Follow Us

Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

Friday, July 15, 2022

Ujian atau Masalah? Silahkan Nilai Sendiri

7/15/2022 11:40:00 AM 0 Comments
Setiap orang tidak luput dari ujiannya masing-masing. Ada yang ujiannya dalam rumah tangga, percintaan, pekerjaan, pertemanan, pendidikan, tetangga, usaha meraih cita-cita, dan lain-lain. Kalau kamu, ujianmu apa saja sobat? 

Ada yang bilang, untuk naik kelas memang harus lulus ujian dulu. Naik kelas yang seperti apakah?

Seringkali orang-orang di sekitar menjadi ujian bagi kita. Entah kitanya yang bermasalah sehingga kita menjadi ujian bagi orang lain, atau memang orang lain yang menjadi ujian bagi kita. Saya sendiri masih merenungi apakah memang diri saya yang bermasalah.

Atau hanya sekedar perbedaan sudut pandang akan sesuatu hal sehingga hal yang menurut saya tidak krusial/fatal tapi menjadi penting alias sesuatu yang perlu dipermasalahkan.

Perbedaan sudut pandang ini benar-benar berpengaruh penting dalam kehidupan terutama berinteraksi dengan orang lain. Kita harus pasang toleransi selebar-lebarnya agar kita pun tidak mengeluh, kesal dan sebagainya jika seseorang tidak sesuai standar atau target yang kita pasang. Kita harus menurunkan standar agar bisa beriringan dengan orang lain.

Saya sadar tatkala saya berikhtiar namun ada hambatan (kadang tak terduga ya dan ada hubungannya dengan relasi) saya hanya pasrah dan menenangkan diri kalau belum rejeki. Walau ada juga perasaan merasa tidak adil atau terzolimi (cukup manusiawi kan?) tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Terima nasib saja. Ya sudahlah jalani saja. Hidup memang ada saja masalahnya.



Masalah pekerjaan sudah pernah, pendidikan pernah. Relasi dengan teman, kolega, dll. Apakah saya belum lulus ujian?

Saat saya berikhtiar akan sesuatu, saya berpikirnya lurus bahwa akan berjalan mulus seperti harapan. Tak disangka bahwa di tengah perjalanan badai sudah menunggu. Ini yang namanya faktor di luar kendali yang tak bisa dikontrol yang datangnya dari luar. Saya tak kuasa.

Apakah saya akan terus berjalan menantang badai atau mundur? 

Tuhan, jika permasalahan datang ke saya, apakah karena saya perlu diuji? Atau karena saya belum lulus ujian sebelumnya sehingga ia datang lagi?

Saya ingat perkataan salah seorang teman saya bahwa jika ingin hidup kita mudah maka jangan mempersulit orang lain.

Saya pernah mengalami dipersulit tidak hanya sekali. Dan itu rasanya sangat menyakitkan. Terkadang sesuatu hal yang tidak krusial itu menjadi penting buat orang lain. Karena seseorang diamanahi sesuatu hal maka janganlah menggunakan amanah itu untuk mempersulit orang lain. Apalagi jika sesuatu yang tidak krusial. 

Menjadi pribadi yang bijak memang tidak mudah. Banyak hal yang perlu dilalui untuk menempa diri. 

Kadang saya berpikir ya sobat. Saya ini tidak suka mencari masalah. Tapi masalah datang ke saya dari orang lain. Kadang saya juga merenung ini saya yang memang bermasalah atau dari pihak luar yang bermasalah.

Ah, random sekali saya menulis loncat sana-sini. Sampai jumpa sobat di posting berikutnya semoga bermanfaat ya.

Salam bahagia selalu
Smile sobat
Jangan bersedih
Badai pasti berlalu
Allah tidak tidur
Yakin bahwa semua hal tak luput dari pengawasan-Nya
Allah adalah sebaik-baik penolong bagimu

 Cheers



Friday, June 3, 2022

Maaf, Tidak Sefrekuensi!

6/03/2022 04:14:00 PM 0 Comments
Hai sobat! Kalian pasti punya teman akrab kan ya? Kalian merasa tidak sih kalau kalian itu cocok-cocokan saat berteman dengan seseorang? Kalau iya, berarti kita sama. Kalian ada tidak perasaan yang bilang, "Aku cocok nih sama dia. Aku nyaman sama dia."

Saat kenalan dengan orang baru kalian langsung merasa klik. Tapi ada juga yang tidak. Seperti ada penolakan dari dalam diri kalian. Kalian tidak merasa nyaman.

Saya mengalami seperti itu sobat. Saya ini tipe yang sedikit teman akrab tapi awet dan setia. Saya sama sekali bukan tipe yang banyak teman tapi sebenarnya tidak ada yang akrab. Ada kan ya yang begitu?



Saya tipe yang cukup dengan satu dua teman akrab tapi kami selalu bersama. Ke mana-mana bareng. Karena pada dasarnya saya itu senang ada teman alias kalau bepergian senang ada teman minimal satu orang agar ada teman ngobrol, agar tidak mati gaya. Tapi tidak menutup kemungkinan jika terpaksa harus sendirian ya bisa juga sendirian. Tipe yang tidak tergantung. 

Jika orang lain (bukan teman akrab) tidak mau jalan sama saya ya tidak memaksa. Mungkin dia tidak nyaman dengan saya. Mungkin dia lebih enjoy sendiri ketimbang dengan saya. Begitu pula sebaliknya. Santai saja... Tak usah diambil pusing.

Dalam pertemanan ini saya merasa betul ada yang namanya kecocokan. Mungkin kalau bisa divisualisasikan ada energi tertentu misal punya saya warna biru. Lalu ketemu orang baru yang juga biru lalu kita klop. Lalu ketemu yang warna merah tidak klop (benturan energi). 

Ya sudah tidak bisa dipaksa untuk bersama. Dengan sendirinya akan berpisah kok. Pertemanan ini seperti seleksi alam.

Saya yakini yang tetap stay dengan saya ya dia yang sama seperti saya. Dia yang sefrekuensi dengan saya. Kalau tidak sefrekuensi, saya yakin tidak akan menyatu. Pasti akan pergi dengan sendirinya.

Tanpa disadari saya menarik orang-orang yang sefrekuensi dengan saya. Orang yang bisa akrab dengan saya adalah orang-orang yang tidak jauh beda dengan saya bisa secara pemikiran, sifat, kegemaran, dan lain-lain. Saya merasa teman akrab saya adalah orang-orang yang baik. Tentu baik secara kasat mata ya. 

Kalau kebaikan yang disembunyikan, tentu saya tidak tahu. Hanya Allah yang tahu. Makanya kita tidak boleh menghina, merendahkan dsb terhadap orang lain ataupun merasa lebih baik dari orang lain karena kita tidak pernah tahu ada seberapa banyak kebaikan yang dia sembunyikan. 

Mana tahu kalau ternyata kita bukan apa-apanya dibanding dia. Mana tahu kalau orang yang tidak kita sukai di dunia tapi dicintai di langit. Sementara kita?

Sebelumnya saya pernah cerita kalau 2 orng teman karib saya meninggal dunia. Mereka meninggal di usia muda. Saya katakan kalau mereka orang baik di masa hidupnya. Sebagai teman saya bisa merasakan kalau mereka orang baik. Bukankah ada yang bilang kalau orang baik meninggalnya cepat? Mungkin memang ada benarnya. Satu orang meninggal di hari jumat. Dan satu lagi di hari sabtu. Mungkin amal kebaikannya sudah cukup sehingga mereka pun harus kembali ke asalnya. Hanya Allah yang tahu.

Saya merasa hanya orang-orang tertentu yang bisa cocok (akrab) dengan saya. Mungkin karena tidak sefrekuensi tadi makanya tidak cocok? Jangankan cocok, mengobrol pun hanya orang tertentu yang mau mengobrol dengan saya. Bukan saya merasa diri saya eksklusif ya sobat tapi ini nyata apa adanya. Makanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya bisa menuliskan posting ini. Adakah kalian yang juga mengalami hal yang sama seperti saya? Jika iya, tenang saja ya sobat kamu tidak sendirian. Ada saya hehe.

Saya sih tidak mengambil pusing dengan keadaan ini. Saya juga tidak bisa memaksa diri saya menjadi orang lain agar saya disukai banyak orang. Toh sudah default saya begini saya terima diri saya. Walau saya berbaur dengan orang yang berbeda 180 derajat saya tetap tidak terwarnai alias saya tetap begini. Berdamai saja dengan diri sendiri. 

Cheers!

Tuesday, May 31, 2022

Kenapa Harus Ada Oleh-oleh?

5/31/2022 01:41:00 PM 0 Comments
Apakah oleh-oleh suatu keharusan? Mungkin bukan keharusan tapi sudah menjadi budaya kita orang Indonesia kalau bepergian jauh pulangnya bawa oleh-oleh alias buah tangan. Oleh-oleh bisa berupa apa saja baik benda yang bisa dimakan maupun tidak. Sebut saja makanan, minuman, kerajinan tangan/suvenir, dan lain-lain. 

Yang membawa
Apakah kamu termasuk orang yang pernah membawa oleh-oleh setelah bepergian? Jika iya, hmm kamu Indonesia banget ya. Iya loh sobat, oleh-oleh sudah seperti hal wajib. Kalau tidak bawa nanti ada yang tanya saat tiba di rumah. "Mana oleh-olehnya?"

Kalaupun tidak ada yang bertanya, kitanya sendiri yang merasa tidak enak kalau tidak membawa ataupun merasa kasihan dengan orang yang tadinya kita tinggal atau sekedar supaya terasa "pantas" jika kita bawa oleh-oleh. Jika tidak bawa, nanti tidak pantas. 

Tapi kalau keseringan bepergian, ada rasa lelah juga tidak sobat bawa oleh-oleh? Kalau untuk keluarga sih rasanya tidak akan merasa lelah ya. Tapi kalau untuk orang lain seperti orang kantor misal kalau terus-terusan kemungkinan ada lelahnya juga. 

Apalagi kalau yang memang keluarganya jauh. Merantau sudah bertahun-tahun lamanya. Kan ada lelahnya juga kalau harus bawa oleh-oleh terus. Biarlah oleh-oleh itu karena kerelaan hati. Karena perasaan senang berbagi. Karena butuh usaha lebih untuk membawa oleh-oleh baik waktu untuk mencari, uang untuk membeli dan tenaga untuk membawa. Kalau yang dibawakan (menerima) sih enak saja tinggal menerima. Sementara yang membawa itu yang bisa jadi keberatan. Tak bisa dipungkiri saya pribadi jika bepergian inginnya ringan bawaan sehingga tidak menyulitkan. Kalau bawaan berat kita pula yang capai. Perjalanan jauh sendiri sudah melelahkan jika ditambah berat bawaan akan tambah membuat lelah.

Sepengalaman saya traveling bareng emak-emak, mereka heboh beli oleh-oleh. Ada yang sampai menambah koper baru. Emak-emak kalap kalau sudah belanja lihat yang bening-bening. Sudah tidak memperhitungkan kopernya muat atau tidak. Bahkan apakah sudah melebihi bagasi atau tidak. Apalagi kalau uangnya memang sudah disiapkan khusus buat belanja. Ya sudahlah ya sabar saja menunggu mereka belanja. Hehe

Yang dibawakan
Jika di posisi yang dibawakan oleh-oleh, bagaimana perasaanmu? Senang? Tidak senang?

Kalau saya sih ya senang-senang saja kan gratisan tinggal menerima. Terlepas apapunlah yang diberikan. Tak elok juga kalau kita tidak berterima kasih. Tapi saya juga tidak akan komplain kalau tidak menerima oleh-oleh. Sebagai orang yang sering bepergian saya paham. Saya juga tidak ingin membuat seseorang merasa tidak enak. Ada juga kejadian misal bangku sebelah diberi oleh-oleh tapi saya tidak, saya santai. Saya tidak apa-apa. Toh rejeki sudah Allah yang atur kok kenapa kita harus pusing. Kalau kita tidak dapat ya memang bukan rejeki kita. Tak perlu juga kemudian kita merasa dibeda-bedakan, diabaikan dan sebagainya. Kita bukan anak kecil loh ya. Santai saja. Setuju?

Monday, May 23, 2022

Pilih Mana? Ditegur di Depan atau Dibicarakan di Belakang?

5/23/2022 04:53:00 PM 0 Comments
Halo Sobat, saya hadir lagi. Kali ini saya ingin membahas mengenai ditegur di depan atau dibicarakan di belakang. Kalau kalian pilih mana?

Tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini terkait dengan adat kebiasaan suku tertentu di Indonesia. Ada yang lebih suka to the point di depan blak-blakan ketimbang mengumpat di belakang. Namun ada pula yang sebaliknya karena besarnya rasa 'tidak enak' kalau harus bicara langsung di depan makanya lebih suka memendam atau bicara di belakang.

Itu kalau kita bicara tentang seseorang sebagai subjek atau pelaku. Beda cerita jika seseorang sebagai objeknya alias yang ditegur di depan atau dibicarakan di belakang. Pilih mana?

Kalau menurut saya pribadi keduanya tidak enak. Ada plus minusnya. 

Ditegur di depan

Plus
Seseorang jadi tahu akan kesalahan atau kelemahannya. Dia juga mendapatkan kejujuran dan keterbukaan dari orang lain.

Minus
Kalau siap mental tidak mengapa alias mental baja. Tapi kalau tidak siap mental, bisa berefek tidak baik. Misalkan mental jatuh yang membuat seseorang menjadi down. Bisa juga timbul rasa terluka, terhina, marah, dsb yang serba negatif.


Dibicarakan di belakang

Plus:
Karena tidak tahu dibicarakan di belakang maka orang ini akan santai, tidak punya pikiran jelek atau macam-macam terhadap orang lain.


Minus:
Seseorang tidak tahu kalau dibicarakan di belakang. Jika suatu ketika dia tahu ada yang membicarakannya maka efeknya tidak baik karena dia mengetahui siapa-siapa saja yang mengumpatnya di belakang. Beraninya main belakang. Jika di depan baik eh ternyata di belakang suka membicarakan.. Nah, antara depan dan belakang tidaklah sama. Jadinya terkesan bermuka dua.

Sisi minus lain adalah seseorang jadi tidak tahu apa kesalahan atau kelemahannya sehingga dia akan terus mengulang kesalahan yang sama.

Semua tergantung kepribadian kita masing-masing kita lebih suka atau nyaman yang mana. Biar sama-sama enak dengan rekan kita maka harus dikomunikasikan supaya tidak terjadi salah paham atau konflik. Kan tidak enak ya kalau misalkan kita tahu dibicarakan di belakang lalu ketemu dengan orangnya langsung. Apakah perasaan kita masih akan sama terhadapnya seperti sebelum kita tahu? Apakah kita bisa bersikap biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa? Apakah kita tidak memendam rasa sakit, jengkel, benci dsb? 

Okelah mungkin kita masih bisa bersikap biasa saja karena pada dasarnya kita punya bakat acting terpendam dan tanpa disadari ini natural saja. Tapi sampai kapan kita memendam sesuatu di dada kita? 

Sobat, sekian dulu ya sharing saya hari ini. Sampai jumpa! Salam sehat!





Thursday, September 30, 2021

Kenapa Kuliah S2?

9/30/2021 08:36:00 PM 0 Comments
Sobat, adakah di antara kalian pembaca setia blog ini? Kalau ada, komen donk! Atau kalau tidak nyaman komen di posting ini, boleh kirim email ya. Ditunggu! :)

Yuk kembali ke tema...
Sobat, pernahkah kalian berpikir kenapa kalian kuliah S2 atau kenapa kalian ingin S2? Saya mungkin termasuk salah satu orang yang ingin S2 bukan karena mengejar karir atau pun ingin mengabdikan ilmu ke masyarakat atau alasan lain yang lebih bergengsi. Buat apa lelah-lelah kuliah S2? Lelah hati, pikiran, tenaga, waktu, biaya... semuanya! Benar loh ini. Apalagi, tempat tinggal saya di mana dan kerja saya di mana. Lalu kuliah saya juga di mana. Berbeda tempat semuanya. Apalagi kalau teman yag sudah berkeluarga ya. Pengorbanannya itu subhanallah...

Mungkin orang yang melihat saya ada yang berpikir saya ingin mengejar karir? Apalagi kalau bukan itu karena saya masih single juga. Bukan itu jawabannya. Lalu?



Memang benar, jika saya tidak lanjut kuliah maka golongan saya akan mentok di golongan sekian selaku ASN, tapi bukan itu yang saya cari (update 30/3/2021: peraturan sudah ada perubahan). Karena saya sendiri sebenarnya kepikiran juga untuk resign.

Ada loh orang yang berpikir untuk apa S2 jika setelah lulus ilmunya tidak diimplementasikan alias tidak dipakai, hanya menghabiskan uang saja. Ya itu benar juga kalau dipikir ya logis. Terserah Anda deh ya. No offense.

Selain itu ada juga yang mengatakan buat apa S2. Setelah saya lihat ternyata memang dia bercerita di pekerjaan dia itu tidak diperlukan. Sampai saat dia bercerita, tidak ada lulusan S2 di tempat dia bekerja yang jurusan S1-nya seperti dia. S1 sudah paling tinggi. Tidak ada jenjang karir yang bisa dimasuki lulusan S2.

Jika ada yang tidak setuju, maka ada pula yang setuju untuk terus lanjut S2. Orang punya bermacam-macam alasan mengapa mereka mengambil S2. Ada yang karena ingin menjadi dosen, meningkatkan jenjang karir (finansial), menambah ilmu (skill), menjadi ahli, berkontribusi dalam ilmu pengetahuan, dll. Jangan lupa bahwa di dunia ini ada banyak orang-orang yang senang belajar sehingga S2 karena mereka suka belajar. Jadi, golongan ini tidak memikirkan dengan S2nya ini dia akan bagaimana setelahnya, apakah berguna atau tidak. Yang dia ingin adalah terus dan terus menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Apalagi ditambah dengan perkembangan jaman saat ini yang mana lulusan S1 berlimpah. Dan lulusan S2 serta S3 tidak lagi langka alias sudah makin banyak juga. 

Pada dasarnya, kuliah itu tidak hanya mendapat pelajaran dari bangku kuliah. Tapi dalam kehidupan kesehariannya tentu banyak pula pelajaran yang diperoleh. Jangan lupa bahwa kampus baru, pengalaman baru, koneksi baru, pergaulan baru, teman baru, lingkungan baru, budaya baru adalah serangkaian keuntungan lain yang bisa diperoleh di bangku kuliah. Yang bisa dimanfaatkan setelah kuliah tidak semata-mata dari pelajaran bangku kuliah melainkan dari keuntungan-keuntungan tersebut juga sangat besar kemungkinannya. Jadi, janganlah kita menutup mata atau berpikir sempit akan kepentingan untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi. Kita tidak pernah tahu dari mana saja rezeki itu diperoleh. Cobalah melihat sisi-sisi yang lain. Cobalah melihat dunia dengan perspektif yang lebih luas.

Adakah sama antara orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui? Adakah sama antara orang yang berpengetahuan dengan yang tidak berpengetahuan? 

Sesunguhnya Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu.

Setuju donk ya bahwa setiap orang ingin memiliki masa depan yang cerah? Mana ada yang mau hidupnya suram alias susah. Nah, salah satu jembatannya ya dengan melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pasca sarjana. Bagi sebagian orang, kuliah pasca sarjana merupakan investasi masa depan.


Note: Posting ini sudah lama mengendap di draf sejak 8 Maret 2018. Baru saya teruskan dan posting hari ini. Semoga bermanfaat. Sampai jumpa di posting berikutnya!

Cheers!

Monday, September 27, 2021

Kenapa Sulit Merubah Pola Pikir?

9/27/2021 04:34:00 PM 0 Comments
Kenapa sulit sekali merubah pola pikir? Boleh saja seseorang itu kritis tapi tolong, kritislah pada tempatnya. Tolong pahami dulu apa yang akan dikritiskan. 

Kenapa seseorang itu tidak menyadari kapasitasnya sebagai apa? Jika merasa tidak puas dengan posisinya kenapa tidak keluar saja mendirikan usaha di luar sana? Jika merasa tidak setuju/tidak suka atau apa pun dalam pemerintahan sebelumnya atau pun sekarang kenapa tidak protes/mengutarakan pendapat sejak dulu langsung kepada yang bersangkutan?

Saya paling tidak suka apabila timbul ketegangan. Hal itu akan memicu ketidaknyamanan dalam bekerja. Tidak bisakah kita saling percaya? Apabila kita saling percaya maka sebenarnya segala urusan itu akan mudah. Tidak ada lagi prasangka buruk. Asalkan kita tetap pada jalur kita masing-masing alias kita memahami kapasitas kita sebagai pegawai. 

Kalau seorang bos pernah bilang, "Cukuplah kita bertanggung jawab terhadap diri kita masing-masing kepada Allah. Jika kita sudah merasa dilihat Allah, apa masih perlu penilai yang lain?"

Saya suka kalimat itu. Bagi saya itu suatu pecut untuk muhasabah diri. Memang benar bahwa dalam dunia kerja itu beragam hal kita temui. Karena di sana berkumpullah orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia Raya ini sangat beragam budayanya dan orang-orangnya pastinya. Pastilah orang-orang ini memiliki pola pikir yang beragam pula. 


Yang ingin saya soroti di sini adalah mengubah pola pikir. Orang-orang lama cenderung sulit untuk mengubah pola pikir. Kenapa? Karena mereka sudah sangat lama (puluhan tahun) bekerja. 

Ketika seekor burung tumbuh dan besar di dalam sangkar, burung tersebut tidak akan terbang saat dibukakan sangkar bahkan ketika kamu mencoba untuk membuatnya terbang. Sama halnya dengan seseorang yang tumbuh dengan pola pikir tertentu maka akan sulit mengubahnya karena ia telah hidup dengan pola pikir tersebut selama hidupnya. (Hassam Awan)

Merubah pola pikir bisa sangat sulit karena sesuatu yang disebut 'bias konfirmasi'. Tidak ada orang dewasa yang senang melakukan kesalahan, sehingga mereka akan sering membela tindakan mereka dengan keras bahkan ketika dihadapkan pada ide-ide masuk akal yang menentang tindakan tersebut. Mereka merasa perlu untuk menjadi benar, sehingga mereka akan melawan setiap ide baru untuk melindungi hipotesis mereka sendiri. (Dawn Fekes)


Some people adopt maladaptive or irrational thinking patterns

Dikatakan oleh Kevin Newton bahwa salah satu penyebab susahnya merubah pola pikir adalah dikarenakan seseorang memiliki pola pikir yang tidak rasional seperti:

  1. All or nothing: black and white thinking (pola pikir hitam putih), melakukan sesuatu secara sempurna atau tidak sama sekali
  2. Mental filter: fokus pada aspek tertentu dan mengabaikan aspek lain, melihat kegagalan dan mengabaikan kesuksesan
  3. Over-generalizing: Menciptakan suatu pola berdasarkan sebuah kejadian misal jika seorang rekan kerja tidak menyapa maka diartikan sebagai rekan tersebut marah atau benci


Change your circumstances

Sebuah pola pikir tidak hanya dihasilkan dalam diri seorang individu tanpa alasan. Ini adalah produk dari keadaan. Jadi untuk mengubah pola pikir, kamu perlu mengubah keadaan yang menghasilkan pola pikir itu.
  • Jika ketidaktahuan adalah penyebab pola pikir, maka pendidikan akan mengubahnya.
  • Jika kurangnya pengalaman adalah penyebabnya, maka terlibat dengan pengalaman yang tidak biasa/di luar kebiasaan akan mengubahnya. 
  • Jika sistem kepercayaan tertentu yang kuat menciptakan pola pikir itu, tantangan sistem itu melalui eksplorasi alternatif akan mengubahnya. 
Deskripsi populer tentang suatu kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang kali dan mengharapkan hasil yang berbeda. Seseorang tidak dapat terus menjalani kehidupan yang sama dan berada dalam situasi yang sama dan berharap untuk berpikir secara berbeda.

Jika kamu ingin berpikir secara berbeda, kamu harus berbeda dalam beberapa hal. Jika tidak, pola pikir yang diadopsi karena keadaan kamu saat ini akan tetap tidak berubah. (Imo Emah)


Changing Mindset is not an overnight task

Seperti diutarakan oleh Vineeth Vini bahwa mengubah mindset itu dibutuhkan kesabaran, tidak bisa dilakukan dalam semalam. Yang bisa dilakukan pertama-tama adalah dengan berpikir baik (punya pikiran baik). Bisa dimulai dengan membaca buku sebelum dan setelah tidur karena pada waktu tersebut perubahan drastis bisa terjadi di otak. Pikiran baik akan menghasilkan perkataan yang baik. Perkataan yang baik menghasilkan tindakan yang baik. Tindakan yang baik menghasilkan kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang baik menghasilkan karakter yang baik.

Good Thoughts→Good Words --> Good Actions --> Good Habits → Good Character


Make your mindset all about growth

Ada dua jenis pola pikir yaitu fixed mindset (pola pikir tetap) dan growth mindset (pola pikir berkembang). Pola pikir tetap adalah ketika kamu percaya bahwa kamu dilahirkan dengan seperangkat keterampilan dan kemampuan yang merupakan bagian dari DNA kamu dan tidak dapat diubah, sedangkan pola pikir berkembang adalah ketika kamu bekerja untuk membangun keterampilan dan kebiasaan baru secara terus-menerus dari waktu ke waktu.

Nela Canovic mengatakan bahwa ia telah menggunakan hidupnya sendiri sebagai eksperimen pola pikir berkembang. Hal tersebut mengajarinya banyak hal. Ia berhasil mengubah kehidupan profesionalnya dan menyukai pekerjaannya yang kini ia lakukan. Dia mengaku telah meningkatkan kehidupan pribadinya dan mulai menghargai persahabatan dan kemitraannya. Dia telah memasukkan kebiasaan baru seperti berlari, berolahraga, berjalan-jalan pagi, serta berlatih bersyukur. Dan, yang terpenting baginya adalah menulis setiap hari seperti hal-hal kecil, hal-hal besar, artikel, e-book, dll. Menulis membuatnya tetap disiplin, fokus, dan termotivasi. Hal itu membuatnya merasa paling hidup!

You see one of the hardest things we have to learn to do, to really create the changes we want to see, is to break the habit, or habits, of our old self. Breaking the habit of being you means having to uncover so many habits that we are unaware of, habits that we unwittingly allow to control us every single day. We must then re-write those negative programs for something new and more empowering that can take us in the direction we really want to go. (Simon Collins)


Note: Tulisan ini mengendap dari tanggal 15 September 2013. Barulah saya selesaikan dan posting hari ini. Semoga bermanfaat. Sampai jumpa di posting berikutnya!



References:

https://www.keepinspiring.me/change-your-mindset/

https://www.healthline.com/health/cognitive-distortions#how-to-change

https://ideas.ted.com/5-irrational-thinking-patterns-that-could-be-dragging-you-down-and-how-to-start-challenging-them/

https://www.quora.com/How-do-I-change-my-mindset

https://www.quora.com/How-difficult-is-it-to-change-the-mindset-of-a-person

https://www.quora.com/Why-is-it-so-hard-to-change-your-mindset

https://www.derryjournal.com/health/mindset-junkie-why-change-so-hard-1365336

https://www.psychologytoday.com/us/blog/living-forward/201606/4-reasons-why-change-is-hard-worth-it

https://medium.com/age-of-awareness/why-is-changing-your-mind-so-hard-cb48286d1ac3#:~:text=Why%20is%20it%20harder%20to,evidence%20might%20overturn%20other%20beliefs.&text=Learning%20about%20biases%20will%20help%20you%20reduce%20your%20hesitancy%20to%20new%20information.



Friday, September 24, 2021

Apakah Kamu Orang yang Beruntung?

9/24/2021 07:33:00 AM 0 Comments
Saya temui dalam kehidupan saya, ada seseorang yang menurut saya adalah orang yang beruntung. Keberuntungan selalu berpihak padanya. Bahkan berturut-turut kejadian baik yang dialaminya menunjukkan betapa beruntungnya dia. Sampai-sampai  tidak hanya saya yang menganggapnya beruntung, tapi juga teman-teman yang lain.



Saya juga sering melihat seseorang itu tampak hidupnya mulus-mulus saja (tentunya yang dilihat adalah apa yang tampak di luar ya). Saat kuliah, bisa masuk tempat kuliah yang dimau. Saat lulus kuliah kerja dapat kerjaan yang bagus. Saat waktunya menikah, jodohnya ada (padahal tidak punya pacar/calon sebelumnya). Setelah menikah langsung hamil alias punya anak. Saat ingin pindah bareng suami, jalannya mudah. Lalu ingin lanjut S2, diterima beasiswa. Kok mulus banget ya? Ada apakah gerangan di belakangnya?

Luck is made, not given. Nothing came easy. Every success was built upon sweat and sleepless nights. (R. Keith Mobley) 

Filsuf Roma, Seneca, mengatakan bahwa keberuntungan adalah pertemuan antara persiapan dan kesempatan. Dengan persiapan yang baik dan adanya kesempatan, maka akan memunculkan keberuntungan. R. Keith Mobley bilang keberuntungan itu bisa diciptakan yaitu dengan persiapan. Lalu bagaimana jika orang-orang yang persiapannya baik lalu berkumpul menjadi satu? Di sinilah bisa dibilang keberuntungan itu ada. Seperti dalam pertandingan bulu tangkis misal, ketika dua pemain atau grup bertanding, keduanya persiapannya sama-sama kuat, maka bagaimanakah yang terjadi? Di sini keberuntungan itu ada. Karena pihak yang kalah bisa jadi bukan karena tidak bisa bermain tapi entah kenapa misal bisa mati-mati sendiri sehingga menambah poin buat pihak lawan.

Luck is what happens when preparation meets opportunity. (Seneca, Roman Philosopher)

Dalam sebuah ujian memasuki perguruan tinggi, sekolah, atau pun ujian CPNS dsb, di sini tempatnya orang-orang yang memiliki persiapan baik itu berkumpul menjadi satu. Jika persiapan kamu tidak baik di tengah sekumpulan orang yang persiapannya baik bahkan sangat baik, bagaimana menurut kalian? Apakah akan lulus dengan mudah? Sementara kuota kelulusan terbatas. Secara logika manusia tentu hal itu akan sulit. Untuk bisa lulus, tentu kamu harus memiliki persiapan yang sangat baik agar bisa memunculkan keberuntungan karena orang-orang yang sangat baik itu bersaing di urutan atas, tinggal keberuntungan yang berbicara.

Ada suami teman yang mengikuti ujian CPNS. Saat pengumuman dinyatakan tidak lulus. Tapi beberapa waktu kemudian ada pengumuman bahwa akan disaring kembali beberapa urutan nilai terbesar untuk ujian kedua kalinya. Nah, rupanya suami teman saya ini lulus. Apakah ada keberuntungan di sini? Bisa dibilang ya karena pada ujian pertama sudah tidak lulus namun kemudian tiba-tiba ada ujian kedua yang artinya ada kesempatan kedua. Persiapan yang baik ketemu dengan kesempatan, terciptalah keberuntungan. Tentu saja persiapan ujian kedua harus lebih baik ya karena kan sudah tahu titik lemahnya di mana.

You don't get lucky while sitting on the sofa with arms crossed doing nothing. You can be lucky only when you are prepared. (Nesta Jojoe Erskine)

Pada ujian CPNS yang sama, teman akrab saya juga ada yang ikutan memerebutkan posisi yang berbeda. Teman saya ini sudah ikut tes CPNS untuk keempat kalinya. Dia berada di posisi seperti suami teman saya tadi yang mana dapat kesempatan kedua untuk ujian lagi kedua kalinya. Namun keberuntungan belum berpihak padanya. Teman saya ini gagal. Barulah di tes CPNS kelima (tahun depannya) dia dinyatakan lulus.

My success was due to good luck, hard work, and support and advice from friends and mentors. But most importantly, it depends on me to keep trying after I have failed. (Mark Warner)
Bagaimana Sobat, apakah kalian termasuk orang yang beruntung?

Nah, Sobat, sekian sharing saya hari ini. Sampai jumpa di posting berikutnya!

Cheers!



Reference:
https://www.lce.com/Luck-is-made-not-given-1371.html
https://www.allegisgroup.com/en/insights/blog/2017/march/luck-is-when-preparation-meets-opportunity
https://www.keepinspiring.me/lucky-quotes/




Wednesday, September 22, 2021

Pikiran vs hati

9/22/2021 05:57:00 AM 0 Comments
Hati oh hati..

Ketika kamu jatuh cinta, kamu merasakan hati berdenyut, berdebar kencang atau berjingkrak-jingkrak kegirangan... Ketika kamu ditolak, hatimu hancur alias patah hati.

Kamu disebut tidak berperasaan alias tidak berhati atau berhati dingin ketika kamu tidak menunjukkan perhatian atau cinta ...

Dan kamu disebut berhati besar ketika kamu memberikan perhatianmu kepada orang lain.

Kamu "memasukkan sesuatu ke hati" atau "berbicara dari hati ke hati" tentang masalah yang sangat pribadi.

Kamu mencintai seseorang "dari lubuk hati."

Tetapi kamu disebut setengah hati tentang sesuatu, ketika kamu tidak terlibat secara emosi.

Kamu merasakan hatimu sebagai pusat perasaanmu, seperti yang terlihat pada hari kasih sayang ketika hati yang dipenuhi cinta berlimpah.

Kamu tahu ini secara naluriah, karena kamu selalu secara fisik menunjuk ke hati ketika kamu mengatakan "aku" atau ingin mengungkapkan perasaanmu yang lebih dalam.

Hati laksana raja. Dan pikiran laksana penasehat raja. Apa pun yang akan dilakukan raja, penasehat raja selalu memberikan nasehat terbaiknya agar sang raja tidak salah langkah dalam mengambil keputusan yang berakibat merugikan. Seringkali yang hendak dilakukan raja tidaklah masuk akal bagi si penasehat raja. Namun tatkala hal tersebut adalah suatu kebenaran, maka sang raja akan merasakan kebahagiaan tak terkira.


Kalau mengikuti kata hati seharusnya jadi bahagia. Betul tidak? Karena kalau hati itu melakukan sesuatu tak ada batasan. Hati itu free spirit. Dan bahkan hati itu kalau saya bilang ga punya malu. Beda dengan pikiran. Kalau pikiran itu terbatas. Pikiran itu mengumpulkan informasi-informasi lalu menyaring mana yang baik mana yang nggak. Mana yang merugikan mana yang nggak. 

Kalau pikiran itu lebih ke penasehat. Jadi kalau hati ingin berbuat apa, kemudian pikiran itu menasehati terlebih dahulu berdasarkan fakta abcde, data abcde. Mana yang baik mana yang nggak, bakal merugikan nggak nih yang ingin dilakukan oleh hati. Nah, ada kalanya memang baik mengikuti kata hati, namun ada kalanya juga baik mengikuti logika atau pikiran. Tapi kalau sudah menyangkut masalah cinta, biasanya kalau mengikuti kata hati akan bahagia walau mungkin secara logika tak bisa dimengerti begitu ya.

Kalau kita lebih memenangkan logika tentang masalah cinta ya hati yang akan terluka. Tapi kalau untuk urusan lain, kalau ikut logika kan logika berusaha tidak merugikan sifatnya, jadi akan tidak dirugikan. 

Kalau hati ini kan free spirit ya tidak punya malu jadi ketika hati menginginkan sesuatu jadi nekat begitu, ada perasaan nekat aja gitu. Tapi kemudian logika masih menyaring-nyaring. Masa mau melakukan abcd sih memalukan aja gitu ya. Kalau hati mau nekat, pikiran bilang, "Jangan...jangan... kalau kamu nekat nanti kamu begini...begini..." Saya rasakan betul Sobat, pertentangan hati dan logika. Jadi seringkali saya waduh seperti ada perdebatan gitu ya kalau hati saya maunya apa lalu logika saya berkata apa gitu kan. Ditimbang-timbang dulu apa baik buruknya. Dan kalau bikin keputusan jadi ga bisa spontan ya karena itu tadi logika saya itu begitu ketat.

Tapi memang ada kalanya saya ikut kata hati aja deh karena kalau ikut kata hati bisa plong gitu semacam tak ada beban. Kalau mengikuti kata hati gitu enak aja. Tapi kalau kata hati ga diikuti ada kayak kepikiran. Kalau kita berusaha menunda apa kata hati mungkin kita bisa menunda dalam jangka waktu satu dua hari tapi itu akan selalu teringat gitu dan akan terbawa. Jadi nantinya kalau ada kesempatan kita akan berusaha mewujudkan.

Bagaimana dengan kalian Sobat? Apakah kalian memilih hati atau logika? Atau kalian bisa seimbang antara hati dan logika? Atau kalian tipe yang lebih dominan hati atau lebih dominan logika?

Ada saya baca-baca di sebuah artikel, misal kalian mengikuti kata hati dalam hal pekerjaan, kalian akan lebih bahagia karena kalian mengikuti passion. Tapi kalau mengikuti logika dalam hal pekerjaan, misalkan kalian kerja di perusahaan A kalian mendapat penghasilan lebih besar. Tapi kalau bekerja mengikuti kata hati kalian akan mendapat penghasilan lebih kecil, tidak ada jaminan, masa depan tidak cerah, dll. Hmm, jika kalian mengikuti kata hati kalian akan bahagia tapi penghasilan kecil. Sementara kalau mengikuti logika, penghasilan besar tapi tidak bahagia. Pilih mana? Dilema kan ya?

OK. Saya cukupkan sampai di sini ya teman-teman, sampai jumpa!

Cheers!


Reference:
http://www.oprah.com/spirit/listen-to-your-heart-not-your-head/all#ixzz6XvMia0Ov




Saturday, September 18, 2021

Haruskah Judgmental?

9/18/2021 09:14:00 PM 0 Comments

Menurut kamus Cambridge, judgmental adalah
tending to form opinions too quicklyesp. when disapproving of someone or something

Hal tersebut bisa diartikan sebagai menilai seseorang terlalu cepat saat kita tidak setuju terhadap seseorang atau sesuatu. Dalam bahasa Indonesia mungkin lebih enaknya dikatakan sebagai menghakimi. Bagaimana Sobat, apakah kamu pernah merasa terhakimi?

Kita hidup dalam lingkungan yang judgmental. Sudah menjadi pemandangan yang biasa. Mungkin sedari kecil pun kita sudah mengalami.

Gill Hasson dalam bukunya yang berjudul Kindness menyebutkan 4 keadaan dimana kamu semestinya menyadari bahwa kamu tengah menjadi seorang yang judgmental atau sedang menghakimi orang lain, di antaranya:

  • Jika keadaan atau tindakan seseorang membuat kamu merasa kesal, tidak sabar, kecewa, atau bahkan marah kepadanya, maka saat itu kamu sedang menghakimi atau judgmental terhadap orang tersebut.
  • Jika kamu berpikir bahwa seseorang harus mengubah caranya (bisa cara berpikir, bertindak) maka kamu sedang menghakimi/judgmental.
  • Jika kamu meremehkan penderitaan seseorang maka kamu sedang menghakimi/judgmental.
  • Jika kamu berbicara meremehkan tentang seseorang maka kamu sedang menghakimi/judgmental

Saya pernah mendapati seseorang tidak setuju dengan tindakan atau pola pikir temannya yang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan pola pikirnya. Saya contohkan tentang mengasuh anak. Katakanlah A memilih untuk mengasuh anaknya yang masih kecil dan berhenti dari pekerjaannya. Padahal keadaan ekonominya kekurangan. Suami tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan A, B tidak setuju. Jika B menjadi A, dia akan memilih untuk bekerja membantu suami. Anak bisa diasuh asisten rumah tangga. Dari perbedaan pendapat ini saja B menjadi mengeluarkan pernyataan yang kurang pantas atau menyudutkan atau menganggap bodoh seolah B yang paling benar. Padahal kita tidak tahu bagaimana kondisi A yang sebenarnya.



Kita hanya melihat kondisi seseorang dari luar saja yang ditampakkan. Dalamnya kita mana tahu. Kita hanya melihat satu sisi tapi seolah kita tahu keseluruhan sehingga kita dengan seenaknya men-judge orang lain. Apakah kita tahu keseluruhan yang dialami seseorang? Dari 24 jam sehari mungkin tidak sampai 1 jam yang kita ketahui tentang seseorang. Tapi kenapa dengan mudahnya kita menghakimi seseorang? Memangnya siapa kita? Kita bukan malaikat yang mengikutinya setiap saat. Kita bukan Tuhan yang mengawasinya setiap saat.

Kondisi kita tidak bisa disamakan dengan orang lain. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk sama sepemikiran dengan kita. Apa yang cocok dengan kita belum tentu cocok untuk orang lain. Apa yang dilalui seseorang tidak sama dengan yang kita lalui mulai dari keluarga, lingkungan tempat bertumbuh, pendidikan, dll. Semua itu membentuk pola hidup seseorang seperti apa yang dijalani seseorang saat ini. Pantaskah kita judgmental terhadap orang lain?

Judgmental bisa berdampak pada seseorang seperti merasa tidak diterima oleh orang lain atau lingkungan. Perasaan tertolak tentu tidaklah nyaman. Setiap individu perlu eksistensi diri. Penerimaan oleh lingkungan akan membantu seseorang untuk bertumbuh menjadi lebih baik.

OK sobat sampai di sini dulu ya. Next time kita sambung lagi.

Cheers!

Wednesday, November 28, 2018

Budaya Ngecup Bangku dari Mana?

11/28/2018 02:12:00 PM 6 Comments
Hai, kalian pasti kenal budaya ngecup bangku kan? Pernah mengalami tidak? Minta dicupkan atau mengecupkan?

Kali ini saya mau membahas kisah ngecup bangku. Kisah yang menyakitkan, menyedihkan, dan memalukan. Haduh lebay deh saya. :)

Oke, dulu saya pernah posting tentang seorang ibu yang ngecup tempat sholat dengan sajadah. Lalu kemudian saya pernah posting tentang orang yang ngecup tempat duduk di tempat makan. Lalu apa menariknya kisah yang akan saya tulis kali ini?

Kemarin siang saya berangkat ke kampus. Sampai di depan kelas, ternyata di luar tinggal nametag saya yang tertinggal. Wah, berarti saya sendiri yang belum masuk kelas. Biasanya ketika saya datang, dosen belum masuk, nah kali ini rupanya dosen sudah masuk. Lalu saya masuk kelas, tap absensi dan melihat-lihat mencari tempat duduk kosong. 

Tumben sekali kok penuh semua tempat duduk terlihat dari depan. Wah, saya duduk di mana. Lalu saya menemukan spot di pojok belakang sebelah kanan ternyata kosong. Oke, saya menuju ke sana.

Setiba di sana, rupanya ada dosen lain yang sedang duduk di ujung deretan bangku saya. Jadi, sederet belakang itu bangku-bangku kosong. Lalu saya duduk di pojok.

Tak berapa lama, dosen utama selesai memberi penjelasan di depan kelas, dan menuju ke belakang (bangku tempat saya duduk). Tiba-tiba beliau menanyai saya duduk di mana. Kata beliau tempat duduk sederet belakang itu steril (hanya beliau dan dosen lain tadi yang boleh duduk di situ). Saya disuruh pindah.

Oke, memang saat itu saya pas mau maju ke depan karena mendapat jatah presentasi kelompok yang pertama. Beliau menyuruh saya pindah ke depan. Padahal tak ada lagi bangku kosong. Ada sih memang di depan kosong satu tapi sudah ada nametag dicup di situ, dibilang orangnya akan datang. Di deretan depan saya pas juga ada kosong satu tapi sama posisinya sudah ada nametag walau orangnya belum ada.

Sedih tidak sih? Tidak mendapat tempat duduk. Akhirnya saya diangkatkan kursi oleh teman (note: terima kasih ya) ke depan (dosen menyuruh angkat kursi). Tapi kursi itu kemudian saya letakkan untuk duduk di depan karena saya presentasi dan tidak ada kursi. Setelah selesai, kursi yang seharusnya untuk saya duduk pun tidak saya angkat tapi saya biarkan untuk yang selanjutnya presentasi biar bisa duduk. Padahal saya bisa angkat lagi itu kursi untuk saya duduk sendiri kalau saya mau.

Saya memilih minggir ke belakang dan permisi numpang duduk di kursi teman yang giliran dapat jatah presentasi. Begitu teman tadi selesai presentasi, saya pun sadar diri. Saya kemudian minta tolong teman yang tadi (note: lagi-lagi terima kasih) untuk mengangkatkan satu kursi tersisa di samping dosen untuk dipindah ke depan biar saya bisa duduk. Beres masalah.

Dan dua orang yang sudah dicup kursi yang tadi saya ceritakan datang jauh lebih telat dari saya. Ya tapi dia beruntung bisa langsung duduk karena sudah dicupkan kursi. Jadi mereka tidak perlu mengalami hal seperti saya. Sumpah, saat kejadian berlangsung tak ada satu pun yang menawarkan saya duduk di kursi-kursi yang kosong itu. Ya sudahlah, memang tak perlu dikasihani kok. :)


Dari kisah ini saya merasakan kepiluan (lebay lagi deh) betapa egoisnya orang-orang yang tidak memberi saya tempat duduk padahal masih ada kursi kosong. Saya menyayangkan kenapa orang yang secara fisik sudah lebih dulu hadir harus merasakan tidak kebagian kursi. Manakah yang lebih utama, yang sudah hadir atau yang belum? Sungguh tega ya membiarkan orang yang sudah hadir tidak bisa duduk. Menurut saya, siapa yang sudah hadir duluan dialah yang layak untuk duduk. Tapi apa dikata memang sudah menjadi budaya di negara kita ini. Jadi terima saja nasibmu. Makanya datanglah lebih cepat lain kali. :)

Oke, mungkin saya yang terlalu sensitif. Hal kecil begini saja dibesarkan. Saat kamu tidak berada di posisi saya kamu tidak tahu bagaimana rasanya. Saya merasa dirugikan dengan adanya budaya ngecup bangku ini. Sama halnya ketika saya sudah membawa makanan tapi saya tidak mendapat tempat duduk sementara orang-orang yang sudah duduk belum ada makanannya dan tidak mau berbagi tempat duduk. Haloooo kita sama-sama bayar loh. Kita sama-sama mau makan. Dan di situ tempat untuk umum alias untuk semua pelanggan dan bukan reservasi.

Ah, sudahlah. Itu hanya sekelumit curahan hati yang tak perlu kamu baca terlalu serius. :D

Tetap tersenyum! Hidup hanya sebentar. Semua itu adalah pendewasaan diri untuk menjadi orang yang lebih bijak dalam hidup yang fana dan benar-benar hanya sebentar ini. Semakin kebal saja saya rasanya dengan hal-hal seperti ini. 

:)


Friday, March 16, 2018

Tanda Butuh Liburan...

3/16/2018 03:32:00 PM 0 Comments
Ketika kamu sudah merasa bosan, stres, lelah hati, pikiran, dan juga raga, atau hal-hal yang tidak mengenakkan lainnya, itu pertanda kalau kamu butuh liburan. Ya, setidaknya itu bagi saya. Seringkali saya merasakan hal-hal di atas. Rasanya butuh suasana baru kehidupan baru supaya hidup jadi lebih hidup. Bukan hanya sekedar menjalani rutinitas yang itu-itu saja.


Ketika saya jalan-jalan, saya merasa bahagia. Bebas rasanya hidup ini. Tidak perlu ingat mau mengerjakan ini itu. Tahunya adalah menjalani apa yang ada di depan mata. Dan have fun!

Lelah kaki melangkah tapi hati riang. Lelah juga duitnya ya tapi worth it. Jadi tak ada penyesalan. Justru menjadi pengalaman berharga.

Mungkin kamu pernah heran kenapa orang hobi sekali jalan-jalan? Menghabiskan duit saja itu mending duitnya dikemanakan begitu ya investasi aset atau apalah. Iya kamu benar sekali. Uang yang dihamburkan untuk jalan-jalan itu memang akan sangat baik sekali jika diarahkan menjadi investasi berupa aset karena semakin bertambah tahun aset akan jauh lebih mahal harganya. Sementara liburan, uang habis begitu selesai liburan. Kamu tidak punya apa-apa setelah itu. Kecuali oleh-oleh yang kamu beli yang biasanya sih tidak bisa dijual lagi alias sayang juga dan siapa juga yang mau beli?

Untuk orang yang banyak duit sih tidak masalah ya mau jalan-jalan ke mana saja kapan saja. Tapi bagi yang terbatas kemampuan finansialnya? Jelas mending untuk pemenuhan kebutuhan primer ketimbang jalan-jalan. Justru tidak kepikir mau jalan-jalan.

Semua itu betul dalam kehidupan ini kita pasti punya prioritas masing-masing. Jalan-jalan bisa diagendakan kok karena sifatnya tidak wajib seperti makan-minum kecuali yang memang pekerjaannya menuntut itu ya. 

Untuk me time, boleh donk ya kita menikmati hasil kerja sendiri untuk kebahagiaan diri sendiri. Saya memang punya keinginan untuk bisa mengagendakan jalan-jalan ke suatu tempat ini dan itu. Tak perlu buru-buru juga. Kapan saya senggang dan momennya pas begitu ya. 

Kalau yang sudah pernah jalan-jalan dan merasa bahagia sih pasti setuju dengan saya. Benar loh ini yang saya alami begitu. Makanya saya ingin kembali jalan-jalan. Semoga segera... Aamiin. 



Sunday, March 11, 2018

Kenapa Saya Menulis?

3/11/2018 01:19:00 PM 4 Comments


Sebenarnya, kenapa sih saya menulis? Apa yang saya peroleh dari menulis blog begini? Mana sudah sangat lama lagi saya menulis di sini dan masih tetap bertahan walau saya tidak mendapat keuntungan apa pun.

Saya menulis karena memang ingin menulis, bukan karena paksaan atau hal lain. Saya menulis karena ingin berbagi. Dan menulis di blog ini ternyata adalah salah satu upaya eksternalisasi dalam istilah knowledge management yang saya pelajari yaitu penyaluran dari tacit knowledge ke explicit knowledge . 
Tacit berarti pengetahuan yang berada di diri seseorang, yang melekat pada diri seseorang. Sementara explicit adalah pengetahuan yang dituliskan dalam bentuk tulisan dan semacamnya. Nah, saya tidak pernah menyadari bahwa selama ini saya telah melakukan knowledge management sampai akhirnya saya belajar mengenai knowledge management itu sendiri. Subhanallah.

Jadi, apa yang saya bagikan di sini bisa menjadi pembelajaran bagi siapa pun yang belum pernah mengalami agar menjadi pelajaran yang bermanfaat yang bisa dipetik hikmahnya dalam kehidupan.

Saya menulis juga dalam rangka supaya bisa menjadi peninggalan di kala saya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Saya berharap semoga google akan tetap eksis dan tidak menghapus blogger sehingga tulisan saya akan tetap ada selama apa pun dan bisa dibaca orang. Jika saya menggunakan TLD (top level domain) saya khawatir jika suatu saat saya meninggal maka tidak ada yang memperpanjang domain dan hosting maka blog saya tidak akan bisa dibuka. Sia-sia saya menulis sebanyak apa pun jika tak bisa diambil manfaatnya untuk orang lain.

Bukankah hadis Rosul mengatakan bahwa orang yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain? Jika memang tidak bisa melakukannya dalam dunia nyata semoga melalui tulisan ini bisa menjangkau publik yang lebih luas. Tetap bisa menjadi orang yang bermanfaat meski hanya lewat sumbangsih pikiran yang tertuang dalam tulisan. Aamiin.

Dan tulisan akan tetap bisa dibaca orang meskipun kita sudah meninggal. Selama ada orang yang mendapat manfaat dari tulisan kita, semoga akan tercatat pahala untuk kita. Maka itu, mari tinggalkan tulisan sebanyak-banyaknya selama masih hidup di dunia.

Saya menulis ketika memang saya ingin menulis. Tak pernah saya memikirkan apakah akan menjadi hit atau tidak. Ketika menulis, saya tak pernah tahu bahwa artikel ini akan hit, artikel itu tidak. Saya juga tidak melakukan pencarian keyword mana yang bakal hit dan banyak dicari orang. Saya menulis santai saja. Ada yang membaca alhamdulillah, jika pun tidak tak mengapa. Semacam catatan sejarah saja begitu ya. Ya siapa tahu di kemudian hari ada yang membaca.

Saya yakin saja semakin banyak konten maka akan semakin banyak orang menemukan blog saya karena yang mereka cari ada di blog saya. Sederhana saja berpikirnya. :)

Kalau saya perhatikan, sepertinya genre (ceileee genre) menulis saya adalah menulis santai yang lebih banyak ke cerita pengalaman. Sementara teman saya ada yang genre-nya itu menulis tentang uneg-uneg alias perasaaan (baca: curhat). Saya menyadari tiap orang itu unik yang mempunyai genre-nya masing-masing. Zona nyamannya beda-beda ya. Biar dunia makin ramai. :)

Bicara tentang temuan saya kemarin di posting plagiarisme, sebenarnya kejadian itu di luar perkiraan saya. Kalau ada yang plagiarisme berarti ada yang membaca tulisan saya. Itu sajalah ya santai saja. Hihi lucu saja menurut saya. Kalau tulisan tutorial, teori atau ide yang bernas-bernas itu wajar untuk diplagiat tapi tulisan kisah perjalanan rasanya aneh ada yang plagiat. Tapi rupanya itu terjadi juga di blog saya. Sungguh! Tak habis pikir rasanya. Hmm, memang orang Indonesia itu ada-ada saja idenya. Readers bisa baca posting saya sebelumnya untuk tahu kelucuan orang memplagiat tulisan saya. :)

Ok, sekian saja sharing hari ini. See you next posting!




Monday, March 5, 2018

Pengalaman Membuat Kritik Paper

3/05/2018 09:30:00 PM 0 Comments
Adakah kalian pernah membuat sebuah kritik paper? Sepanjang dua semester yang sedang saya jalani ini saya mendapat tugas membuat kritik paper sebanyak dua kali. Pertama kali adalah di semester satu di mata kuliah Pemerintahan Cerdas (e-Gov). Dan kedua adalah di mata kuliah Knowledge Management. Paper yang dikritik adalah paper dari jurnal internasional yang tentunya berbahasa Inggris dan terindeks Scopus.



Pengalaman pertama

Karena belum pernah membuat sebelumnya makanya masih meraba-raba. Asisten dosen menjelaskan bahwa kritikan harus disertai sanggahan dari paper lain misal. Panduan kritik paper diberikan poin-poinnya namun tidak diberi contoh realnya seperti apa. Jadinya saat itu saya membuat kritik paper sepenafsiran saya saja. Yang paling mudah adalah kritikan redaksional. Mulai dari redaksi kalimat jika ada typo mungkin atau pun salah kata yang seharusnya lima ditulis empat dan lain-lain. Paper penyanggah pun tidak banyak saya sertakan karena memang sedikit nemu yang pas dan selaras dengan judul yang saya ambil.

Kesulitan yang saya alami diantaranya adalah terlalu lama mencari dan memilih paper mana untuk dikritik. Rasa-rasanya kala itu kok tidak nemu-nemu yang pas. Padahal sudah terkumpul banyak paper di folder laptop saya. 

Semua mahasiswa diminta untuk menuliskan judul paper yang dikritik di forum web kampus sehingga tiap mahasiswa tahu judul-judul paper yang dikritik. Bahkan ada teman saya yang ganti paper gara-gara sama judulnya dengan teman lain. Padahal sih sebenarnya tidak masalah karena cara mengkritik pasti berbeda. Tapi teman saya tidak mau atas pertimbangan takut dibandingkan hasilnya. 


Pengalaman kedua

Deadline tugas baru kelar tanggal 4 Maret 2018 23.59 pm kemarin. Saya mengerjakan hampir 12 jam sampai proses upload. Haduh, libur-libur juga ya mengerjakan tugas. :) Lega rasanya setelah kelar semoga hasilnya baik. Aamiin. Berangkat dari pengalaman pertama, tentu harus ada perbaikan ya.

Kalau saya bandingkan hasil kritikan pertama dan kedua tentu sangat berbeda. Memang pengalaman itu adalah ilmu yang sangat berharga. Biarpun tidak mendapat feedback dari kritik paper pertama, bahkan nilai pun saya tak tahu, tetap saja jadi bahan pelajaran. 

Di kritik paper kedua ini, dosen memberi panduan kritik juga. Dan enaknya kali ini disertai contoh kritik paper dari kakak tingkat yang lalu sebanyak 3 files. Alhamdulillah bisa jadi bahan belajar. Tentunya no plagiarism ya. Jangan sampailah. Bahaya!

Karena waktu sudah mepet, saya memilih paper dua buah untuk saya print. Satu paper lebih panjang dan satu lagi pendek. Akhirnya pilihan jatuh pada yang panjang. Pokoknya saya coba tulis dulu ringkasannya. Wah, kok ternyata panjang. 

Dan di tengah jalan saya agak menyesal. Tapi sudah terlanjur jalan dan saya pikir akan buang waktu jika pada akhirnya saya ganti paper. Kenapa saya galau di tengah jalan? Karena ketika saya meringkas, saya merasa paper ini bagus, tak ada celah. Apa yang akan saya kritik dari paper yang sudah bagus sedemikian rupa? Padahal sebenarnya kritik itu tidak harus yang negatif-negatifnya saja melainkan pujian atau kritikan positif pun tetap kritikan. Sementara paper yang pendek saya sudah menemukan kritik bahkan dari membaca judulnya. Di situlah saya agak menyesal kenapa saya pilih yang panjang.

Oke, saya coba teruskan meringkas hingga selesai, soal kritikannya apa saya pikirkan nanti. Optimis... :)
Begitu mulai menulis bagian kritikan, wah benar ternyata ide mengkritik itu muncul satu per satu ketika saya baca semua bab. Ternyata ada-ada saja kritikan yang saya temui tiap bab. Subhanallah. Mungkin berkat doa sewaktu dzuhur ya saya minta diberi kesehatan dan kemudahan dalam mengerjakan. :)

Untuk bisa mengkritik, tentu kamu harus punya amunisi. Jika tidak punya amunisi, bagaimana mungkin kamu akan menyerang lawan? Oke, sekian perumpamaan (tidak penting) nya. Jadi, saya teringat kalau saya punya buku metode penelitian beberapa buah versi Inggris dan Indonesia. Alhamdulillah bisa jadi referensi. Dari situlah saya punya referensi untuk mengkritik. Setiap kritikan saya sertai referensi karena memang dimintanya begitu. Jadi bukan asal komentar. 

Dan memang yang membuat proses membuat kritik paper ini lama karena:
1. Harus membaca paper yang dikritik
2. Harus membaca referensi yang menjadi sumber kritik

Berhubung saya bukan native Inggris jadi untuk memahami arti saya butuh waktu. Mencari sumber referensi juga tidak sebentar kalau bagi saya apalagi jika mencarinya online. 

Setelah semua bagian selesai, saya percantik layout di Power Point lalu convert pdf dan selesai kirim. Alhamdulillah tidak telat. Masih ada beberapa jam tersisa. :)

Berharap ada feedback dan berharap lain kali bisa lebih bagus lagi dalam membuat kritik paper. Kali ini saya tidak mengkritik berhubungan konten (materi berhubungan dengan mata kuliah). Paper yang saya kritik tidak menggunakan model tertentu atau pun konsep-konsep apa yang bisa saya kritik. Misal paper menggunakan 4 level kematangan sementara peneliti A pakai 5 level. Saya coba mengkritik dari sisi yang lain. Ya sebisa saya sebatas kemampuan saya saat ini, mulai dari judul hingga references.

Tips mengkritik paper dari saya:
  1. Pilihlah paper yang kamu suka temanya.
  2. Pilihlah paper yang bahasanya mudah dimengerti menurut kamu. Biarpun sudah ada google translate, tapi percayalah mengartikan sendiri itu lebih enak. Maksudnya begini, ketika kamu membaca, kamu langsung paham maksudnya. Banyak paper bertebaran berbahasa Inggris, tapi kamu bisa bandingkan dengan paper orang Indonesia yang berbahasa Inggris pasti akan lebih mudah kamu pahami ketimbang paper native. Tapi kembali ke kemampuan bahasa Inggris kamu. Kalau kamu memang jago hal ini tidak akan menjadi masalah buatmu.
  3. Print paper yang kamu pilih. Coret-coretlah atau tandai dengan stabilo mana yang penting-penting.
  4. Segeralah tulis. Minimal ringkasannya dulu yang kamu tulis. Selanjutnya pasti kamu akan berpikir dengan sendirinya untuk melanjutkan membuat kritik hingga selesai. Jika kamu tidak pernah memulai maka tidak akan pernah selesai.
  5. Siapkan referensi baik itu buku maupun paper jurnal di dekatmu. Jika ada sumber lain, silahkan...
  6. Siapkan waktu yang cukup luang untuk mengerjakan. Jangan mepet deadline supaya hasilnya maksimal. Bisa jadi kamu masih punya perbaikan-perbaikan ataupun ide-ide baru untuk mengkritik di lain waktu/hari.
Oke, sekian sharing dari saya hari ini. Semoga bermanfaat. Selamat istirahat ya semua! :)



Friday, March 2, 2018

Fokus Satu Saja!

3/02/2018 10:30:00 PM 2 Comments

Kamu pasti pernah dengar kalau wanita itu multitasking ketimbang pria. Pria tidak bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu. Pria hanya bisa fokus satu hal saja untuk dikerjakan dalam satu waktu. Berbeda dengan wanita yang julukannya multitasking alias bisa "nyambi-nyambi". Misal masak nyambi telponan nyambi menyuapi anak dan sebagainya. Benarkah itu?

Semua kembali ke individu masing-masing saja untuk menjawab benar tidaknya. Yang jelas saya mengangkat tema ini berangkat dari fenomena yang saya alami sendiri tepatnya di kelas saya kuliah. Adalah hal lazim di kelas bawa laptop ya. Karena memang materinya dalam bentuk slide dan bisa diunduh di web khusus untuk mahasiswa. 



Fenomena 1

Pada saat dosen menjelaskan saya perhatikan teman-teman banyak yang cetak-cetek mencet tombol laptop. Ngerangkum penjelasan dosen? Iya ada sebagian. Tapi ada yang menarik nih di jaman teknologi ini. Apa itu? Whatsapp!

Sebagian teman-teman whatsapp-an di tengah dosen mengajar. Kan ada whatsapp desktop ya. Terkadang ada pula yang lupa mematikan bunyi notifikasi di laptop-nya. Dan dosen pun notice ya itu suara whatsapp. Dosen pun menegur. Ada dosen yang tidak suka dengan bebunyian itu karena dirasa mengganggu. 

Fenomena 2

Di kala dosen mengajar, teman-teman ada yang mengerjakan tugas dengan laptopnya. Entah itu tugas mata kuliah tersebut atau pun mata kuliah lain. Jika yang terjadi adalah mata kuliah bersangkutan, maka dosen pun notice ya. :)

Oke, cukup dua saja ya. Yang ingin saya bahas di sini bukan teman-teman saya tapi saya sendiri. Cerita di atas adalah fenomena sebagai pendukung cerita.

Saya perhatikan diri saya bahwa saya tipe yang fokus satu hal saja dalam hal belajar di kelas. Sebagai contoh konkrit, dosen menjelaskan di kelas, ada teman saya yang mengajak bicara, saya stop itu teman saya. Saya bilang nanti setelah ini. 

Kenapa? Karena jika saya sedang mendengarkan penjelasan dan ada yang mendistrak saya, saya tidak "ngeh" si dosen tadi bilang apa. Saya tidak menyimak maka saya pun juga tidak mendengar apa yang dosen katakan. 

Saya tentu mendengar dosen bicara tapi esensi pembicaraannya tidak terserap di otak saya sehingga saya blank. Jika saya mengobrol, kadang-kadang terjadi juga ya sebentar saja dengan teman sebelah, resikonya ya tadi itu saya kehilangan isi materi yang dijelaskan dosen.

Contoh lain, ketika ada deadline tugas pukul 18.30 wib untuk pengumpulan hardcopy maupun softcopy via email, maka sebelum kuliah (saya masuk kuliah jam 14.00) saya harus sudah mengumpulkan semuanya. Saya harus sudah nge-print di kos dan juga sudah kirim email. Saya berangkat ke kampus tinggal setor hardcopy sebelum masuk kelas.

Ternyata, kala itu teman-teman saya belum pada mengumpul. Baru ada 6 orang termasuk saya dari 39 orang yang mengumpul. Di kelas, teman-teman masih mengerjakan ketika jam kuliah dan nge-print di sekitaran kampus. Nah, kalau saya merasa tidak bisa seperti itu. Saya tidak tenang jika jam kuliah mengerjakan tugas karena tugas belum selesai dan diburu-buru deadline. Belum lagi kalau ada permasalahan tak terduga misal mati lampu, internet tidak connect atau apa.  

Berangkat kuliah itu harus sudah tidak membawa beban ke kampus. Plong begitu istilahnya. Dan lagi karena alasan saya yang "mendengar tapi tak mendengar" begitu ya sudah saya bahas di atas.

Teman saya yang lain ada yang rela telat masuk kuliah hingga sudah hampir selesai baru hadir. Bahkan ada pula yang tidak hadir sama sekali dan baru hadir ke kampus untuk setor tugas saja. Mungkin mereka ini yang setipe dengan saya. Hmm...

Saya ke kampus membawa laptop juga tapi seringnya tidak saya buka saat kelas berlangsung. Hanya saat-saat butuh penting saja saya baru buka. Kalau saya buka laptop nanti repot malah saya buka-buka web lain. :D

Saya masih suka mencatat di kertas. Alasan biar tidak mengantuk dan punya catatan sewaktu-waktu bisa dibuka lagi. Saya menyadari saya ini short term memory sekali saat ini. Gampang sekali lupa ya Allah. Sedih saya. :(

Oke, kembali ke cerita awal, fenomena 1 dan 2 itu terjadi baik laki-laki maupun perempuan loh ya. Jadi, saya simpulkan (dengan sangat dangkal) tidak selalu benar kalau pria hanya fokus satu saja. :)

Benar tidak menurut kamu? Yuk share...



Terencana vs Tidak Terencana

3/02/2018 03:21:00 PM 0 Comments


Sekitar sebulan lalu saya pergi ke Gramedia Matraman dengan teman saya sekosan. Kami pergi dari sekitar jam 10 pagi sampai siang habis zuhur. Karena siang adalah waktunya jam makan siang,  saya bilang ke teman saya kalau saya mau mampir beli makan dulu nanti di perjalanan menuju kosan. Teman saya bilang dia tidak mau beli makan. Oke tak apa, saya sendiri saja yang beli.



Kami cukup naik angkot M01 menuju lampu merah Pasar Kenari lalu berjalan kaki pulang. Sampai di deretan orang jual makanan, saya berhenti di satu tempat, dan dia masuk ke tempat sebelah lain sebelah saya, warung makan. Rupanya, pelayanan di tempat saya beli agak lama jadi saya harus menunggu. Sementara dia sudah selesai lebih dulu dan mendatangi saya. Saya bilang ke dia:

"Katanya ga mau beli makan tadi?"

"Emangnya segala hal harus sesuai rencana?" balasnya bernada yang menurut saya tidak enak. Bisa jadi saya saja yang sensitif sih ya.

Jleb! Menohok rasanya. Tapi saya tidak merasa tersinggung ataupun marah. Malah hal itu menjadi perenungan buat saya.

"Ya nggak sih," jawab saya spontan.

Saat itu otak saya berpikir dan memahami bahwa kami berbeda. Dan saya bisa menerima itu.

Saya paham bahwa dalam hidup kita ini tidak selalu sesuai rencana antara harapan dan kenyataan. Karena saya yakin di sana ada campur tangan Tuhan. Itu pertanda bahwa hidup kita ada yang mengatur.

Saya juga bisa menerima bahwa kita bisa sewaktu-waktu berubah. Hal ini bisa terjadi pada siapa pun. 

Untuk kasus yang saya ceritakan tadi, saya memang sudah berencana beli makan di perjalanan pulang menuju kos sementara dia tidak. Tapi pada kenyataannya dia beli juga. Dari sini saya menyimpulkan (atas dasar pemikiran yang dangkal) bahwa saya terbiasa dengan rencana

Saya terbiasa merencanakan dalam otak saya bahwa saya akan melakukan ini, ini dan ini untuk hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari saya. Dan itulah yang kemudian saya kerjakan. Bahkan hal kecil seperti beli makan, saya sudah merencanakan dan kemudian merealisasikan. Saya ingin beli ini dan itu, sudah saya pikirkan. Saya menargetkan sampai tanggal sekian, saya harus selesai revisi paper, submit, mengerjakan tugas ini dan itu yang kemudian sukses saya kerjakan. 

Dan saya adalah tipe orang yang ketika merencanakan sesuatu ya saya berusaha untuk menepati. Bukan tipe labil yang mudah sekali goyang atau membatalkan rencana. Kecuali jika memang ada sesuatu di luar rencana itu bukan kuasa saya.

Selama ini sih saya tidak pernah merasa bahwa saya tipe orang yang terencana. Tapi saya jadi merenungi. Penting tidak sih? Hehe

Seperti ketika saya berencana untuk kembali ke sini setelah liburan panjang kemarin, awalnya saya memasang target pulang tanggal sekian karena sudah berencana pindah kamar dan pas sekalian ada rencana jalan dengan teman-teman. Ternyata, rencana jalan itu gagal. Ok, saya terima. Saya pun memutuskan tidak jadi pulang tanggal tersebut. Buat apa pulang terlalu cepat jika tidak ada yang dikerjakan. Kemudian saya set tanggal pulang mendekati jadwal masuk kuliah. Rupanya, tiba-tiba ada email akan ada semacam penjelasan topik karya akhir selama 5 hari di kampus. Waduh, itu penting kan. 

Saya pun menimbang-nimbang bagaimana sebaiknya. Email waktu itu hari jumat seingat saya sementara jadwal penjelasan topik mulai senin. Oh no! Mepet! Karena saya mesti pesan tiket pesawat dan mempersiapkan segala halnya. Atas pertimbangan yang matang akhirnya saya memutuskan kembali ke rencana awal saya pulang sesuai rencana awal. Saya lebih bisa bernafas. Saya punya banyak waktu untuk bersiap diri alias tidak terburu-buru.

Kala itu saya merasa bahwa saya ini harus berjalan sesuai rencana. Jika terdistrak maka tidak ikhlas menjalankannya. Meskipun sebenarnya saya tidak sekaku itu juga.

Memang sih saya tahu perubahan rencana itu hal biasa. Tapi tetap lebih baik semua sesuai rencana. Biar hati pun juga enak menjalaninya. Ikhlas begitu ya. :)

Bagaimana denganmu? Adakah yang setipe dengan saya?








Thursday, March 2, 2017

Jangan Nikah Sama Bule!

3/02/2017 02:41:00 PM 0 Comments




Di suatu siang saya mengobrol dengan teman kantor perempuan. Ada yang menggelitik sehingga saya bikin posting ini.

Teman: Ayuk punya pacar? (Ayuk disingkat Yuk adalah panggilan untuk perempuan lebih tua di wilayah Bengkulu/Sumsel)

Saya: Nggak. Kenapa? Mau nyariin? Cariinlah orang luar.

Teman: Ayuk maunya orang luar. Ga mau orang sini. Orang luar mana?

Saya: Luar negri bolehlah. (Jawab saya iseng. Dari dulu sih pengennya orang luar itu maksudnya luar Bengkulu yaitu Lampung biar pulang kampung ke Lampung tapi sayangnya belum ketemu-temu) 😊

Teman: Nah, nyari di mana orang luar negri di sini.

Saya: Ya siapa tahu ada turis ke Pantai Laguna. (Iseng jawab. Mana ada bule ke sana haha. Kalau Lampung Barat iya ada bule pada selancar). Catat: tempat saya kerja berbatasan Lampung bagian barat.

Teman: Ayuk mau sama bule?

Saya: Aku sih ga pernah bercita-cita. Mau orang Indonesia atau luar negri ga masalah asalkan cocok.

Teman: Aku sih ga mau sama bule. Jangan sama bule, Yuk.


Saya: Kenapa?

Teman: Bos cerita temannya perempuan cerai sama suaminya (bule). Si perempuan bilang kalau si bule kuat seks. Dia ga tahan akhirnya cerai.

Saya: Ga semuanya kali. Aku sih percaya tergantung orangnya masing-masing. 

Teman: Makanya kalau tahu begitu (ada contoh tidak baik/negatif) mending ga usah.

Saya: Jangan salah. Banyak loh wanita Indonesia yang nikah sama bule. Kita aja yang tinggal di desa ga pernah lihat fenomena itu. Makanya pikiran tertutup. Memang yang ketemunya ga baik ada. Tapi yang baik juga ga kurang. (Search ada di google banyak sobat)


Hmm, begitulah pola pikir sebagian orang yang pernah saya temui. Jika satu orang gagal, bukan berarti yang lain ikut gagal kan?  Kegagalan maupun kesuksesan, keduanya sama-sama bisa jadi pelajaran untuk orang lain. Tapi bukan berarti kita telan mentah-mentah informasi apa yang kita terima. Kita serap lalu cerna dulu. Kalau berita yang bagus sih tak masalah. Kalau dapat beritanya yang negatif-negatif, tak bagus kalau efeknya otomatis jadi tidak boleh begini begitu. Pemikiran sempit dan tidak berkembang.

Begitu pula nih saat ada kasus pesawat Air Asia hilang tanpa jejak dulu kala. Teman saya sih langsung tak mau kalau naik Air Asia. Padahal nih ya menurut saya, kalau memang ajal ya siapa yang bisa menghindar. Tak harus naik Air Asia, di mana pun berada mati juga. Sudah tertulis di lauful mahfudz. Pertanda masih perlu belajar tauhid. Ketauhidan kita masih dipertanyakan. Masih takut mati? Iya sama saya juga. Makanya dulu kala saya sempat tertohok saat gempa kuat dan saya ketakutan. Lalu bapak kos bilang, "Takut mati?" Jleb.

Menurut saya sebagian orang terlalu paranoid. Saya tahu maksudnya bagus sih untuk berjaga-jaga supaya tidak jatuh di lubang yang sama. Tapi menurut saya pemikirannya jadi sempit. Di situ ada tembok 'jangan' yang membatasi pemikirannya. 

Sejalan dengan kasus mitos dalam posting saya lalu kan. Orang-orang dengan pemikiran seperti ini yang menyebabkan mitos itu ada dan bertahan hingga generasi ke generasi. Dan saya selalu tidak setuju. Saya menentang pemikiran seperti ini.

Pemikiran saya seperti ini sudah dari kecil. Saya paling tak suka jika ada yang menggeneralisir begitu. Misal di tempat lahir saya banyak tindak kejahatan seperti begal, rampok dan sebagainya. Lalu ada orang (jawa) bilang bahwa pelakunya pasti orang Lampung. Padahal nih, orang jawa yang jahat mah tidak kurang. Contoh nyata sudah banyak. Tapi ya masih ada saja orang berpikir demikian.


Sunday, February 26, 2017

Percaya Mitos?

2/26/2017 09:48:00 AM 0 Comments



Kalau kamu orang Indonesia dan tinggal di Indonesia kemungkinan besar sudah pernah dengar mitos minimal satu. Entah ada berapa banyak mitos yang beredar hingga saat ini. Seringkali saya mengelus dada jika lawan bicara saya masih percaya mitos di jaman modern begini.

Saya tumbuh di lingkungan yang masih banyak orang percaya mitos. Mereka bilang kata orang tua (orang jaman dulu) begini begitu. Kalau lagi begini kamu harus melakukan ini, kalau tidak nanti begini. Bla bla...

Dari mana asal mitos dan si orang tua itu?

Asalnya tentu dari cerita turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lalu si orangtua itu siapa? Ya si nenek moyang. Persisnya siapa yang pertama kali membuat tidak tahu karena tidak pernah disebut namanya.

Kalau tebakan saya sih ada suatu kejadian lalu seseorang melakukan sesuatu eh ternyata benar terjadi. Dari situ muncul anggapan benar lalu menyebar. Semakin banyak yang mengalami semakin banyak yang mengamini bahwa itu benar. Maka jadilah itu mitos. Tapi banyak juga mitos yang tidak masuk di akal saya. Kalau yang begini sudah campur dengan kepercayaan orang jaman dulu. Pada awal sejarahnya kan orang jaman purba percaya animisme dinamisme. Lalu datang agama hindu budha yang syarat mistik. Sudah terlanjur menyatu ke adat budaya tradisi masyarakat setempat baru datang islam. 

Dari kecil saya itu entah kenapa selalu menentang mitos. 

  • Dibilang jangan duduk di pintu nanti bla bla. Yang benar sih karena mengganggu orang yang mau lewat kan?
  • Kalau menyapu yang bersih kalau tidak nanti suaminya brewokan. Hehehe ya iyalah lelaki mah brewokan kalau tidak cukur.
  • Anak gadis jangan makan sayap nanti dibawa terbang suaminya. Pikir saya dulu memang saya ingin ikut suami kalau saya menikah. Ya iyalah memang seharusnya begitu. Malah asyik terbang keliling dunia kan? Doa itu hehe aamiin.
  • Kalau hujan petir jangan duduk dekat kaca jendela. Ya iya kan kaget itu suara petir memantul dan kilatnya seram. Saya sih tutup kuping waktu kecil tiap ada petir. Seram suaranya menggelegar dan kilatnya wow seperti menyambar.
  • Kalau orang hamil mau pergi ke luar rumah pasti bawa jimat. Kalau tidak salah berisi gunting kecil, sisanya saya tidak ingat. Apa manfaatnya coba? Memangnya bisa untuk melindungi diri? Ini jatuhnya syirik kan?
  • Kalau buat acara kondangan, ada namanya pawang hujan. Dan ada itu sesajen di kamar. Ini mengundang jin namanya kan? Syirik lagi. Kok percaya begituan? Mau hujan atau tidak ya allah yang menentukan. Berserah saja kepada-Nya. Orang-orang hadir ke kondangan itu namanya rejeki, Allah yang mengatur. Allah yang menggerakkan orang itu hadir biar kata hujan atau pun tidak. 
  • Kalau lebaran ketupat (lebaran seminggu) saya lihat ibu saya menggantung ketupat kecil di pintu. Ini apa maksudnya ya? Saya pertanyakan ke ibu saya dan saya bilang itu mitos. Saya minta ibu saya jangan percaya mitos-mitos yang jatuhnya syirik. Lama-kelamaan sudah tak ada lagi begituan. Alhamdulillah. Pokoknya saya selalu menentang biar dibilang anak kecil tahu apa tak nurut sama orangtua jaman dulu. Biar saja toh Allah yang menentukan takdir saya bukan si orangtua jaman dulu itu yang sudah di alam kubur kan.

Masih banyak cerita mitos yang lain, apalagi orang hamil dan anak kecil. Geleng kepala saya jadinya. Tidak hanya di tempat kelahiran saya di Lampung, tapi juga di sini, Bengkulu. Inspirasi posting tentang mitos ini awal mulanya dari obrolan saya dengan teman kantor wanita yang asli orang sini. 

Salah seorang bilang kalau hujan panas wanita hamil tak boleh keluar rumah nanti bahaya bayinya bisa meninggal atau dianya kenapa-napa. Lah bukannya teman saya itu juga wanita yang pernah hamil? Mereka pergi ke luar rumah tiap hari ke kantor dan lapangan mau hujan panas atau tidak. Dan mereka tidak kenapa-kenapa tuh. 

Mereka berdalih karena mereka keluar untuk bekerja (hal yang baik) bukan menyengaja keluar tanpa tujuan. Lah aneh sekali kok ada perkecualian begitu. Itu menandakan dengan jelas bahwa itu mitos. Buktinya ya mereka sendiri baik-baik saja. Cukup logis kan? Herannya mereka tetap percaya itu mitos benar karena banyak kejadian. Hmm, memang susah merubah mindset.



Saturday, February 25, 2017

Arti Sebuah Janji

2/25/2017 07:23:00 PM 0 Comments


Jangan berjanji jika tak bisa menepati.

Ingatkah kamu jika tidak menepati janji adalah salah satu ciri orang munafik? Jika kamu lupa, mari kita ingat kembali ciri-ciri orang munafik.

  1. Jika berkata ia bohong
  2. Jika berjanji ia ingkar
  3. Jika diberi amanah ia khianat

Ini adalah pelajaran yang saya dapat ketika belajar mengaji di masjid jaman saya kecil dulu. Dan ternyata masih melekat hingga sekarang. Memang benar pepatah belajar di waktu kecil seperti mengukir di atas batu. 

Mau tidak mau, pelajaran yang saya serap di masa kecil itu membentuk diri saya yang sekarang. Apa yang menurut saya benar menjadi prinsip dalam hidup saya. Oleh karenanya seringkali saya kecewa (terluka) jika orang lain tak seprinsip dengan saya. Bukan saya memaksakan prinsip saya. Tapi saya melihat fenomena betapa mudahnya orang melakukan ini dan itu tanpa sedikitpun memikirkan perasaan orang lain dan tentunya tanpa sedikitpun rasa takut terhadap Tuhannya.

Pada bahasan ini saya ingin menyoroti tentang janji.

Kasus 1

Sudah baca posting saya yang lalu tentang hutang? Baca di sini klik

Seminggu yang dia janjikan sudah lewat, orang yang saya ceritakan itu bilang ke saya kalau dalam minggu itu dia tidak bisa mengurus untuk mencairkan uangnya. Dia sedang sibuk yang lain dan dalam 2 minggu ke depannya tak ada di kantor karena urusan dinas ke ibukota provinsi. 

Apa yang pembaca tangkap dari cerita saya barusan?

Dia ingkar janji.

Ya, benar sekali. Waktu satu minggu yang dia janjikan molor menjadi 3 minggu. Dan 3 minggu itu juga masih belum pasti apakah di minggu keempat akan dilunasi.

Ini baru satu contoh betapa mudahnya membuat janji kemudian ingkar janji. 

Jika tak bisa menepati kenapa harus berjanji? Sudah lupa atau sengaja lupa jika ingkar janji itu berdosa?


Kasus 2

Ini kasus orang hutang juga. Orang lain hutang minggu ini di hari selasa. Dia minta transferkan sejumlah uang. Dia bilang akan dibayar kamis kalau saya tidak mau cash, akan dia transfer. Ok, saya minta transfer dan tunggu sesuai janji. Tiba hari kamis, dia bilang mau dibayar cash saja dengan alasan malas antri di bank.

Malas? Bukannya saat pinjam tidak malas? Tidakkah kamu pikir berarti malas pula untuk menepati janji?

Saya tidak mau cash karena saya tidak mau pegang cash terlalu banyak. Saya sendiri masih pegang cash untuk cadangan hidup sehari-hari. Belum lagi kalau orang di kasus 1 membayar jadi tambah banyak. Lagipula saya ambil dari tabungan jadi sudah sewajarnya dia kembalikan ke tabungan. Pada hari jumat orangnya bilang lagi supaya saya mau cash. Saya bilang ok sini saya terima. Tapi kemudian dia bilang nanti saya tidak mau meminjami dia lagi. Dan uang belum saya terima akhirnya.


Kasus 3

Pernah suatu ketika saya dan teman janjian sepedaan pagi di hari minggu, setelah itu mampir beli lotek (gado-gado). Ok, saya berangkat sepedaan pagi-pagi sengaja tak sarapan karena ingat akan makan pagi dengannya. Tapi betapa kecewanya saya saat dia bilang dia sudah kenyang. Ya Tuhanku, batin saya menangis. Memang ini cuma hal sepele tapi bagi saya tidak. Kenapa?

Karena ada poin menepati janji di sini. Semudah itukah melupakan janji? Where was your heart?


Masih banyak cerita lain. Cukup tiga saja ya supaya tidak kebanyakan. Apakah kamu merasa terluka dan kecewa jika seseorang tak menepati janji? Saya tak tahu apakah saya pribadi yang kaku jika demikian atau justru saya memang di posisi yang benar. Fenomena yang saya lihat orang cenderung menyepelekan janji. Tidak memaknai filosofi sebuah janji.

Bukankah Allah sudah memberikan kata insha allah (jika allah menghendaki) kepada kita manusia supaya kita menggunakannya ketika berjanji? Supaya ketika terjadi hal di luar kekuasaan kita manusia, janji itu tidak gugur dan jatuh dosa kepada kita. Jika kita tak menggunakannya berarti kita yakin benar bahwa kita akan bisa menepati. Tapi coba lihat apakah ada yang menggunakan insha allah dari 3 kasus di atas? Dan coba renungi jika kata inshaallah orang Indonesia masa kini bukan berarti iya saya akan mengusahakan (kecuali jika terjadi hal yang tak diinginkan atas kuasa allah) tapi sudah berubah makna yang berarti 'saya ga janji ya'.

Sekian sedikit celoteh malam minggu dari saya. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik.