Follow Us

Sunday, September 13, 2020

Open Marriage

Suatu ketika saya chatting dengan seseorang. Nah, di hari sebelumnya dia juga menyapa saya di chat. Saya hafal dengan nicknamenya. Sudah beberapa kali kami chat. Ya sebatas chat. Nah, di hari sebelumnya, dia mengatai bahasa Inggris saya jelek. Padahal sebelum-sebelumnya chat biasa saja tuh tidak ada komplain. Aneh.


Lah saya jadi sebal ceritanya. Kata dia, saya tidak berbicara bahasa Inggris kan ngapain pakai nickname bahasa Inggris. Lah suka-suka saya kali. Dan kalau bahasa Inggris saya jelek ya wajar saja wong saya bukan native. Bahasa Inggris itu bahkan bukan bahasa kedua buat saya. Dan jika memang jelek ngapain masih chat sama saya. Katanya dia tidak mengerti bahasa Inggris yang saya pakai. Lah, terus bahasa apa yang sedang dipakai buat chat? Dia juga masih terus membalas. Berarti dia ngerti kan? Emangnya bahasa apa yang dipakai selama ini? Toh itu bukan pertama kali chat loh. Alamak...

Keesokannya, dia ngechat lagi. Tapi umurnya berubah. Ini orang yang kemarin atau bukan, pikir saya. Saya penasaraan jadi saya tanya langsung. Chatnya normal biasa saja. Dan saat saya tanya, ternyata benar itu dia orang yang sama yang sebelumnya ngatain saya. Tapi saya tidak emosi ya. Santai. 

Dia mengaku kalau dia guru bahasa Inggris sekolah internasional. Tapi karena pandemi. Dia tidak mengajar. Dia bisa bantu saya memperbaiki bahasa Inggris saya katanya. 

"Berapa biayanya," tanya saya. 
"Murah buat kamu," jawabnya.
"Berapa?"
"100 per jam."
"Dollar, Euro, atau Pounds?"
"Rupiah."
Wow murah banget kan? Hihi
"100.000 rupiah," katanya diralat.

Dia tanya saya mau kelas apa, conversation, IELTS atau business english. Saya pikir-pikir 100 ribu per jam lumayan mahal juga. Tapi kan dia native jadi wajar. Bisa ga saya bayar segitu?

Setelah ngobrol-ngobrol lebih lanjut soal kursus, eh ternyata dia modus. Modus gimana? Dia bilang ke saya kalau saya seksi. Lah kok? Dilihat dari mananya ya. Lalu dia tanya ke saya begini, "Kamu tertarik pria kulit putih?"

Saya jawab saja apakah ada yang mau dia rekomendasikan ke saya.

Kata dia, "Me."

Saya balas emoticon tertawa. "Kenapa?" katanya.

"Lah kan kamu sudah menikah," jawab saya

"Open marriage," katanya.

Ok, saya cut di sini ceritanya ya. Mendengar kata open marriage, ini bukan pertama kalinya sih buat saya. Pas banget saya pernah membaca kisah tentang open marriage. Dan dalam pandangan saya sih saya tidak setuju dengan open marriage. Tapi saya juga tidak akan sinis terhadap pelaku open marriage.

Memang di awal chat, dia sudah bilang bahwa dia tidak bahagia. Dan begitu selanjutnya dia bilang open marriage, dari situ saya berpikir, oh pantesan dia open marriage.

Jika teman-teman belum tahu apa itu open marriage, sepengetahuan saya nih teman-teman, open marriage itu adalah pernikahan di mana kedua pasangan bersepakat untuk membiarkan keduanya mempunyai hubungan di luar penikahan, mereka saling percaya dan tidak melibatkan kecemburuan. Jadi, jika si suami dan istri punya pasangan di luar pernikahan ya silahkan saja tapi mereka tetap berstatus menikah. Dan hal ini tidak dianggap sebagai selingkuh. Kedua belah pihak sudah saling memahami.

Ketidakbahagiaan dalam pernikahan sepertinya sudah cukup mewakili kenapa pasangan suami istri memilih open marriage. Ketidakbahagiaan tentu luas pengertiannya kan. Tentu ada faktor-faktor khusus yang menyebabkan adanya opsi open marriage ini.

Umumnya di Indonesia pernikahan dibagi menjadi monogami dan poligami. Nah, di negara barat sana bukan poligami tetapi menyebutnya nonmonogami. Kalau poligami kan sah istri-istri dinikahi. Nah kalau nonmonogami ini istilah untuk pernikahan terbuka. Menikah yang sah hanya berdua (suami istri) namun mereka bisa melibatkan orang lain di laur pernikahan dalam hubungan mereka.



1 comment:

leave your comment here!