Follow Us

Monday, May 23, 2022

Pentingnya Menjaga Mulut/Lisan

Sobat, kali ini saya ingin membahas tentang menjaga mulut/lisan. Kenapa saya membahas ini? Tak lebih karena obrolan saya dengan seseorang.

Begini Sobat, kenapa menjaga mulut atau lisan itu penting? Dalam pandangan saya pribadi, ada benarnya kenapa diam itu lebih baik daripada mulut berkata-kata yang tidak baik atau menyampaikan hal yang tidak baik yang mana apabila sudah keluar dari mulut maka tidak bisa ditarik kembali. Apa yang sudah terjadi maka tidak bisa dikembalikan. Semua sudah dicatat malaikat. Apabila bisa di-rewind seperti video, maka sesungguhnya kita akan malu dengan perbuatan kita sendiri. Kita ingin menghapus tapi tidak bisa. Lalu bagaimana? Jika tidak ingin melakukan kesalahan maka kita harus berhati-hati dalam berkata-kata. Yang bisa kita lakukan adalah mencegah dan pengendalian diri.

Yang saya maksud dengan berkata-kata yang tidak baik ini luas. Bisa berarti menghina, mencemooh, menyinggung, menyindir, memarahi, berkata kasar, termasuk tidak bisa menjaga rahasia alias ember ke mana-mana, bergosip, dan lain-lain. Intinya segala perbuatan yang menyebabkan orang lain sakit hati, terhina, tersinggung, tersindir, dan lain-lain. Yang ingin saya soroti adalah menjaga rahasia.

Saat seseorang (katakan X) bercerita hal negatif ke Y tentang orang lain (beberapa orang - katakan A B C D). Eh, Y sampaikan ke yang bersangkutan. Selain ember, itu namanya Y adu domba bukan? Orang pertama menyampaikan ke orang kedua dan seterusnya. Jadi beruntun ini cerita dari A ke B ke C ke D dst. Nah, beruntun pula yang sakit hati karena cerita yang tidak baik. X jadi jelek image-nya. Begitu pula Y ikut jelek juga kan karena tidak bisa jaga rahasia.

Saat X menegur A kenapa B sikapnya berubah terhadap X, A bingung. A sendiri merasa sakit hati terhadap X. Tapi A tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya memendam dan akhirnya menutupi alias berbohong kalau tidak ada apa-apa antara B dan X. 

A bingung jika seandainya dia jujur, nanti rentetannya panjang karena ceritanya berantai. Banyak yang terlibat. 

Hal seperti ini benar terjadi dan tidak jarang terjadi. Lalu salah siapa? 

Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Saya hanya ingin memberi solusi alangkah baiknya jika X, Y, A-D saling berkumpul kemudian saling jujur mencurahkan isi hati dan bermaaf-maafan. Daripada memendam dan dibawa mati? Alangkah tidak enaknya memendam kentang nanti busuk juga dan berbau. 

Ada satu pelajaran lagi di sini yaitu kejujuran. Pada dasarnya untuk jujur tidak selalu mudah. Ada rasa malu bahkan takut akan konsekuensi yang akan dihadapi. Namun untuk menerima kejujuran juga tidak selalu mudah. Terkadang kejujuran itu pahit dan sakit makanya ada orang yang lebih memilih untuk tidak tahu kebenaran. Dari cerita di atas, A tidak siap untuk jujur karena takut akan konsekuensi. Dia memilih diam dan memulai dari awal lagi. 

Hidup itu pilihan. Setiap apa yang kita lakukan adalah hasil dari pilihan yang kita pilih. Semua ada konsekuensinya baik atau buruk. Tinggal kita siap atau tidak untuk menerima dan menjalani.

Butuh keberanian atau mental yang kuat untuk mengakui kesalahan. Dan tidak semua orang punya. Tidak sedikit yang memilih kabur. Kenapa tidak berani mengakui kesalahan? Malu? Jika malu berarti hal baik karena itu pertanda masih punya rasa malu. Masih menjadi manusia. Takut? Takut juga masih menandakan manusia. Namun ketahuilah bahwa pada dasarnya yang dihadapi adalah manusia juga. Jadikanlah setiap kesalahan sebagai pembelajaran hidup agar menjadi lebih dewasa dan bijak dalam berkehidupan.

Sampai jumpa posting berikutnya! 


No comments:

Post a Comment

leave your comment here!