerja keras, jujur, dan disiplin, maka hasilnya akan kembali kepada kita dalam bentuk kesuksesan atau kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya, jika kita terbiasa bermalas-malasan, menghindari tanggung jawab, atau tidak menghormati orang lain, maka kita mungkin akan menghadapi kesulitan dan kegagalan.


Dalam hubungan sosial, kebaikan yang kita berikan juga sering kali kembali dalam bentuk dukungan dari orang-orang di sekitar kita. Orang yang murah hati akan dikelilingi oleh orang-orang yang juga peduli kepadanya. Sebaliknya, mereka yang sering menyakiti atau menipu orang lain akan merasakan akibatnya, mungkin bukan hari ini, tapi suatu saat nanti.

Ketika Kebaikan Tidak Langsung Berbuah

Terkadang, kita merasa sudah berbuat baik, tetapi balasan yang kita dapatkan justru kebalikannya. Namun, bukan berarti hukum ini tidak berlaku. Bisa jadi, kebaikan yang kita tebar membutuhkan waktu untuk bertumbuh dan berbuah. Sama seperti pohon yang butuh waktu untuk menghasilkan buah, kebaikan pun memiliki waktunya sendiri untuk kembali kepada kita.


Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
"Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasannya)." (QS. Az-Zalzalah: 7)


Ayat ini menegaskan bahwa sekecil apa pun kebaikan yang kita lakukan, tidak akan sia-sia.

Menanam dengan Ikhlas

Kunci dari menanam kebaikan adalah keikhlasan. Jika kita berbuat baik hanya untuk mendapatkan balasan, mungkin kita akan mudah kecewa. Tetapi jika kita melakukannya dengan tulus, kita tidak akan terlalu memikirkan kapan dan bagaimana kebaikan itu akan kembali kepada kita.


Maka, marilah kita menanam kebaikan setiap hari, sekecil apa pun itu. Sebab, cepat atau lambat, kita pasti akan menuai apa yang kita tebar.

Kamu yang Putar, Kok Aku yang Hapal?

3/27/2025 03:43:00 PM 0 Comments



Pernah nggak sih, kamu merasa hafal sesuatu yang sebenarnya bukan kamu yang sering mengulanginya? Misalnya, teman sekamar atau saudaramu sering memutar lagu yang sama setiap hari, dan tanpa sadar, kamu malah yang hapal liriknya. Atau, pasanganmu punya kebiasaan ngomong dengan gaya tertentu, dan tiba-tiba kamu mulai menirunya tanpa sadar.

Kalau pernah mengalami ini, berarti kamu sudah terkena fenomena unintentional exposuredi mana kebiasaan, kata-kata, atau bahkan lagu yang sering dimainkan orang lain tanpa sadar terserap dalam ingatan kita.

Kenapa Hal Ini Bisa Terjadi?

Otak kita itu luar biasa dalam menyerap informasi, bahkan tanpa kita sadari. Ada beberapa alasan kenapa kita bisa hapal sesuatu yang bukan kita yang aktif memutarnya:

1. Paparan Berulang (Repetitive Exposure)
Semakin sering kita terpapar sesuatu, semakin kuat informasi itu tertanam di otak. Ini mirip dengan bagaimana kita belajar bahasa baru—semakin sering mendengar kata yang sama, semakin mudah kita mengingatnya.

2. Efek Earworm
Istilah ini digunakan untuk menjelaskan fenomena ketika lagu tertentu terus terngiang-ngiang di kepala, meskipun kita nggak sengaja menghafalnya. Biasanya terjadi pada lagu dengan melodi yang sederhana dan repetitif.

3. Koneksi Emosi dan Sosial
Kadang, kita menyerap kebiasaan orang lain karena ada hubungan emosional dengan mereka. Kalau seseorang yang dekat dengan kita sering melakukan sesuatu, otak kita menangkapnya sebagai bagian dari lingkungan kita, sehingga lebih mudah menyerapnya.

4. Efek Mirror Neurons
Neuron cermin dalam otak kita bertugas meniru perilaku orang lain secara tidak sadar. Itu sebabnya kita sering ikut tertawa kalau melihat orang lain tertawa, atau ikut merasa sedih ketika melihat seseorang menangis.

Ketika “Kamu yang Putar, Aku yang Hapal” Menjadi Bagian dari Hidup

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada lagu, tetapi juga pada kebiasaan, cara bicara, atau bahkan hobi. Pernah nggak, kamu tiba-tiba suka makanan tertentu hanya karena orang di sekitar sering membicarakannya? Atau tiba-tiba kamu mulai pakai istilah atau gaya bicara tertentu karena sering mendengar temanmu mengatakannya?

Yang menarik, fenomena ini juga bisa berlaku dalam cara berpikir. Kalau kita sering dikelilingi oleh orang-orang dengan pola pikir tertentu—misalnya, orang yang selalu optimis atau sebaliknya, yang selalu mengeluh—kita juga bisa ikut terbawa dengan pola pikir yang sama.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  • Sadar akan lingkungan kita – Kalau kita sering terpapar hal-hal negatif, bisa jadi kita ikut terpengaruh tanpa sadar. Sebaliknya, jika dikelilingi hal positif, kita pun bisa ikut terbawa.
  • Gunakan fenomena ini untuk hal baik – Misalnya, kalau ingin belajar bahasa baru, coba sering mendengarkan lagu atau film dalam bahasa tersebut.
  • Nikmati dan ambil sisi positifnya – Kalau kamu sudah terlanjur hafal lagu atau kebiasaan seseorang, anggap saja sebagai bagian dari interaksi sosial yang membuat kita lebih terhubung dengan orang lain.

Pada akhirnya, “Kamu yang putar, kok aku yang hapal?” adalah refleksi dari bagaimana otak kita bekerja. Kadang menyebalkan, tapi di sisi lain, ini juga bukti bahwa kita sebagai manusia punya kapasitas luar biasa untuk menyerap dan terhubung dengan dunia di sekitar kita.

Jadi, ada nggak hal yang sering diputar orang lain, tapi malah kamu yang hafal?



Review: Law of Attraction

3/27/2025 11:51:00 AM 0 Comments



Draf ditulis 11 Oktober 2020. Sayang dibuang
.

Sudah setahun saya lulus kuliah dan selama setahun pula saya sadar bahwa saya tidak membaca buku sama sekali. Tiba-tiba saya merasa haus. Otak saya merasa perlu makanan. Saya merasa rindu untuk membaca pemikiran orang yang biasa saya baca dalam bentuk buku. Saya rindu menyerap pemikiran orang yang mendalam yang tertuang dalam bentuk buku. Saya berpikir, rugi sekali saya melewatkan waktu, melewatkan karya-karya keren yang semestinya bisa saya serap.

Selama setahun ini saya mulai kembali tenggelam dalam pekerjaan. Pulang kerja sudah lelah. Istirahat sebentar saja lalu tertidur seperti sudah menjadi kebiasaan. Salah satu hiburan adalah menonton youtube. Namun kemudian menonton youtube pun teralihkan dengan webinar. Betul sekali saya mulai mengurangi menonton youtube semenjak saya rajin mengikuti webinar dan juga kursus online. Terhitung sudah 100-an webinar saya ikuti sejak juni lalu hingga saya menulis ini. Kursus online juga sudah mulai satu per satu selesai. Waktu saya kembali luang. Energi saya kembali berlebih. Saya berpikir bahwa webinar, kursus, dan juga youtube tidak cukup memberikan saya ilmu yang mendalam. Karenanya saya kembali ke buku yang sekian lama terlupakan.

Saya mulai mencari judul-judul yang menarik perhatian saya untuk dibaca. Selain review pembaca, umumnya saya membaca sampelnya terlebih dahulu di google play. Lumayan membantu apakah saya tertarik atau tidak dengan isi buku yang selanjutnya akan saya beli. Pada akhirnya saya pun sudah gila memutuskan untuk membeli sekitar 36 judul buku (29 buku fisik dan 7 ebook) per hari ini saya menulis ini. Dan sudah 3 judul buku yang saya selesaikan membaca. Alhamdulillah. 

Jika tidak ditargetkan maka tak ada yang tuntas dibaca karena memang selera membaca buku sudah menurun sangat drastis. Tapi saya bersyukur bahwa buku sudah membuat saya berkurang menonton youtube. Kalau drama korea memang sudah lama saya tidak menonton. Walau kemarin sempat heboh drama It's OK to not be OK, The World of Marriage atau pun dramanya Hyun Bin itu, semuanya saya belum nonton. Padahal saya mengikuti webinar yang didalamnya terselip membahas ketiga drama tersebut saking hebohnya. :D

Jadi, ke depannya mungkin saya akan membuat review buku-buku yang sudah saya baca jika tidak malas. :D

OK. Mari kita lanjut ke buku yang akan saya review berjudul Law of Attraction karangan Michael J. Losier. Sebelum saya putuskan membeli buku ini, saya sudah mengikuti channel yang membahas tentang Law of Attraction (LoA) di youtube. Namun, saya merasa yang empunya channel bahas kurang mendalam. Saya perlu membaca sendiri literatur yang membahas tentang itu sehingga ilmu yang saya peroleh akan menjadi komplit, tidak hanya potongan-potongan yang harus saya kumpulkan menjadi satu agar menjadi utuh. 

Sebenarnya saya mendengar LoA bukan baru pertama kali saat saya menonton youtube tapi sudah lama sekali. Hanya saja saya tidak begitu mengerti apa itu LoA dan tidak berminat mengetahui lebih dalam. LoA dalam buku yang saya baca diterjemahkan sebagai hukum ketertarikan ini mengajarkan kita agar senantiasa menjadi positif dalam segala hal. 

Di alam semesta ini ada dua macam getaran yaitu getaran positif dan negatif

Dalam diri kita, getaran positif itu di antaranya ketika kita merasakan kegembiraan, cinta, kemakmuran, kebanggaan, kenyamanan, keyakinan dan, kasih sayang. Dan getaran tertinggi adalah cinta. Sementara getaran negatif itu ketika kita merasakan kekecewaan, kesendirian, kekurangan, kesedihan, kebingungan, stres, amarah, dan sakit hati.

Pernah mendengar kalimat bahwa setiap kata adalah doa? Nah, itulah salah satu prinsip dasar dari Law of Attraction (LoA). Setiap kata, pikiran, dan perasaan yang kita pancarkan akan menarik energi serupa dari alam semesta. Jika kita terus-menerus berpikir negatif—merasa tidak cukup baik, tidak cukup sukses, atau selalu khawatir—maka secara tidak sadar kita justru menarik lebih banyak kejadian yang memperkuat pikiran negatif itu. Sebaliknya, jika kita fokus pada hal-hal yang positif, penuh rasa syukur, dan percaya diri, kita lebih mungkin mendapatkan hal-hal baik dalam hidup.

Dalam buku Law of Attraction karya Michael J. Losier, konsep ini dijelaskan secara sistematis dan praktis. Buku ini tidak hanya menjelaskan teori, tetapi juga memberikan langkah-langkah konkret untuk menerapkan LoA dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu teknik yang ditekankan adalah Deliberate Attraction, yaitu menarik hal-hal positif secara sadar dengan cara mengubah fokus pikiran dan kata-kata kita.

Losier menekankan bahwa LoA bekerja berdasarkan tiga langkah utama:

1. Identifikasi keinginan
Kita harus benar-benar jelas tentang apa yang kita inginkan dalam hidup. Misalnya, bukan hanya “ingin sukses,” tetapi mendefinisikan dengan jelas apa arti sukses bagi kita—apakah itu pekerjaan yang lebih baik, penghasilan lebih tinggi, atau hubungan yang harmonis.

2. Berikan perhatian dan energi pada keinginan itu
Ini berarti kita harus menghindari fokus pada apa yang tidak kita inginkan. Jika kita selalu memikirkan ketakutan akan kegagalan, tanpa sadar kita malah menarik kegagalan itu. Sebaliknya, kita perlu membayangkan seolah-olah keinginan kita sudah tercapai dan merasakan emosi positif yang menyertainya.

3. Izinkan keinginan itu datang
Langkah terakhir ini sering kali yang paling sulit. Banyak orang tanpa sadar memblokir manifestasi keinginan mereka dengan keraguan dan ketakutan. Losier menyarankan untuk melatih rasa syukur, melepaskan kecemasan, dan mempercayai proses alam semesta.

Saat membaca buku ini, saya menyadari bahwa LoA bukan hanya tentang “berharap sesuatu terjadi,” tetapi lebih kepada mengubah pola pikir dan tindakan kita agar selaras dengan hal yang kita inginkan. Misalnya, jika kita ingin menjadi orang yang lebih produktif, kita perlu mengubah kebiasaan harian kita, bukan hanya berharap suatu hari kita akan lebih rajin.

Menariknya, banyak prinsip LoA yang sebenarnya sudah kita terapkan tanpa sadar. Ketika saya memutuskan untuk kembali membaca buku setelah setahun absen, saya tidak langsung berharap tiba-tiba menjadi pembaca yang rajin. Saya mulai dengan langkah kecil: membaca sampel buku di Google Play, mencari rekomendasi buku yang menarik, dan akhirnya membeli buku yang benar-benar ingin saya baca. Perlahan-lahan, kebiasaan membaca kembali terbentuk.

LoA juga mengajarkan saya untuk lebih selektif dalam mengonsumsi informasi. Jika dulu saya menghabiskan banyak waktu di YouTube atau menonton webinar tanpa arah yang jelas, sekarang saya lebih sadar dalam memilih apa yang saya konsumsi. Saya ingin memastikan bahwa setiap informasi yang saya serap benar-benar bermanfaat dan mendukung pertumbuhan saya.

Setelah membaca Law of Attraction, saya semakin percaya bahwa cara kita berpikir dan berbicara memiliki dampak besar terhadap kehidupan kita. Jika ingin perubahan, kita harus memulainya dari dalam diri sendiri.

Jadi, apakah saya akan terus menerapkan LoA dalam kehidupan saya? Saya rasa ya. Saya tidak berharap hasil instan, tetapi saya ingin terus melatih pola pikir positif dan melihat bagaimana perubahan itu berdampak dalam jangka panjang.

Untuk selanjutnya, saya berencana membaca buku lain yang membahas konsep serupa, mungkin The Secret karya Rhonda Byrne atau buku-buku lain yang mendalami psikologi positif dan pengembangan diri. Jika saya tidak malas, saya akan menuliskan review-nya juga di sini.

Bagaimana dengan kalian? Apakah pernah menerapkan prinsip LoA dalam hidup? Atau mungkin tanpa sadar sudah mengalaminya? Saya ingin mendengar pengalaman kalian!



Rapi, Tidak Rapi, atau Jorok?

3/27/2025 01:01:00 AM 0 Comments


Sobat, kamu tipe yang mana? Rapi, tidak rapi tapi terorganisir, atau... jorok?


Saya sering mendengar orang bilang, "Saya memang nggak rapi, tapi saya tahu di mana letak semua barang saya." Ini menarik. Karena ternyata banyak yang membedakan antara ‘tidak rapi’ dan ‘berantakan.’ Tidak rapi mungkin terlihat dari susunan buku yang tidak sejajar, kertas yang menumpuk di meja, atau benda-benda kecil yang tersebar tapi tetap dalam "area yang kamu kenali." Dalam artian, kamu tahu kalau kunci motor ada di balik buku, atau kacamata terselip di antara tumpukan dokumen di pojok meja.


Sedangkan berantakan, sering kali sudah melibatkan unsur ketidakpedulian. Barang diletakkan sembarangan, tumpukan sampah mulai menggunung tanpa disadari, dan kamu sendiri kadang kebingungan mencari barang yang kamu perlukan. Tapi yang lebih ekstrem, ada yang masuk kategori "jorok."


Jorok di sini bukan sekadar meja yang berdebu karena lupa dilap, tapi juga kebiasaan membiarkan sampah seperti bekas tisu, bungkus makanan, atau bahkan sisa makanan tersebar tanpa segera dibersihkan.


Saya pribadi sering merasa geli ketika masuk ke kamar mandi umum dan mendapati bekas tisu yang berceceran di lantai atau bahkan tersangkut di dinding basah. Padahal, tempat sampah sudah disediakan di sudut ruangan. Ironisnya, banyak orang yang memilih untuk meninggalkannya begitu saja. Mungkin berpikir, "Ah, nanti juga ada yang bersihin."

Budaya Buang Sampah pada Tempatnya

Ini sebenarnya lebih dari sekadar soal kebersihan fisik. Ini soal mindset dan empati. Membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya adalah bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan orang lain. Apalagi di ruang publik seperti kamar mandi umum, ruang tunggu, atau taman.


Yang sering terlupakan adalah: kita tak hanya berbagi ruang dengan orang lain, tapi juga berbagi tanggung jawab. Apa yang kita tinggalkan bisa jadi merepotkan orang lain — entah itu petugas kebersihan atau pengguna berikutnya.

Rapi Itu Pilihan, Bersih Itu Kewajiban

Saya percaya bahwa menjadi rapi atau tidak adalah soal preferensi. Ada orang yang merasa nyaman dengan meja kerja yang ‘berantakan tapi terorganisir’, di mana kreativitas justru muncul dari ‘kekacauan’ yang diciptakan sendiri.


Namun, menjaga kebersihan adalah kewajiban universal. Tidak peduli kamu tipe minimalis yang menyukai ruang kosong dan rapih, atau tipe yang senang melihat benda-benda pribadi tersebar di meja — kebersihan tetap tidak bisa ditawar.


Jadi, sobat, kamu tim yang mana? Rapi? Tidak rapi tapi tetap tahu letak barang-barangmu? Atau kamu mulai sadar bahwa ada kebiasaan jorok kecil yang sebaiknya diubah?


Bagaimana menurutmu, apakah kamu pernah terganggu dengan kebiasaan jorok orang lain di ruang publik? Atau jangan-jangan kamu juga masih suka ‘lupa’ buang sampah pada tempatnya?

Ketika Dia Muncul Lagi Setelah Menghilang: Aku Sudah "Off"

3/27/2025 01:00:00 AM 0 Comments

Pernah nggak sih kamu ngalamin seseorang yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar, lalu setelah bertahun-tahun muncul lagi seolah nggak pernah terjadi apa-apa? Saya pernah ngalamin hal ini. Seorang pria yang dulu sempat kenalan dengan saya, tiba-tiba menyapa lagi setelah dua tahun menghilang begitu saja.


Saat dia menyapa saya lagi, saya hanya membalas, “Maaf, aku lupa namamu.” Sederhana, tapi jujur. Dia pun akhirnya menyebutkan namanya. Namun setelah itu, saya memilih untuk tidak melanjutkan komunikasi lagi. Dia pun tak ada chat lagi setelah itu. Hehe.


Momen seperti ini sebenarnya cukup klasik. Banyak orang yang mungkin cuma "testing the waters"—sekadar ingin tahu apakah kamu masih terbuka untuk ngobrol atau mungkin sekadar nostalgia. Tapi, buat saya pribadi, rasanya sudah berbeda. Saya sudah off, sudah merasa nyaman dengan ketidakhadirannya di hidup saya. Toh dulu sebelum ada dia juga hidup saya baik-baik saja kok. Jadi Sobat, kalau kamu mengalami hal yang sama, yakinlah kamu juga bisa melewatinya kok. Pernah juga nih kisah lain, tanpa disangka-sangka eh seseorang menyapa saya lagi. Langsung deh saya blokir. Hehe. Padahal saya ini tipe yang sangat jarang memblokir orang lain. Ini bukan kejam ya tapi merekalah yang seenaknya datang dan pergi. Dan maaf saya sudah move on.


Ada kalanya kita memang sudah sampai di titik di mana kita merasa baik-baik saja tanpa seseorang yang dulu sempat hadir. Dan ketika mereka datang lagi, kita sudah tidak merasakan greget yang sama. Kita pun punya kendali penuh untuk memutuskan, apakah akan membuka pintu itu lagi, atau tetap melanjutkan hidup seperti biasa—tanpa mereka.


Sekarang saya lebih memilih untuk fokus pada orang-orang yang benar-benar hadir dan konsisten. Bukan mereka yang datang dan pergi seenaknya.


Bagaimana dengan kamu? Pernah juga ngalamin yang seperti ini?



Kenapa Dia Bisa Menghilang dan Tiba-Tiba Muncul Lagi?

Ada banyak kemungkinan alasan kenapa pria bisa tiba-tiba hilang dan kemudian muncul lagi setelah waktu yang cukup lama, seperti:


1. Sedang sibuk atau ada masalah pribadi

Bisa jadi dia sempat tenggelam dalam urusan pekerjaan, keluarga, atau masalah pribadinya sehingga memilih untuk menjauh tanpa penjelasan.


2. Tidak terlalu serius di awal

Mungkin waktu pertama kenal dia belum terlalu serius, atau hanya sekadar iseng mengisi waktu, lalu merasa nggak perlu melanjutkan komunikasi saat itu.


3. Nostalgia atau penasaran

Setelah beberapa waktu menghilang, mungkin dia iseng teringat kamu atau penasaran dengan kabarmu sekarang.


4. Sedang "mencoba kembali"

Ada juga kemungkinan dia baru saja keluar dari hubungan lain dan mencoba menghubungi kembali kenalan lama, termasuk kamu.


5. Tidak merasa ada yang salah

Beberapa orang memang merasa wajar untuk tiba-tiba hilang dan kembali tanpa merasa bersalah atau canggung, mungkin dia tipe yang seperti ini.


Tapi apapun alasannya, saya sadar satu hal: aku sudah off. Aku sudah nggak berada di frekuensi yang sama, dan aku sudah merasa nyaman tanpa dia. Aku lebih memilih untuk menghargai kehadiran orang-orang yang konsisten dan sungguh-sungguh dalam hidupku.


Tips Menghadapi Orang yang Suka Menghilang dan Muncul Lagi


1. Dengarkan intuisi kamu

Kalau rasanya kamu sudah nggak nyaman atau merasa hubungan itu nggak sehat, percayalah pada feeling kamu. Kamu berhak memutuskan siapa yang bisa hadir dalam hidupmu.


2. Tetapkan batasan yang jelas

Jangan ragu untuk bersikap tegas. Kalau kamu merasa tidak ingin melanjutkan komunikasi, sampaikan dengan sopan tapi tegas.


3. Jangan merasa bersalah

Kamu nggak perlu merasa bersalah karena memilih untuk menjaga diri dan perasaanmu sendiri. Move on itu sehat, dan nggak semua orang harus diberi kesempatan kedua.


4. Fokus ke orang yang konsisten

Orang yang konsisten hadir dalam hidup kamu jauh lebih layak mendapat perhatian dan energi daripada seseorang yang datang dan pergi seenaknya.


5. Jangan terpancing nostalgia

Kadang kenangan masa lalu bisa bikin kita goyah, tapi coba lihat konteksnya sekarang. Apakah dia datang lagi membawa perubahan? Atau hanya sekadar mengulangi pola lama?


Bagiku, kehadiran kembali orang itu hanyalah pengingat bahwa aku sudah jauh lebih kuat dan lebih tahu apa yang aku butuhkan dalam sebuah hubungan.


Kalau kamu, gimana cara kamu menghadapi situasi kayak gini? Share di kolom komentar, ya!


Wednesday, March 26, 2025

Pembawa Hoki

3/26/2025 06:34:00 PM 0 Comments



Apakah Benar Ada Orang Pembawa Hoki dalam Hidup Kita?

Pernahkah kamu merasa bahwa keberuntungan seperti mengalir deras ketika bersama seseorang? Mungkin saat bertemu mereka, pintu rezeki tiba-tiba terbuka lebar, masalah tampak lebih ringan, dan hidup terasa berjalan lebih mulus. Fenomena ini sering dikaitkan dengan istilah “pembawa hoki” — sosok yang dipercaya mampu membawa aura positif dan keberuntungan bagi orang-orang di sekitarnya.


Namun, benarkah keberuntungan bisa "menular" lewat kehadiran seseorang?

Antara Kepercayaan dan Realitas Psikologis

Di berbagai budaya, konsep pembawa hoki telah lama diyakini. Dalam budaya Tionghoa, misalnya, seseorang bisa dianggap membawa "feng shui" yang baik, sehingga kehadirannya dipandang membawa keberuntungan. Sementara dalam budaya Barat, mereka menyebutnya dengan “lucky charm” atau “good luck person.”


Dari sisi psikologis, kepercayaan pada pembawa hoki bisa dikaitkan dengan self-fulfilling prophecy. Ketika seseorang percaya bahwa orang di sekitarnya membawa hoki, maka ia akan merasa lebih termotivasi, lebih berani mengambil peluang, dan lebih positif dalam bertindak. Semua itu, secara tidak langsung, membuka jalan menuju kesuksesan. Jadi, keberuntungan itu mungkin datang bukan karena “auranya,” melainkan karena perubahan cara berpikir dan tindakan kita sendiri saat bersama mereka.

Energi Positif dan Koneksi Sosial

Orang yang dianggap pembawa hoki seringkali memiliki energi positif: mereka suportif, optimis, dan tulus. Sikap ini menciptakan lingkungan yang nyaman, aman, dan memotivasi. Dalam situasi seperti ini, kita lebih mudah berkembang, dan peluang pun lebih mudah terlihat. Terkadang, mereka juga memiliki jejaring sosial yang luas, membuka akses terhadap kesempatan yang sebelumnya tertutup bagi kita.


Namun, ada juga yang melihat pembawa hoki secara spiritual — sebagai takdir atau karunia Tuhan. Dalam pandangan ini, orang-orang tertentu memang dihadirkan untuk menjadi “jalan” bagi rezeki dan keberuntungan kita. Mereka adalah wujud nyata dari bantuan Tuhan dalam bentuk manusia.

Apakah Kita Bisa Menjadi Pembawa Hoki?

Daripada hanya berharap bertemu pembawa hoki, mengapa tidak menjadi pembawa hoki itu sendiri? Dengan bersikap suportif, memberikan motivasi, dan membantu orang lain meraih potensi terbaiknya, kita juga bisa menjadi sumber keberuntungan bagi orang lain.


Jadi, apakah keberuntungan itu benar-benar datang dari luar diri kita, atau sebenarnya kita sendirilah yang memicu munculnya “hoki” tersebut?


Bagaimana menurutmu? Apakah kamu pernah bertemu sosok yang menurutmu pembawa hoki, atau mungkin diam-diam kamu merasa sudah menjadi pembawa hoki bagi orang lain?

Your Inner Will: Menemukan Kekuatan dari Dalam Diri

3/26/2025 04:39:00 PM 0 Comments

Dalam hidup, kita sering menghadapi tantangan yang membuat kita merasa kecil, lelah, bahkan ingin menyerah. Namun, di balik setiap keraguan dan keputusasaan, ada sesuatu yang jauh lebih kuat dan kokoh: inner will, atau kehendak batin kita.


Buku Your Inner Will karya Piero Ferrucci mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak datang dari luar, melainkan dari dalam diri sendiri. Kekuatan ini adalah fondasi bagi ketahanan mental, keteguhan hati, dan kemampuan untuk terus maju meski diterpa badai kehidupan.

Apa Itu Inner Will?

Inner will adalah komitmen batin yang tak tergoyahkan untuk bertahan dan melangkah maju. Ini bukan semata-mata motivasi sementara yang sering kali memudar, tapi sebuah daya dorong yang berakar dalam nilai, keyakinan, dan tujuan hidup kita. Ferrucci menekankan bahwa setiap manusia memiliki potensi ini, hanya saja sering tersembunyi oleh ketakutan, keraguan, dan tekanan dari luar.


Inner will bukan tentang menjadi sempurna atau selalu kuat. Sebaliknya, ia mengakui keberadaan rasa takut, rapuh, dan kegagalan, lalu mengajarkan kita untuk tetap memilih melangkah, meski dalam kondisi terburuk sekalipun. Kehendak batin adalah suara yang membisikkan, “aku akan tetap berjalan,” saat seluruh dunia tampak berkata sebaliknya.

Inti Pesan dari Buku Your Inner Will

Beberapa hal penting yang ditekankan dalam buku ini, antara lain:

  1. Kekuatan batin adalah pilihan sadar
    Kita mungkin tidak bisa mengontrol situasi di luar, tetapi kita bisa memilih bagaimana meresponsnya. Your Inner Will menyoroti pentingnya kesadaran penuh dalam mengambil keputusan yang selaras dengan nilai diri.

  2. Membentuk ketahanan mental
    Buku ini menguraikan bahwa kehendak batin tumbuh subur di tengah ketekunan. Setiap kali kita memilih untuk tidak menyerah, inner will kita menguat. Tantangan justru menjadi lahan latihan untuk membangun ketahanan.

  3. Menghubungkan dengan tujuan hidup
    Tanpa tujuan yang jelas, kehendak batin bisa melemah. Buku ini membimbing pembaca untuk menggali makna personal yang akan menjadi bahan bakar untuk mempertahankan daya juang.

  4. Belajar dari kisah nyata
    Buku ini juga diperkaya dengan kisah inspiratif dari individu yang mampu mengandalkan kekuatan batin mereka untuk mengatasi situasi ekstrem, mulai dari atlet, pebisnis, hingga penyintas tragedi.

Menyelami Diri Sendiri Lebih Dalam

Satu pelajaran yang terasa kuat dari Your Inner Will adalah tentang keberanian untuk menyelami diri sendiri. Kita diajak untuk duduk dalam keheningan dan bertanya, “Apa yang membuatku tetap bertahan selama ini?” Tidak jarang, jawaban atas pertanyaan tersebut membawa kita kembali ke kenangan masa lalu—saat kita pernah hampir menyerah, tapi akhirnya tetap memilih untuk bangkit. Buku ini mengajarkan bahwa inner will bukan sesuatu yang kita temukan di luar sana, tapi sesuatu yang sudah lama tinggal dalam diri, menunggu untuk kita sadari dan rawat.


Inner will adalah tentang menyalakan kembali api yang mungkin sempat padam oleh kerasnya hidup. Ia mengingatkan bahwa ketangguhan sejati bukan milik segelintir orang luar biasa, tapi milik siapa saja yang mau percaya bahwa dirinya mampu bertahan, belajar, dan terus bergerak maju.

Penutup

Buku Your Inner Will karya Piero Ferrucci bukan sekadar bacaan motivasi biasa. Ini adalah panduan praktis untuk mengenali dan mengaktifkan kekuatan dari dalam diri yang sering kali terlupakan. Kehendak batin adalah energi murni yang mampu mengubah cara kita menghadapi dunia.

Call to Action

Jika kamu merasa sedang kehilangan arah atau membutuhkan kekuatan untuk bangkit, luangkan waktu untuk membaca buku ini. Renungkan isinya, temukan kembali inner will yang mungkin sedang tertidur, dan izinkan dirimu untuk menjadi lebih kuat dari hari ke hari.


Sudahkah kamu mendengar bisikan kehendak batinmu hari ini?


Kindness: Kekuatan Lembut yang Mengubah Dunia

3/26/2025 04:37:00 PM 0 Comments


Di tengah dunia yang serba cepat, penuh kompetisi, dan terkadang terasa dingin, kita sering melupakan satu kekuatan sederhana namun luar biasa: kindness atau kebaikan hati. Dalam bukunya yang berjudul The Power of Kindness, Piero Ferrucci mengingatkan kita bahwa tindakan kecil yang penuh kasih dapat menciptakan gelombang perubahan, baik bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri.

Makna Kindness Menurut Piero Ferrucci

Ferrucci menggambarkan kindness bukan hanya sebagai sikap sopan atau basa-basi, melainkan sebagai kekuatan psikologis dan spiritual yang mendalam. Ia adalah kemampuan untuk hadir secara tulus bagi orang lain, mendengar tanpa menghakimi, memberi tanpa pamrih, dan memahami tanpa syarat. Ferrucci menunjukkan bahwa kebaikan bukan hanya membuat orang lain merasa dihargai, tetapi juga memperkaya batin dan kesehatan kita sendiri.


Lebih dari sekadar etika sosial, kindness adalah jembatan yang menghubungkan manusia dengan rasa kemanusiaan yang paling esensial.

Inti Pesan dari Buku Kindness

Buku ini membawa kita untuk merenungkan betapa pentingnya kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana kebaikan sejati mampu menyembuhkan luka yang dalam, baik pada diri kita maupun orang lain.

  1. Kebaikan sebagai kekuatan penyembuh
    Ferrucci mengungkapkan bahwa di balik kebaikan tersembunyi kekuatan penyembuhan emosional. Bahkan sebuah senyuman atau perhatian kecil dapat menjadi obat bagi jiwa yang kesepian atau terluka.

  2. Membangun koneksi yang tulus
    Dalam dunia yang sering didominasi oleh ego dan kepentingan pribadi, kindness membantu kita membangun relasi yang lebih jujur dan mendalam. Tindakan tulus membuka ruang bagi empati dan kepercayaan.

  3. Kebaikan yang membangkitkan kebaikan lain
    Ferrucci menekankan bahwa kebaikan bersifat menular. Satu tindakan baik dapat memicu rangkaian kebaikan lain di lingkungan kita, menciptakan efek domino yang memperbaiki suasana dan hubungan sosial.

  4. Kebaikan untuk diri sendiri
    Buku ini juga mengingatkan bahwa kindness dimulai dari diri sendiri. Dengan mengasihi diri, memaafkan kelemahan, dan memberi ruang untuk tumbuh, kita bisa menjadi pribadi yang lebih penuh welas asih kepada orang lain.

Kebaikan: Lembut Namun Kuat

Apa yang membuat buku ini berbeda adalah caranya menunjukkan bahwa kebaikan bukan kelemahan. Banyak yang menganggap kebaikan sebagai tanda lunaknya karakter, padahal justru dibutuhkan keberanian untuk bersikap baik di dunia yang kadang penuh sinisme.


Ferrucci membagikan berbagai studi dan kisah nyata yang menunjukkan bagaimana orang-orang yang hidup dengan prinsip kindness cenderung lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih kuat menghadapi tekanan hidup.


Kebaikan adalah bentuk kekuatan yang tidak kasat mata. Ia membentuk atmosfer di rumah, kantor, hingga masyarakat. Kebaikan tidak perlu aksi besar untuk dirasakan dampaknya; terkadang hanya butuh hadir dan mendengarkan sepenuh hati.

Penutup

Kindness karya Piero Ferrucci adalah bacaan penting bagi siapa saja yang ingin memahami bagaimana tindakan kecil, perhatian tulus, dan kasih sayang sederhana bisa mengubah hidup, baik hidup kita maupun hidup orang lain.

Call to Action

Sudahkah kamu menunjukkan kindness hari ini?


Cobalah mulai dari hal kecil—senyum, ucapan terima kasih yang tulus, atau sekadar mendengarkan seseorang tanpa terburu-buru. Dengan satu tindakan baik, kamu mungkin sedang menyalakan cahaya di dunia seseorang.


Master Your Money, Master Your Life: Kunci Menjadi Pemimpin atas Uang dan Hidup Anda

3/26/2025 04:36:00 PM 0 Comments

Masih tentang uang, kali ini saya akan membahas dari perspektif buku yang berbeda. 


Dalam buku Master Your Money, Master Your Life, Abhishek Kumar memberikan panduan praktis dan mendalam untuk siapa saja yang ingin menguasai uang dan menciptakan kehidupan yang lebih terarah. Buku ini mengajak kita untuk menyadari bahwa uang dan kehidupan tidak terpisahkan, dan siapa yang mampu mengatur keuangan dengan cerdas akan memiliki kendali yang lebih besar atas hidupnya.

Inti dari Buku Ini: Uang Adalah Kendali atas Hidup

Abhishek Kumar memulai dengan satu gagasan kuat: ketika kamu menguasai uangmu, kamu akan menguasai hidupmu. Banyak orang merasa terjebak dalam siklus gaji-bayar-tagihan yang tak pernah usai. Namun, dengan strategi yang tepat, kita bisa keluar dari lingkaran itu dan mulai mengendalikan arah hidup, bukan hanya keuangan.

Pilar Utama dari Master Your Money, Master Your Life

  1. Tentukan Prioritas Hidup Sebelum Menentukan Anggaran
    Menurut Kumar, kesalahan terbesar orang dalam mengatur uang adalah membuat anggaran tanpa tahu apa yang benar-benar penting dalam hidup mereka. Sebelum membuat anggaran, tanyakan: Apa tujuan hidup saya? Apa yang paling saya hargai? Setelah itu, baru uang diarahkan untuk mendukung prioritas tersebut.

  2. Bangun Kebiasaan Keuangan yang Sehat
    Buku ini mengajarkan kita membangun kebiasaan kecil yang berdampak besar, seperti menyisihkan dana darurat, mencatat pengeluaran, dan berinvestasi secara konsisten. Kumar menekankan bahwa kebebasan finansial bukan tentang jumlah uang semata, melainkan tentang pola dan disiplin.

  3. Ubah Mindset tentang Uang
    Abhishek Kumar juga menyoroti pentingnya memiliki mindset positif terhadap uang. Banyak orang memiliki keyakinan batin bahwa uang sulit didapat, atau bahwa uang adalah sumber masalah. Padahal, uang hanyalah alat. Buku ini mendorong pembaca untuk melihat uang sebagai sarana mencapai kebebasan dan kebahagiaan, bukan sebagai beban.

  4. Investasi pada Diri Sendiri
    Salah satu pesan kuat dari buku ini adalah pentingnya mengalokasikan waktu dan uang untuk pengembangan diri. Kumar percaya bahwa kemampuan mengelola diri—terutama dalam hal keterampilan, wawasan, dan mentalitas—adalah fondasi utama untuk menguasai keuangan dan kehidupan.

Dari Mengatur Uang ke Mengatur Kehidupan

Abhishek Kumar membimbing kita untuk tidak hanya menjadi "pengelola uang," tetapi menjadi "pemimpin hidup."

  • Kamu akan mulai merasa lebih percaya diri dalam mengambil keputusan finansial.
  • Kamu akan memiliki waktu dan kebebasan lebih untuk melakukan hal-hal yang kamu cintai.
  • Dan yang terpenting, kamu akan merasakan kepuasan emosional dan mental yang datang dari kontrol atas keuangan dan hidup.

Penutup

Master Your Money, Master Your Life bukan hanya sekadar buku tentang keuangan pribadi. Ini adalah peta jalan untuk mengubah hidup melalui pengelolaan uang yang bijak dan terencana.

Apakah kamu sudah siap menjadi pemimpin dalam keuangan dan hidupmu sendiri?

Call to Action

Mulailah hari ini: susun kembali prioritas hidupmu, dan biarkan uang menjadi alat untuk mewujudkannya.


 "If you don't control your money, your money will control you. The first step towards financial freedom is clarity on what truly matters in your life." 

Master Your Money, Master Your Life: Seni Mengendalikan Uang dan Kebahagiaan

3/26/2025 01:59:00 PM 0 Comments

Halo Sobat! Di posting sebelumnya saya sudah membahas mengenai buku berjudul "Happy Money" dari Ken Honda. Nah, kali ini saya ingin melanjutkan posting. Yuk simak!


Banyak orang menganggap uang hanya sebagai alat tukar, tapi bagaimana jika uang juga bisa menjadi kunci untuk mengendalikan hidup kita? Dalam bukunya Happy Money, Ken Honda menegaskan bahwa siapa yang mampu mengelola uang dengan bijak, sejatinya juga sedang mengatur arah kehidupannya.

Hubungan Antara Uang dan Kehidupan

Ken Honda tidak memandang uang hanya dari sisi materi, tetapi dari sudut pandang energi dan emosi. Ia percaya bahwa cara kita mengatur uang sangat mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari. Seseorang yang panik setiap melihat saldo rekening atau cemas setiap kali membayar tagihan, sering kali membawa kecemasan itu ke berbagai aspek kehidupannya.


Sebaliknya, orang yang memiliki hubungan yang sehat dan bahagia dengan uang akan lebih tenang, percaya diri, dan lebih mampu menikmati hidup.

3 Pilar Utama Menguasai Uang dan Hidup

  1. Sadari Pola Uang yang Kamu Warisi
    Ken Honda mengingatkan bahwa banyak dari kita tanpa sadar mewarisi "blueprint uang" dari keluarga atau lingkungan. Apakah kamu tumbuh dengan keyakinan bahwa uang adalah sumber masalah? Atau bahwa uang sulit didapat? Mengenali pola ini adalah langkah pertama untuk membebaskan diri dari cara pikir negatif tentang uang.

  2. Ubah Energi Uang Menjadi Positif
    Honda menyarankan agar kita mengubah cara berinteraksi dengan uang. Mulailah mengelola uang dengan rasa syukur dan kesadaran. Saat kita memperlakukan uang dengan energi positif—seperti rasa terima kasih saat menerima dan membelanjakan uang—kita sebenarnya sedang menciptakan kehidupan yang lebih damai dan harmonis.

  3. Pahami bahwa Uang Adalah Alat, Bukan Tujuan
    Menguasai uang bukan berarti menimbun sebanyak-banyaknya, melainkan menggunakan uang sebagai alat untuk menciptakan kehidupan yang bermakna. “Money should serve you, not control you.” Artinya, kita perlu memastikan uang membantu kita hidup sesuai nilai dan tujuan hidup, bukan membuat kita terjebak dalam siklus ketakutan atau kerakusan.

Uang dan Keseimbangan Hidup

Happy Money mengajarkan bahwa seseorang yang mampu mengelola uangnya dengan bahagia cenderung mampu mengatur berbagai aspek lain dalam hidupnya: mulai dari relasi, pekerjaan, hingga kesehatan mental. Uang yang sehat menciptakan rasa cukup dan damai, bukan sekadar angka dalam tabungan.


Menguasai uang berarti juga menguasai waktu, pilihan, dan kualitas hidup kita sendiri.

Refleksi: Apakah Kamu Sudah Mengendalikan Uangmu?

Ken Honda menantang pembacanya untuk melihat kembali hubungan mereka dengan uang:

  • Apakah kamu yang mengendalikan uang atau uang yang mengendalikanmu?
  • Apakah kamu merasa bebas dan bahagia ketika mengelola keuangan?
  • Apakah uang mendukung gaya hidup dan impianmu?

Penutup

Master Your Money, Master Your Life adalah salah satu pesan inti dari Happy Money. Ken Honda menunjukkan bahwa uang bisa menjadi sahabat yang membantu kita meraih hidup yang lebih damai dan bahagia, jika kita mengelolanya dengan rasa syukur dan penuh kesadaran.

Call to Action

Hari ini, coba luangkan waktu untuk mengevaluasi kembali hubunganmu dengan uang. Apakah sudah membantu menciptakan kehidupan yang kamu inginkan?


Happy Money: Rahasia Bahagia dalam Mengelola dan Menerima Uang

3/26/2025 01:50:00 PM 0 Comments

Uang adalah salah satu hal yang selalu hadir dalam kehidupan kita, tetapi seringkali uang menjadi sumber kecemasan, ketakutan, bahkan konflik. Lewat bukunya yang berjudul Happy Money, Ken Honda mengajak kita untuk mengubah cara pandang terhadap uang agar tidak hanya menjadi alat finansial, tetapi juga sumber kebahagiaan.

Apa Itu Happy Money?

Menurut Ken Honda, uang pada dasarnya memiliki dua energi: happy money dan unhappy money. Uang yang diterima dan dikeluarkan dengan rasa syukur, cinta, dan kebahagiaan adalah happy money. Sebaliknya, uang yang dihasilkan atau digunakan dengan rasa marah, takut, atau terpaksa adalah unhappy money. Honda menekankan bahwa uang membawa "energi" yang kita tanamkan saat berinteraksi dengannya.


Happy money bukan tentang seberapa banyak uang yang kita miliki, melainkan bagaimana kita memperlakukan dan memaknainya.

Pelajaran Penting dari Happy Money

  1. Mengucapkan terima kasih pada uang
    Ken Honda memperkenalkan kebiasaan sederhana yang bisa mengubah energi uang: ucapkan "arigato" atau "terima kasih" setiap kali kamu menerima atau membelanjakan uang. Dengan begitu, uang yang keluar dan masuk akan membawa getaran positif bagi hidup kita.

  2. Mengelola uang dengan perasaan bahagia
    Buku ini mendorong kita untuk berhenti mengelola uang dengan ketakutan. Ken Honda percaya bahwa ketika kita merasa damai dan senang saat mengatur keuangan, uang pun akan “datang” dengan lebih mudah dan membawa berkah.

  3. Mengenali hubungan emosional kita dengan uang
    Banyak dari kita yang tumbuh dengan ketakutan atau trauma terkait uang, seperti rasa takut kekurangan atau rasa bersalah saat memiliki uang lebih. Happy Money mengajarkan kita untuk menyembuhkan luka ini dengan menciptakan hubungan yang sehat dan penuh syukur terhadap uang.

  4. Berbagi sebagai bentuk memperlancar aliran uang
    Honda juga menekankan bahwa berbagi adalah bagian penting dari menciptakan happy money. Saat kita memberi dengan ikhlas, kita memperlancar aliran energi uang, dan secara tidak langsung, membuka diri untuk menerima lebih banyak kebahagiaan dalam hidup.

Uang yang Mengalir dengan Bahagia

Ken Honda membagikan banyak kisah nyata tentang orang-orang yang memiliki "uang bahagia"—mereka yang tetap merasa tenang dan bahagia dalam kondisi finansial apapun. Ia menekankan bahwa uang tidak perlu menjadi sumber stres jika kita mengubah sikap mental kita.


“When you treat money well, it treats you well in return.”


Artinya, saat kita memperlakukan uang dengan penuh rasa syukur dan cinta, uang akan “membalas” dengan datang ke dalam hidup kita dengan cara yang lebih ringan dan penuh berkah.

Refleksi: Apakah Uangmu Membahagiakan?

Setelah membaca Happy Money, kita diajak untuk merenung: apakah uang yang kita miliki saat ini adalah happy money atau unhappy money? Apakah kita menghasilkan uang dari pekerjaan yang kita cintai? Apakah kita membelanjakan uang dengan hati yang damai dan penuh terima kasih?


Ken Honda mengajak kita untuk lebih sadar dalam setiap interaksi dengan uang, agar ia menjadi sarana yang memperkuat kesejahteraan emosional dan spiritual kita, bukan sebaliknya.

Penutup

Happy Money adalah lebih dari sekadar buku keuangan. Ia adalah panduan untuk membangun hubungan yang sehat dan membahagiakan dengan uang, sekaligus membuka pintu bagi kelimpahan yang datang dari rasa syukur dan cinta.

Call to Action

Setiap kali kamu memegang uang hari ini—baik saat menerima atau membelanjakan—cobalah ucapkan terima kasih. Rasakan perbedaannya.

Apakah uang yang mengalir dalam hidupmu sudah membawa kebahagiaan?


The Magic of Thinking Big: Belajar Berpikir Besar Lewat Sejarah Tuhan dan Manusia

3/26/2025 09:32:00 AM 0 Comments

Apa hubungan antara cara kita berpikir besar dengan sejarah kepercayaan manusia terhadap Tuhan? Bisa jadi lebih dekat dari yang kita kira.


Setelah membaca God: A Human History of Religion karya Reza Aslan (review ada di posting sebelumnya), saya sadar bahwa salah satu benang merah yang tak kasatmata dari sejarah umat manusia adalah keberanian mereka untuk "berpikir besar." Manusia purba yang memandang petir dan angin sebagai kekuatan supranatural, atau suku-suku kuno yang membayangkan dewa-dewi yang mengatur semesta—semua itu adalah contoh awal dari thinking big. Mereka tidak puas hanya dengan penjelasan sederhana, mereka mencari makna yang lebih besar di balik fenomena.


Seperti kata David J. Schwartz dalam The Magic of Thinking Big:
"Believe it can be done. When you believe something can be done, really believe, your mind will find the ways to do it."


Manusia dari masa ke masa selalu percaya bahwa ada "sesuatu yang lebih besar" di balik hidup mereka. Dan keyakinan itu melahirkan perubahan besar: dari sistem kepercayaan hingga kebudayaan yang membentuk dunia seperti sekarang.


Apa kaitannya dengan hidup kita?

The Magic of Thinking Big mengajarkan bahwa untuk mencapai hal besar, kita harus berani membayangkan hal besar terlebih dahulu. Sedangkan Aslan lewat bukunya memperlihatkan bahwa manusia memang sejak dulu punya kecenderungan alami untuk melihat dunia sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar materi—bahwa hidup selalu mengandung makna lebih besar.

Kedua buku ini mengajarkan kita:

  • Jangan membatasi diri hanya dengan kenyataan yang ada di depan mata.
  • Imajinasi dan kepercayaan yang besar bisa mengubah peradaban.


Berpikir besar bukan soal sombong, tapi tentang membuka diri pada potensi yang lebih luas.


Schwartz juga menulis:

"Think little goals and expect little achievements. Think big goals and win big success."


Sejarah agama juga mengajarkan hal yang sama: ketika manusia "berpikir besar" tentang dunia spiritual, mereka membangun budaya, hukum, bahkan peradaban yang melampaui zamannya.



Pesan-Pesan Penting dari The Magic of Thinking Big:

  1. Berpikir besar membuka peluang besar.
    Orang yang membatasi dirinya dengan pikiran kecil, akan cenderung berhenti di zona nyaman. Sebaliknya, mereka yang membayangkan hal besar, akan menemukan jalan untuk mencapainya.

  2. Percaya pada diri sendiri adalah kunci utama.
    Schwartz menekankan pentingnya membangun keyakinan bahwa kita mampu. Pikiran positif ini akan menular ke tindakan sehari-hari.

  3. Hindari "excuse-itis" atau kebiasaan membuat alasan.
    Banyak orang gagal karena selalu punya alasan kenapa mereka tidak bisa. Orang sukses fokus pada solusi, bukan keterbatasan.

  4. Bertindak seolah-olah kesuksesan sudah di depan mata.
    Schwartz bilang, “Berpikir besar adalah tentang membentuk pola pikir yang mendorong tindakan besar.”
  5. Lingkungan memengaruhi pola pikir.
    Buku ini juga menyoroti pentingnya berada di sekitar orang-orang yang mendorong kita untuk berkembang dan berpikir lebih luas.


Pesan di akhir:

Sejarah manusia membuktikan bahwa berpikir besar adalah bagian dari DNA kita sejak dulu. Kita selalu mencari makna yang lebih luas, tujuan yang lebih tinggi, dan kemungkinan yang lebih besar. Jadi, jika nenek moyang kita saja mampu membangun peradaban dengan berpikir besar tentang dunia dan Tuhan, apa alasan kita untuk tidak mulai thinking big hari ini?

"Think big, act big, and you’ll live big."


Refleksi Pribadi

Setelah merenungkan isi dari kedua buku ini, saya jadi bertanya pada diri sendiri: sudah sejauh mana saya berani bermimpi dan bertindak besar dalam hidup ini? Kadang kita terjebak dalam rutinitas, berpikir realistis saja sudah cukup, tapi lupa bahwa nenek moyang kita membangun dunia dari keyakinan dan imajinasi besar mereka. Mereka tidak hanya membangun rumah, tapi membangun kuil, tatanan masyarakat, dan bahkan ide tentang surga.


Apakah kita hari ini masih membawa semangat itu? Atau kita justru terlalu sibuk memikirkan "apa yang mungkin salah" daripada "apa yang mungkin berhasil"?

Pertanyaan untuk Kamu

  1. Kapan terakhir kali kamu membiarkan dirimu berpikir besar tanpa rasa takut gagal?
  2. Apakah selama ini kamu lebih sering membatasi diri karena takut "tidak realistis"?
  3. Jika kamu bisa mewujudkan satu hal besar dalam hidup, apa yang akan kamu pilih?
  4. Apakah lingkungan dan orang-orang di sekitarmu mendukung kamu untuk berpikir besar?

Ajak Diri untuk Bergerak

Terkadang, membaca buku seperti The Magic of Thinking Big atau God: A Human History of Religion bukan hanya soal memahami teori, tapi menggunakannya sebagai cermin. Cermin untuk menilai sejauh mana kita sudah menjalani hidup dengan keberanian, imajinasi, dan kepercayaan diri yang besar.


Jadi, apa langkah pertama yang bisa kamu ambil hari ini untuk mulai berpikir dan bertindak lebih besar?

Menyelami Sejarah Tuhan: Ketika Manusia Menciptakan Tuhan Serupa Dirinya

3/26/2025 09:17:00 AM 0 Comments


Apa jadinya kalau kita memandang Tuhan seperti kita memandang sesama manusia? Pertanyaan ini jadi inti dari buku God: A Human History of Religion karya Reza Aslan, seorang penulis sekaligus akademisi yang sudah lama mengulik soal agama dan spiritualitas.


Lewat buku ini, Aslan mengajak kita berjalan mundur ribuan tahun ke belakang. Ia menunjukkan bagaimana sejak zaman purba, manusia punya kecenderungan untuk membentuk gambaran Tuhan berdasarkan diri mereka sendiri—punya tangan, kaki, emosi, bahkan suka marah dan cemburu.


“Aslan menulis, 'The history of religion is, in many ways, the history of human beings projecting their own image onto the divine.'


Dengan kata lain, kita sering kali membayangkan Tuhan sebagai "versi super" dari manusia. Mulai dari dewa-dewi Mesopotamia yang menyerupai raja-raja, hingga Tuhan yang kita kenal dalam monoteisme yang tetap memiliki sifat-sifat manusiawi seperti kasih, murka, atau kecemburuan.


Yang menarik, Aslan juga mengupas tentang keinginan manusia untuk tidak hanya mengenal Tuhan secara eksternal, tapi juga merasakan kehadiran-Nya di dalam diri. Maka tak heran muncul konsep "kesatuan" dalam banyak tradisi mistik, seperti sufi dalam Islam atau para mistikus Kristen yang berbicara tentang ‘menyatu dengan Tuhan’.


“Aslan bilang, ‘To know God, one must become God’.” Sebuah kalimat yang memicu pemikiran lebih dalam.


Buku ini mengingatkan kita bahwa manusia, sejak awal peradaban, selalu berusaha memahami yang tidak kelihatan melalui lensa yang akrab—yakni diri kita sendiri. Tapi pertanyaannya, apakah kita sudah cukup bijak untuk membedakan mana gambaran Tuhan yang kita ciptakan, dan mana pengalaman sejati tentang Tuhan?


Mungkin sudah saatnya kita berhenti bertanya seperti apa Tuhan itu dalam bentuk manusiawi, dan mulai bertanya lebih dalam: "Bagaimana Tuhan hadir dalam hidup kita, dan apa makna-Nya bagi kita pribadi?"


Pada akhirnya, mengenal Tuhan adalah perjalanan mengenal diri sendiri.


Refleksi:

Buku ini bukan tentang meragukan Tuhan, tapi tentang memahami bagaimana manusia membangun konsep ketuhanan. Bahwa perjalanan spiritual adalah bagian dari naluri terdalam manusia yang selalu mencari makna, koneksi, dan jawaban.


Berikut beberapa pesan utama dari God: A Human History of Religion karya Reza Aslan:

1. Tuhan adalah cerminan manusia

Pesan utama dari buku ini adalah bahwa sepanjang sejarah, manusia selalu memproyeksikan sifat dan bentuknya sendiri ke dalam konsep Tuhan. Kita membayangkan Tuhan punya emosi, kehendak, bahkan wujud yang serupa dengan manusia agar terasa lebih dekat dan mudah dipahami.

2. Agama tumbuh dari kebutuhan manusia akan makna

Aslan menegaskan bahwa kepercayaan kepada kekuatan yang lebih besar adalah upaya manusia untuk mengisi kekosongan eksistensial. Sejak manusia mulai bertanya soal hidup, mati, dan alam semesta, lahirlah mitos dan kepercayaan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak mereka pahami.

3. Evolusi kepercayaan sejalan dengan evolusi peradaban

Kepercayaan kepada roh nenek moyang, dewa-dewi, hingga Tuhan yang tunggal berkembang seiring dengan perubahan sosial dan budaya manusia. Setiap fase sejarah agama mencerminkan tahap perkembangan psikologis dan intelektual umat manusia.

4. Tuhan tidak hanya di luar, tapi juga di dalam

Aslan mengajak kita melihat bahwa banyak tradisi spiritual mengajarkan kesatuan antara manusia dan Tuhan. Bahwa Tuhan bukan hanya sesuatu yang jauh "di luar sana," tetapi bisa ditemukan di dalam kesadaran dan pengalaman batin manusia.

5. Pertanyaan tentang Tuhan adalah perjalanan pribadi

Buku ini mendorong kita untuk menyadari bahwa setiap orang punya tafsir dan pemaknaan sendiri tentang Tuhan, tergantung latar belakang, pengalaman, dan kebutuhan spiritualnya. Tidak ada satu jawaban tunggal yang bisa berlaku untuk semua orang.

6. Jangan berhenti bertanya

Aslan mendorong pembaca agar selalu kritis dan reflektif dalam melihat hubungan antara manusia dan yang Ilahi. Ia mengingatkan kita bahwa memahami agama dan Tuhan adalah perjalanan panjang yang tak pernah selesai.


Tuesday, March 25, 2025

Kenapa Kamu Pilih Menghilang Tanpa Kabar Ketimbang Bilang Putus (Bagian 3)

3/25/2025 02:33:00 AM 0 Comments

Berikut lanjutan seri blog post sebelumnya ya sobat:

Tentang Luka yang Tak Terlihat Tapi Menganga

Orang mungkin tak melihat air matamu. Mungkin juga mereka tak paham kenapa kamu begitu hancur padahal “dia hanya pergi.” Tapi luka karena ditinggalkan tanpa penjelasan itu berbeda. Ia tak berdarah, namun nyerinya menembus logika. Ia tak tampak, namun mengguncang kepercayaan diri, membuatmu bertanya-tanya: apakah aku tidak cukup pantas untuk diberi kepastian?

Trauma Percakapan yang Tak Pernah Ada

Kini, kamu takut pada jeda. Takut pada keheningan. Setiap pesan yang tak dibalas terasa seperti alarm. Setiap kata yang tak dilanjutkan membuatmu sesak. Kepergiannya mengajarkan kamu takut percaya, takut memberi hati, takut jatuh. Karena di masa lalu, kamu pernah memberi semuanya, tapi dia pergi begitu saja—tanpa penjelasan, tanpa kata, tanpa perpisahan yang layak.

Harusnya, Kau Bisa Bicara

Padahal kamu hanya butuh satu hal: kejujuran. Apapun alasannya, kamu bisa menerimanya, asal dia bicara. Tapi mungkin baginya, berbicara itu sulit. Mungkin, menghilang terasa lebih mudah daripada menghadapi kesedihanmu. Tapi mereka lupa, kepergian diam-diam justru melukai jauh lebih dalam.

Yang Tertinggal Bukan Hanya Kenangan

Yang tertinggal setelah kepergiannya bukan hanya memori, tapi trauma. Kamu belajar menjadi dingin, waspada, dan menjaga jarak. Bukan karena kamu ingin, tapi karena kamu tak ingin terluka lagi oleh kepergian yang tak terucap. Kamu memahat dinding, menutup pintu, dan menahan diri untuk percaya lagi.

Tapi Luka Ini Bukan Akhir Cerita

Waktu berjalan, dan luka mulai perlahan mereda. Kamu belajar melepaskan tanpa harus mendapat jawaban. Kamu mulai memahami, bahwa tidak semua orang mampu menghadapi akhir dengan dewasa. Dan dari situ, kamu tumbuh. Tak lagi mendamba balasan pesan, tak lagi menanti kabar yang tak akan datang.

Hari Itu, Kamu Berdamai

Di satu titik, kamu akan duduk sendiri, memandangi langit sore, dan sadar: kamu telah cukup. Kamu telah berjuang. Kamu telah bertahan. Dan meski dia tak pernah berkata “selamat tinggal,” kamu memilih untuk berkata, “terima kasih telah pergi.” Karena dari kepergiannya, kamu akhirnya belajar mencintai dirimu sendiri bahkan bertemu dengan sosok yang lebih baik.


Kenapa Kamu Pilih Menghilang Tanpa Kabar Ketimbang Bilang Putus (Bagian 2)

3/25/2025 02:32:00 AM 0 Comments

Halo Sobat, ini kelanjutan dari tema sebelumnya:


Ketika Diamnya Menjadi Hantu yang Menghantui

Setelah dia pergi tanpa kabar, yang tertinggal hanyalah ruang kosong yang terus terisi oleh berbagai pertanyaan. Bukan hanya tentang kepergian, tapi juga tentang dirimu sendiri. Apa aku kurang baik? Apa aku terlalu banyak menuntut? Atau memang aku yang salah hingga dia memilih pergi tanpa pamit?


Kepastian yang Tak Pernah Diberikan

Yang paling menyakitkan bukan hanya kepergian itu sendiri, tapi ketidakjelasan yang dibiarkan menggantung. Tanpa “putus” yang terucap, tanpa kata “selesai” yang jelas, hubungan seakan tetap berada di ruang abu-abu yang sulit dipecahkan. Kamu terjebak dalam kebingungan: apakah harus menunggu atau mulai melangkah?


Belajar Memaafkan Tanpa Mendengar Alasan

Di sinilah letak tantangan terbesar. Bagaimana memaafkan seseorang yang bahkan tidak memberikanmu alasan? Kamu harus berjuang sendiri, memeluk dirimu yang hancur, dan meyakinkan diri bahwa kamu pantas bahagia meski tanpa jawaban dari orang yang memilih pergi.


Menghargai Diri Sendiri yang Bertahan

Ada kekuatan luar biasa dalam diri orang yang ditinggalkan tanpa kata. Tidak mudah bertahan di tengah rasa sakit yang samar tapi tajam. Tapi dari situlah kamu belajar tentang harga diri. Tentang tidak semua hal harus kamu pahami sepenuhnya untuk bisa melepaskan.


Mungkin, Itu Tentang Mereka. Bukan Tentangmu

Pelan-pelan kamu akan sampai pada satu pemahaman: keputusan mereka menghilang bukan cerminan dari nilai dirimu. Itu adalah cerminan dari ketidaksiapan atau ketidakmampuan mereka menghadapi situasi dengan kepala tegak. Dan kamu tidak bisa terus menyalahkan diri sendiri atas keputusan yang mereka buat.


Melangkah Tanpa Mereka

Pada akhirnya, kamu tetap harus melangkah. Meski perpisahan ini tidak diakhiri dengan baik, kamu tetap layak menemukan ketenanganmu sendiri. Kamu pantas memulai kembali dengan hati yang lebih kuat, lebih bijak, dan lebih mencintai diri sendiri.


Untuk Kamu yang Pernah Ditinggalkan Tanpa Kata

Semoga kamu tahu, kamu sudah lebih dari cukup. Kamu layak mendapat seseorang yang berani, yang hadir, dan yang mampu berkata “selamat tinggal” dengan hormat. Karena cinta yang sehat selalu berjalan beriringan dengan kejujuran, bahkan saat itu pahit.


Lanjut ke bagian 3 ya di posting berikutnya...