Budaya Ngecup Bangku dari Mana?
Reana
11/28/2018 02:12:00 PM
6 Comments
Hai, kalian pasti kenal budaya ngecup bangku kan? Pernah mengalami tidak? Minta dicupkan atau mengecupkan?
Kali ini saya mau membahas kisah ngecup bangku. Kisah yang menyakitkan, menyedihkan, dan memalukan. Haduh lebay deh saya. :)
Oke, dulu saya pernah posting tentang seorang ibu yang ngecup tempat sholat dengan sajadah. Lalu kemudian saya pernah posting tentang orang yang ngecup tempat duduk di tempat makan. Lalu apa menariknya kisah yang akan saya tulis kali ini?
Kemarin siang saya berangkat ke kampus. Sampai di depan kelas, ternyata di luar tinggal nametag saya yang tertinggal. Wah, berarti saya sendiri yang belum masuk kelas. Biasanya ketika saya datang, dosen belum masuk, nah kali ini rupanya dosen sudah masuk. Lalu saya masuk kelas, tap absensi dan melihat-lihat mencari tempat duduk kosong.
Tumben sekali kok penuh semua tempat duduk terlihat dari depan. Wah, saya duduk di mana. Lalu saya menemukan spot di pojok belakang sebelah kanan ternyata kosong. Oke, saya menuju ke sana.
Setiba di sana, rupanya ada dosen lain yang sedang duduk di ujung deretan bangku saya. Jadi, sederet belakang itu bangku-bangku kosong. Lalu saya duduk di pojok.
Tak berapa lama, dosen utama selesai memberi penjelasan di depan kelas, dan menuju ke belakang (bangku tempat saya duduk). Tiba-tiba beliau menanyai saya duduk di mana. Kata beliau tempat duduk sederet belakang itu steril (hanya beliau dan dosen lain tadi yang boleh duduk di situ). Saya disuruh pindah.
Oke, memang saat itu saya pas mau maju ke depan karena mendapat jatah presentasi kelompok yang pertama. Beliau menyuruh saya pindah ke depan. Padahal tak ada lagi bangku kosong. Ada sih memang di depan kosong satu tapi sudah ada nametag dicup di situ, dibilang orangnya akan datang. Di deretan depan saya pas juga ada kosong satu tapi sama posisinya sudah ada nametag walau orangnya belum ada.
Sedih tidak sih? Tidak mendapat tempat duduk. Akhirnya saya diangkatkan kursi oleh teman (note: terima kasih ya) ke depan (dosen menyuruh angkat kursi). Tapi kursi itu kemudian saya letakkan untuk duduk di depan karena saya presentasi dan tidak ada kursi. Setelah selesai, kursi yang seharusnya untuk saya duduk pun tidak saya angkat tapi saya biarkan untuk yang selanjutnya presentasi biar bisa duduk. Padahal saya bisa angkat lagi itu kursi untuk saya duduk sendiri kalau saya mau.
Saya memilih minggir ke belakang dan permisi numpang duduk di kursi teman yang giliran dapat jatah presentasi. Begitu teman tadi selesai presentasi, saya pun sadar diri. Saya kemudian minta tolong teman yang tadi (note: lagi-lagi terima kasih) untuk mengangkatkan satu kursi tersisa di samping dosen untuk dipindah ke depan biar saya bisa duduk. Beres masalah.
Dan dua orang yang sudah dicup kursi yang tadi saya ceritakan datang jauh lebih telat dari saya. Ya tapi dia beruntung bisa langsung duduk karena sudah dicupkan kursi. Jadi mereka tidak perlu mengalami hal seperti saya. Sumpah, saat kejadian berlangsung tak ada satu pun yang menawarkan saya duduk di kursi-kursi yang kosong itu. Ya sudahlah, memang tak perlu dikasihani kok. :)
Dari kisah ini saya merasakan kepiluan (lebay lagi deh) betapa egoisnya orang-orang yang tidak memberi saya tempat duduk padahal masih ada kursi kosong. Saya menyayangkan kenapa orang yang secara fisik sudah lebih dulu hadir harus merasakan tidak kebagian kursi. Manakah yang lebih utama, yang sudah hadir atau yang belum? Sungguh tega ya membiarkan orang yang sudah hadir tidak bisa duduk. Menurut saya, siapa yang sudah hadir duluan dialah yang layak untuk duduk. Tapi apa dikata memang sudah menjadi budaya di negara kita ini. Jadi terima saja nasibmu. Makanya datanglah lebih cepat lain kali. :)
Oke, mungkin saya yang terlalu sensitif. Hal kecil begini saja dibesarkan. Saat kamu tidak berada di posisi saya kamu tidak tahu bagaimana rasanya. Saya merasa dirugikan dengan adanya budaya ngecup bangku ini. Sama halnya ketika saya sudah membawa makanan tapi saya tidak mendapat tempat duduk sementara orang-orang yang sudah duduk belum ada makanannya dan tidak mau berbagi tempat duduk. Haloooo kita sama-sama bayar loh. Kita sama-sama mau makan. Dan di situ tempat untuk umum alias untuk semua pelanggan dan bukan reservasi.
Ah, sudahlah. Itu hanya sekelumit curahan hati yang tak perlu kamu baca terlalu serius. :D
Tetap tersenyum! Hidup hanya sebentar. Semua itu adalah pendewasaan diri untuk menjadi orang yang lebih bijak dalam hidup yang fana dan benar-benar hanya sebentar ini. Semakin kebal saja saya rasanya dengan hal-hal seperti ini.
:)