Follow Us

Thursday, March 13, 2025

Kisah Low Back Pain dan Ischialgia

3/13/2025 06:45:00 AM 0 Comments
Lama tak bersua ya sobat. Lama sekali ternyata saya tidak posting apapun di blog ini. Walau lama vakum, blog ini masih tetap hidup. Masih ada saja yang mengakses setiap hari. Saya harus mulai kembali mengurus blog ini. Untuk posting pertama di tahun 2025 ini adalah tulisan lama saya yang mengendap di draf. Saya putuskan untuk memposting hari ini, siapa tahu ada membawa manfaat untuk siapapun yang membaca tulisan ini. Selamat membaca!





24 Oktober 2024

Halo sobat lama tidak berjumpa. Apa kabar kalian semua? Semoga semuanya sehat dan bahagia ya. Kali ini saya mau cerita keabsenan saya selama ini. Selain karena memang terhanyut dalam kehidupan nyata sehari-hari, saya sempat mengalami sakit dalam 2 bulan ini yaitu low back pain dan ischialgia. Wah apaan itu ya. 

Hari ini saya punya semangat untuk menulis. Saya akan ceritakan kronologisnya. Semoga bisa bermanfaat untuk kalian semua. 

Awal puasa lalu (12 Maret 2024) saya merasakan ngilu di panggul kiri (tepatnya bokong -- saya sebut panggul saja ya sobat biar lebih nyaman). Ketika duduk di bawah kaki serba salah karena rasanya sampai betis seperti ada yang salah. Posisi apapun salah. Awalnya cuma seperti keseleo saya pikir. Saya masih bisa berjalan normal, sholat normal sehingga saya pun pergi kerja seperti biasa berjalan kaki. Anehnya lebih enak jalan daripada diam tiduran. Karena ketika tiduran mau bangun susah. Bangun harus miring ke kanan. 

Lama-lama kok saya merasa ada yang salah ini. Bukannya sembuh dengan sendirinya eh malah jadi susah jalan. Saya jalan ke kamar mandi saja pelan-pelan. Tapi masih bisa sholat berdiri. Berhubung itu masih hari libur jadi masih aman saya tidak ke mana-mana beberapa hari. Yang menyedihkan adalah saya harus mulai masuk kerja lagi. Haduh, bagaimaana ini saya sulit berjalan. Bagaimana caranya mau ke kantor. Akhirnya saya kelaur jalan kaki pelan-pelan sekali sampai jalan raya naik bajaj. Sampai di kantor saya jalan lagi pelan-pelan menuju gedung tempat ruangan saya berada. Saya naik tangga pelan-pelan sambil pegangan pada besi di pinggir tangga. Security melihat saya mungkin aneh tapi ya sudahlah baiekan saja. Akhirnya pun saya sampai di ruangan. Saya masih bisa kerja biasa sampai akhirnya jam 12 siang saya harus sholat zuhur dan saya merasa kesulitan berdiri dari kursi saya. Sakit. Lalu saya dibantu teman saya ke musholla. Padahal mushollanya paling dekat dengan kursi saya. Saya pun jalan pelan-pelan sambil pegangan tembok dibantu teman saya. Akhirnya saya sholat sambil duduk di kursi.

Setelah sholat saya dibawa ke klinik kantor. Ini pertama kalinya saya naik kursi roda. Berasa seperti disable. Astaghfirullahaladzdim. Di sana saya diberi obat dan surat keterangan sakit. Lalu saya diantar pulang. Keadaan saya semakin parah. Semakin sulit berjalan. Saya dibantu teman saya sampai kosan. Sampai di kos saya disuruh istirahat di tempat ibu kos. Berhubung saya puasa dan tidak ingin membatalkan puasa, jadi saya tiduran saja sambil menunggu magrib.

Setelah buka puasa saya minum obat dan sekitar jam 11 malam kakak saya datang menjemput saya. Mungkin karena efek obat saya bisa berjalan ketika kakak saya datang. Tapi kemudian saya melemah lagi. Efek obat tidak lama. Tapi setidaknya lumayan. Saya jadi bisa berjalan ke kamar mandi. 

Saya pun pamit pergi ke tempat kakak saya. Saya istirahat selama 5 hari dari rabu hingga minggu di rumah kakak saya. Saya minum obat dan hanya istirahat selama di sana. Perlahan-lahan saya mulai membaik. Saya bisa berjalan sendiri. Dan hari minggu saya pulang ke Jakarta lagi karena senin harus masuk kerja lagi. Akhirnya saya kerja selama 3 hari senin sampai rabu dan WFA dari kamis hingga jumat. Sabtu saya mudik ke kampung. 

Saya mudik naik damri karena sudah lama pesan tiket dari sebelum puasa. Tadinya saya berpikir untuk tidak pulang jika kondisi tubuh tidak memungkinkan. Tapi akhirnya saya pulang walau harus menahan sakit selama di jalan. Saya berpikir damri masih lebih lumayan ketimbang naik pesawat. naik pesawat tidak enaknya karena harus jalan kaki jauh di bandara sementara saya tidak sanggup jalan kaki jauh. Jika naik damri permasalahannya adalah harus naik turun tangga di kapal feri. Dan saya pun menderita karena naik turun tangga. Sementara saya membawa tas berat berisi laptop. Saya merasakan sakit di tulang ekor.

Selama di rumah, saya hanya mengoles-oleskan salep dari dokter klinik kantor yang masih tersisa. Kemudian setelah lebaran begitu klinik spesialis sudah mulai buka, saya berobat ke spesialis saraf. Di sana diketahui saya menderita ischialgia yaitu sakit pada panggul yang menjalar hingga betis. Saya ditanya apakah saya ada riwayat jatuh. Saya bilang ada 2020 tapi jatuhnya ke kanan. Ini saya sakitnya di kiri. Lalu saya ditanya apakah ada kesemutan atau sakit di bagian perut. Saya bilang tidak. Lalu saya diberi obat dan vitamin. Saya pulang. Beberapa hari minum obat, saya mulai pelan-pelan membaik. Tapi tentu belum sembuh total. Obat belum habis, saya sudah harus ke Jakarta lagi. 

Saya pun berhasil ke Jakarta dengan naik pesawat. Hanya saja karena jalannya jauh di bandara tentu saya masih belum begitu kuat. Apalagi saya menggendong tas berat berisi laptop dan pernak-perniknya. Di kosan saya merasa sakit lagi. Merasa tidak tahan, akhirnya saya mencari dokter spesialis saraf lagi. Setelah mencari beberapa dokter yang dekat domisilinya dengan tempat tinggal saya, akhirnya saya putuskan ke dokter Indrajana Soediono di daerah Batu Ceper. Beliau buka praktek di rumahnya. Waktu itu saya sempat berdoa semoga dokternya ada. Alhamdulillah dokternya ada. Ternyata beliau sudah sangat sepuh. Beliau masih bekerja di RS Medistra dan buka praktek di rumah saat pagi saja.

Saya ditanya keluhan saya apa. Lutut saya dicek masih bagus kata beliau. Saya diberitahu cara bangun tidur harus miring kanan dahulu agar tidak sakit. Saya diberi resep obat dan rujukan rontgen. Obat diberi untuk 10 hari tapi saya tebus untuk 5 hari dahulu. Nah, saya pun kemudian rontgen di lab Gunung Sahari. Syukurnya tidak perlu buka-buka baju karena sudah canggih. Karena saya rontgen saat hari sabtu, sehingga hasilnya keluar pada hari senin. Setelah hasil keluar saya kembali ke dokter Indrajana dan dari hasil rontgen beliau menyarankan untuk fisioterapi dan renang. Berhubung saya tidak bisa renang maka disarankan untuk jalan kaki saja di dalam air setinggi dada. 

Tadinya saya pikir tempat terapinya ada di tempat lain tapi ternyata ada di samping belakang rumah dokter Indrajana. Bersyukur karena tidak perlu jauh-jauh. Saya disarankan 3-5 kali terapi. Saya pun kemudian mulai terapi. 5 kali terapi saya masih belum sembuh. Progres saya sangat lambat. Mungkin karena saya juga belum pernah terapi air di kolam renang sehingga lambat progresnya. Kalau di bagian tulang ekor memang lebih cepat sembuhnya, 3x terapi sudah terasa hasilnya. Tapi di bagian panggul yang membandel. Akhirnya saya terus-menerus terapi. Awal-awal saya ambil 2x seminggu terapi. setelah 10x terapi saya merasa sudah ada progres dan lumayan enak buat jalan kaki lagi, dosis terapi diturunkan menjadi 1x seminggu. Saat itu memang saya juga sudah  mulai mencoba terapi air 2x seminggu. Kemudian saya lanjut fisioterapi 1x seminggu dan terapi air 1x seminggu. 

Saat terapi air di kolam renang ternyata banyak juga ibu-ibu yang terapi, mayoritas nenek-nenek ya. Saya pun diajari cara gerak seperti apa saja. Mereka baik-baik. Ada pula kakek-kakek yang bertanya dalam rangka apa saya ke kolam renang. Saya bilang terapi. Beliau bilang masih muda kok bisa kena saraf kejepit apa pernah jatuh. Karena memang rata-rata yang kena dan terapi di sana sudah tua-tua. Ya allah berasa sedih. Saya juga tidak pernah menyangka bakal sakit seperti ini. Sejujurnya mental saya sangat down terkena penyakit ini. Tapi saya semangati diri saya untuk bisa sembuh. Karena entah kenapa setiap ketemu orang dan mengobrol saraf kejepit, ceritanya selalu saja bilang tidak sembuh. Padahal sudah fisioterapi. Ada yang sudah setahun lebih kena saraf kejepit sudah 36x fisioterapi akhirnya berhenti dan rutin terapi air saja tapi masih minum obat. Terapis saya juga bilang biasanya tidak bisa sembuh 100%, mungkin sekitar 70%, rasa sakitnya bisa sembuh tapi ada kemungkinan mengulang dan masih harus terus terapi.

Saya pernah bertanya dokter Indrajana apakah saya bisa sembuh. Beliau bilang harus sembuh. Saya pun cukup lega mendengarnya. Teman saya seorang dokter juga bilang bisa sembuh karena kondisi tubuh seseorang berbeda-beda. Saya pikir benar juga ya kita tidak ada yang tahu, apa yang tidak berlaku untuk orang lain mungkin saja berlaku untuk kita dan sebaliknya. Jadi saya tanamkan pikiran positif saja dan terus berikhtiar untuk bisa sembuh. Walaupun dalam perjalanannya ini sangat lambat progres saya tapi progresnya ada. Sudah 4 bulan saya sakit ini dan saya merasa aktivitas saya jadi terganggu tapi saya tetap beraktivitas seperti biasa. Sekarang menjadi terbatas sekali aktivitas saya yang membutuhkan gerak. Saya tidak pergi jauh-jauh dahulu. 

Terkadang memang saya melo. Saat lagi sendirian dan merenung. Apa iya akan seumur hidup saya sakit seperti ini. Karena memang ketika satu bagian tubuh sakit maka semua merasakan sakit sehingga mental kita menjadi jatuh. Ya Allah semoga saya diberi kesembuhan. 

6 Oktober 2024 08.30 pm

Jalan setengah tahun mengidap sciatica

Sekitar pertengahan september 2024 saya mulai mencoba gerakan peregangan atau stretching untuk penderita sciatica di youtube.  Ketemulah satu channel yang menurut saya cocok untuk diikuti. Kemudian saya melihat deretan channel-channel di bawahnya yang juga menampilkan bahasan tentang sciatica. Lalu saya tertarik pada 1 channel yaitu Pak BennyW Tan. Di sana saya lihat Pak Benny membahas banyak tentang kesehatan da tips-tips gerakan untuk penderita sciatica. Karena beliau pernah menderita sciatica selama 2 tahun dan sembuh, saya pun mulai merasa ada secercah cahaya "Wah ternyata bisa sembuh" batin saya. Beliau bilang 90an persen. Angka yang jauh lebih tinggi ketimbang yang diucapkan oleh terapis saya. terapis saya mengatakan sekitar 70%. Coba bayangkan? Betapa ciutnya hati saya mendengar hal itu. Dan memang ketika merasa sakit pasti ada perasaan desperate di hati saya. Namun ketika merasa enakan, saya pun termotivasi dan yakin bisa sembuh. Saya baca komen-komen di video-videonya ternyata banyak yang cocok dan sembuh. Saya jadi semakin termotivasi. Walau sebenarnya saya tidak tahu seberapa tingkat keparahan mereka yang komen itu. Karena kondisi tubuh kan berbeda-beda. Tentunya efek treatment juga tidak sama.

Gerakan yang rutin saya lakukan tiap hari adalah ATT (ajaib tempel tembok) 3 menit sekali melakukan gerakan dan sehari bisa 2 sampai 4 kali. Untuk gerakan lain saya kombinasikan dari youtuber lain. Favorit saya adalah Dr. Rowe. Beliau memberi banyak tips gerakan yang bisa dicoba. Beberapa yang saya ikuti ada yang memberikan efek instant relief. Memang ada efeknya untuk mengurangi nyeri. Tapi memang butuh waktu untuk hasil yang lebih besar. Jalan 3 minggu pelan-pelan ada kemajuan. Ketika tidur telentang di bagian betis sudah tidak merasa seperti ketarik-tarik. Lebih enakan buat jalan kaki.   

Tak terasa sudah setengah tahun lamanya saya hidup dengan sciatica. Dan tiada hari tanpa merasa sakit. Sakit yang saya rasakan sangat bervariasi. Bisa berubah-ubah setiap hari. Ada rasa nyeri, ngilu, pegal, dan rasa-rasa yang tak bisa saya deskripsikan, entah apa namanya. Siapa pun yang membaca tulisan ini semoga tidak merasakan sakit yang saya rasakan karena sangat menyiksa.

Di setengah tahun perjalanan saya bersama sciatica saya mulai rutin melakukan gerakan peregangan setiap hari dan bersyukur sejak saat itu saya berhenti minum obat pereda nyeri. Obat terakhir yang saya minum memberi efek mengantuk dan juga seperti melayang rasanya sangat tidak nyaman seperti antara nyata dan tidak. Apalagi saya sambil bekerja. 

Bersambung ke posting selanjutnya ya...