Follow Us

Sunday, July 28, 2019

Saat Ketemu Lagi Teman Masa Muda - Inilah yang Terjadi!



Yuk simak cerita saya bersama teman-teman saya awal januari 2019 silam. Kami bertemu karena mereka bertandang ke rumah saya begitu tahu saya pulang kampung. Saya senang sekali mereka datang, sungguh tidak menyangka. Oya, mereka semua hadir ke reuni alumni SMP akhir desember lalu sementara saya tidak bisa hadir karena saya masih di Jakarta dan baru pulang awal januari. Mereka datang ke rumah saya begitu tahu saya pulang. That's so sweet! :)

A
Lulus SMK, merantau ke Malaysia. Pulang kemudian menikah. Saya sempat menghadiri pesta pernikahannya walau tidak mendapat undangan. Saat itu, saya sedang pulang kampung. Saya diajak sahabat saya untuk hadir. Kemudian dia sempat bertandang ke rumah saya sekali beberapa tahun kemudian. Dan kemarin tiba-tiba dia whatsapp saya. Dia pun datang ke rumah saya silaturahmi. Dia pun bercerita bahwa pernikahannya yang saya hadiri dulu kala gagal. Namun dia langsung mendapat gantinya. Bayangkan saja tidak sampai setahun dia menikah lagi. Setahun menikah dua kali. Saya pun bertanya apa rahasianya. Hehe. Kok bisa begitu cepatnya. Maksud saya kok bisa langsung klik begitu kenal lelaki baru. Dia sudah dikaruniai seorang anak perempuan dari pernikahannya yang kedua yang saat ini sudah sekolah SD. Pekerjaan teman saya ini adalah sebagai ibu rumah tangga.

B
Sudah mempunyai dua orang anak. Satu anak sudah masuk SMP dan satu lagi baru berusia 3,5 tahun. Teman saya ini datang menyusul A ke rumah saya. Sejak dulu memang sudah tinggi besar. Saat ini makin subur. Alhamdulillah. Pertanda hidup bahagia ya kan? Hehe. Teman saya ini juga seorang ibu rumah tangga. Sebelumnya pernah berjualan makanan namun berhenti karena mempunyai anak kecil. Saat ini hanya mengurus rumah dan sambilan tanam-menanam sayuran di kebun serta beternak ikan untuk mengisi waktu luang. Dulu saya sempat SMP SMA bareng dia. Bahkan dari SD saya sudah tahu dia karena kami satu desa. Dan dia sering menjadi perwakilan sekolahnya untuk kompetisi-kompetisi pelajaran antar sekolah. Jadi saya dulu sering ketemu dia saat kompetisi walau saya tidak pernah mengobrol. Hanya sekedar tahu.

C
Bisa dibilang kami tidak pernah mengobrol sewaktu saya sekolah bareng di SMP. Sewaktu saya masuk SMP saya masih ingat loh kalau dia itu adalah teman TK saya. Saya ingat dengan wajahnya dan juga namanya. Padahal kami tidak pernah ketemu begitu selesai TK hingga akhirnya sekolah bareng di SMP. Nah, tetiba dia bertandang ke rumah saya (ortu saya) bareng A dan B awal januari 2019 lalu. Kami mengobrol dan anehnya saya tidak ingat kalau kami sekelas sewaktu kelas 2 SMP. Ya Allah kok saya bisa lupa ya. Saat kami ketemu itu dia menjadi ibu rumah tangga.

D
Nah, D menyusul ke rumah saya juga. Kami tentu sudah kenal dari SMP. Dia juga sudah beberapa kali main ke rumah saya. Saya juga sudah pernah ke rumahnya dulu kala. Saat kami ketemu kemarin itu dia sudah menikah tentunya dan mempunyai satu orang anak. Pekerjaan dia adalah sebagai ibu rumah tangga.

Kalau saya tidak salah ingat, hampir semuanya bersuamikan supir. Yang satu orang lagi petani kalau tidak salah. Ada yang setiap hari suaminya pulang dan ada yang tidak bagi yang supir (jarak jauh). Selain pekerjaan suami yang mirip, mereka mempunyai kesamaan yaitu sebagai ibu rumah tangga.

Ketika mengobrol dengan mereka, saya tentu merasa bahagia karena sudah lama tidak bertemu. Mereka juga saya lihat sudah bahagia dengan kehidupan mereka masing-masing. Ada yang memang dulunya menikah cepat ada pula yang tidak. Tapi intinya mereka semua sudah mempunyai kehidupan yang sempurna sebagai seorang istri dan ibu. Mereka semua datang ke rumah saya membawa anak masing-masing loh. :)

Yang menjadi perenungan saya adalah mereka termasuk yang beruntung sebagai seorang istri karena ada suami yang menafkahi mereka. Mereka tak perlu bekerja namun sudah ada yang rela banting tulang demi mereka. Kenapa saya bilang beruntung? Betapa tidak! Di luar sana banyak wanita-wanita tidak beruntung dalam kehidupan rumah tangganya. Ada yang harus menjadi tulang punggung karena suami tak bertanggung jawab, ada pula yang harus bekerja agar ekonomi keluarga terangkat (membantu suami) sampai ke luar negeri menjadi asisten rumah tangga. Perjuangan tidak mudah kan bagi istri-istri yang mengalami hal demikian.

Teman saya A,C,D tetap bisa menikmati media sosial meski tinggal di desa. Akses internet butuh biaya kan? Hanya B yang tidak mempunyai media sosial. Saya menghargai pilihan B. Menurut saya, pilihan B cukup bagus untuk keutuhan rumah tangga. Kita tahu sendiri hari gini siapa yang bisa lepas dari internet kan? Dan media sosial bisa menjadi salah satu pemicu keretakan rumah tangga jika terlena.

Kenapa teman-teman saya itu bisa hanya mengandalkan suami alias menjadi ibu rumah tangga saja? Kesimpulan yang bisa saya tangkap adalah karena mereka harus bisa merasa "cukup" dengan berapapun besaran penghasilan suami. Apalagi hidup di desa tentu tidaklah seperti di kota yang banyak godaannya. Di desa masih ada kecenderungan hidup sederhana. Apalagi dengan memasak sendiri di rumah. Di desa juga tidak ada tempat makan yang wah seperti di mall. Jadi hidup bisa lebih hemat.

Saya sendiri merasakan ketika hidup di kota, pergi ke mall ketika akhir pekan hanya untuk sekedar refreshing atau membeli makan cukup menjadi hiburan. Kita tahu sendiri jika makan di mall minimal merogoh kocek 50 ribu rupiah. Belum lagi jajan yang lain atau menonton misal. Boros!

Pada intinya, bersyukur dengan kehidupan masing-masing menjadi kunci untuk tetap bertahan dalam keadaan. Salah satu teman saya berkata mungkin hanya dia yang sanggup diberi kehidupan seperti yang dia jalani sehingga Allah berikan kehidupan itu padanya. Dia hanya di rumah tidak pergi kemana-mana.

Tentu saya yang mendengar cerita mereka mau tak mau jadi membandingkan dengan kehidupan saya. Jika saya berkata jujur, tentu saya banyak ketertinggalan dibanding mereka. Namun juga ada hal-hal yang saya peroleh tapi mereka tidak. Itulah plus minus kehidupan. Mungkin mereka beruntung di satu hal tertentu, saya tidak. Tapi saya mendapatkan keberuntungan di sisi yang lain yang mereka tidak dapatkan.

Mereka sudah settle dengan kehidupannya (meski saya tidak tahu seberapa settle-nya kehidupan mereka) sementara saya belum. Mereka menetap sementara saya masih nomaden. Saya berpindah-pindah dari berbagai lokasi, saya bepergian kesana kemari, mungkin mereka tidak mengalami itu. Susah senang yang saya alami mereka tidak mengalami begitu pula sebaliknya.

Salah satu dari mereka ada yang bertanya apa saya tidak ingin menikah. :)

What a question, dear!

Tentu dengan nada guyon. Dan saya tentu tidak marah. :D

Terima kasih sudah perhatian. Doakan saja ya teman-temanku yang baik hatinya. :)


No comments:

Post a Comment

leave your comment here!