Follow Us

Thursday, September 23, 2021

Perfeksionis?

You were not put on this earth to be perfect. You were put on this earth to be you.

You do not need to change a single thing about yourself to meet someone else's definition of perfect.

Perfect doesn't equal happy. In fact, the best way to be happy is to stop trying to be perfect.

(Candi William, 2020)


Sobat, kali ini saya akan berbagi tentang buku How to be Perfectly Imperfect: Stop Comparing, Start Living karya Candi Williams. Buku ini terbitan tahun 2020, terbilang baru ya menurut saya. Karena tidak terlalu tebal, hanya 163 halaman isi, makanya cepat selesai dibaca. 


Sobat, apakah kamu termasuk orang yang perfeksionis? Hayo ngaku! OK. Mungkin sebagian dari kita termasuk yang perfeksionis. Tak ada yang salah dengan hal itu Sobat apabila masih dalam batasan wajar. Segala sesuatu kalau berlebihan kan memang tidak baik ya Sobat. Perfeksionis memang punya kesan yang postif ya kan Sobat. Perfeksionis selalu menginginkan kesempurnaan dalam setiap hal yang dilakukan. Duh, siapa sih yang tidak suka dengan kesempurnaan, hasil yang sempurna? 

Kita semua pasti mau dong. Tapi kita juga harus ingat bahwa kita hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan alias berbuat salah itu adalah hal yang wajar. Nobody's perfect kan kata pepatah. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Lalu kenapa kita harus selalu menuntut kesempurnaan yang apabila tidak berjalan sesuai harapan akan berakibat tidak baik terhadap diri sendiri. Mungkin awal-awalnya kita tidak menyadari efek yang ditimbulkan. Tapi jika sudah berefek ke fisik, baru deh kita ngeh. Karena rupanya nih perfeksionisme juga punya efek terhadap kesehatan loh. Yuk kita simak apa itu perfeksionime seperti saya kutip dalam bukunya Candi William.

Perfectionism: constantly striving to achieve unrealistic goals or meet unattainable standards; seeing anything less than flawlessness as self-failure.

Perfeksionisme bisa diartikan sebagai terus-menerus berusaha untuk mencapai tujuan yang tidak realisistis atau memenuhi standar yang tidak dapat dicapai; melihat sesuatu yang kurang dari kesempurnaan sebagai kegagalan diri.



Perfeksionisme bisa disalahartikan sebagai motivasi dan disebut sebagai hal yang positif namun pada kenyataannya justru berhubungan dengan sederet masalah kesehatan seperti kecemasan, depresi, gangguan makan, tekanan darah tinggi, dan bipolar. Di sini bukan berarti bahwa apabila kamu termasuk perfeksionis maka kamu pasti akan mengalami isu kesehatan tersebut. Yang menjadi sorotan di sini adalah perfeksionisme itu stressful dan memiliki dampak pada kesehatan.

Dalam buku ini diceritakan bahwa ada 3 macam perfeksionisme menurut Danielle S. Monar yaitu 
  1. Self-oriented perfectionism: dimana seseorang memasang standar tinggi kepada dirinya sendiri
  2. Socially prescribed perfectionism: dimana seseorang merasa bahwa orang lain mengharapkan dirinya menjadi sempurna
  3. Other-oriented perfectionism: dimana seseorang memasang standar tinggi kepada orang lain

Jebakan berpikir perfeksionis:
  1. Black and white thinking: cara berpikir ini melihat hal hanya ada 2 macam yaitu sukses atau gagal, hitam atau putih saja, tak ada abu-abu
  2. Catastrophic thinking: cara berpikir ini melihat hal dari skenario terburuknya. Dunia berakhir jika seseorang tidak bisa bla bla bla.

Cara mengenali apakah kamu perfeksionis
  1. Kamu sangat keras terhadap diri sendiri. Kamu bekerja keras bahkan lebih dari 100% apa yang bisa kamu lakukan.
  2. Sebuah kritikan berefek dalam. Kritikan negatif bisa membuatmu terluka dan tertusuk dalam ke hatimu sehingga bisa membuatmu merasa tidak sempurna. Hanya kiritikan kecil saja sakitnya minta ampun. Gegara itu kamu jadi merasa ada yang kurang dengan dirimu alias tidak sempurna.
  3. Kamu ingin segala sesuatu selesai sempurna
  4. Kamu terobsesi dengan kesalahan. Bahkan kesalahan kecil saja itu menjadi besar bagimu dan kamu perlu berjuang keras alias struggle untuk berhenti memikirkannya. Hanya masalah kecil saja kamu kepikirannya minta ampun begitu loh sampai tidak bisa tidur. Bisa dibilang kamu tidak bisa menolerir sebuah kesalahan.
Nah, bagaimana Sobat, apakah kamu memenuhi kriteria di atas?

Di buku ini disebutkan beberapa hal untuk mengurangi perfeksionisme seperti:
  • Pisahkan the must haves dari the nice to haves. 
Kalau the must-haves itu kesannya maksa. Ya ga Sobat? Apa-apa harus punya. Kalau tidak punya bisa jadi menghalalkan segala cara kan tidak baik ujungnya. Atau pun malah bisa jadi stres sendiri karena nggak tercapai. Nah kalau the nice to haves ini kesannya lebih slow. Kalau punya ya alhamdulillah, kalau pun nggak, slow aja lagi. 

  • Fokus pada growth mindset. 
Dalam kehidupan ini selalu ada perubahan. Tidak statis. Dalam hal apapun itu senantiasa bergerak alias dinamis. Kalau tidak bergerak akan ketinggalan. Sama dalam hal berpikir juga kita tidak bisa terus berpikir statis (fixed mindset) yang mana melihat sesuatu itu hitam dan putih, benar atau salah, sempurna atau tidak sempurna. Kita harus bisa punya growth mindset yang mana bisa menerima perubahan sehingga kita menjadi pribadi yang lebih fleksibel alias tidak kaku. Bisa dibayangkan bagaimana kakunya seseorang yang hanya melihat sesuatu hitam dan putih. Perubahan itu sebuah keniscayaan. Bumi aja bergerak terus loh ya.

  • Mulai dari yang kecil. 
Perfeksionisme selalu menempatkan sesuatu itu standar tinggi sehingga tak tahu harus mulai dari mana. Sementara apabila kita tidak memasang suatu standar, kita melakukan sesuatu itu santai, bisa mulai dari mana saja. Nah, mulailah dari yang kecil dulu. 

  • Mulai mencintai diri sendiri (self-love)
Tak ada manusia yang terlahir sebagai perfeksionis. Yang ada adalah perfeksionisme itu merupakan bentukan diri selama bertahun-tahun. Nah, apabila kita bisa belajar menjadi keras terhadap diri sendiri selama bertahun-tahun maka kita pun bisa belajar untuk menjadi tidak keras terhadap diri sendiri selama bertahun-tahun pula. Deal? 

Kita harus bisa memafkan diri sendiri tatkala kita berbuat kesalahan. Jangan berlebihan dalam mengevaluasi kesalahan diri yang mana hal tersebut hanya menghabiskan waktu dan energi. Yuk, move on! 

Kita juga harus ingat bahwa hidup itu tak bisa diprediksi. Sulit untuk selalu menjadi sempurna dalam dunia yang tidak sempurna ini. Hidup penuh lika-liku dan kerikil tajam. Jadilah easy-going terhadap diri sendiri. Tak perlu menuntut untuk selalu sempurna hanya untuk penilaian orang lain terhadap kita. Jadilah diri sendiri, cintailah diri sendiri. Apapun yang orang lain pikirkan atau nilai tentangmu, kamu tetaplah kamu. Kamu tak akan menjadi dia atau siapapun yang orang lain mau. Karena kamu pemilik jiwamu. Tak akan ada yang paling mengerti kamu selain dirimu sendiri. Tak akan ada yang lebih mencintaimu selain dirimu sendiri. Setelah kamu mencintai dirimu, barulah saat itu kamu bisa mencintai orang lain. Nothing can stop me loving myself kalau kata BTS dalam lagunya yang berjudul Idol. :)

  • Jangan biarkan suara batin (self-talk) mempengaruhimu
Ketika kamu down, seringkali kamu akan berbicara dengan dirimu sendiri kan? Ada suara-suara yang berkata padamu bahwa kamu jelek, kamu gemuk, kamu bodoh, dsb. Jangan dengarkan suara-suara negatif tersebut. Gantilah suara-suara itu dengan sesuatu yang positif misalkan aku sudah melakukan yang terbaik, aku orang yang baik, aku cantik, aku menarik, dll. Kritik negatif yang timbul dalam batinmu itu harus kamu ubah menjadi positif agar kamu menjadi lebih baik. Suara-suara batin sendiri yang negatif bisa berakibat fatal terhadap seseorang yang down seperti menjadi rendah diri, menjadi tak berguna, dan yang lebih parah bisa menimbulkan niat bunuh diri. Naudzubillahiminzdalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari perbuatan terlarang tersebut. Aamiin.

  • Meminta bantuan orang lain lebih sering
Bisa dipahami bahwa seorang perfeksionis adalah orang yang terbiasa melakukan/menyelesaikan segala sesuatunya sendirian. Perlu diingat bahwa hal tersebut pastinya melelahkan dong ya dan bahkan terkadang target justru tidak tercapai karena apa-apanya sendirian yang mengerjakan. Kaki jadi tangan. Tangan jadi kaki. Pada dasarnya tak perlu merasa malu untuk meminta bantuan orang lain. Jika kita bisa memulai untuk meminta bantuan orang lain, mendelegasikan pekerjaan ke orang lain, berkonsultasi ke orang yang lebih mumpuni, hal-hal tersebut akan mengendorkan keperfeksionismean kita. Jadi, tunggu apa lagi? 

Sobat, apakah kamu punya cerita tentang keperfeksionismeanmu?

Nah, Sobat, demikianlah yang bisa saya share tentang perfeksionisme pada sore hari ini. Semoga bermanfaat. Next time kita sambung lagi dengan tema yang menarik lainnya. Sampai jumpa!

Cheers!

No comments:

Post a Comment

leave your comment here!