Seperti kejadian tadi siang. Ketika saya harus bertugas ke lapangan dengan sesama teman kantor yang notabene adalah kaum adam (catat: suami orang) ada hal-hal yang saya pikirkan.
Perbandingan kaum perempuan di kantor saya adalah 1:3. Sedangkan 95% kaum lelaki berstatus kawin. Itu berarti saya berinteraksi dengan mayoritas kaum lelaki yang sudah menikah baik ketika kerja di kantor maupun luar kantor (lapangan).
Rata-rata usia mereka di atas saya tidak terlalu jauh. Tapi, mayoritas mereka adalah junior saya karena saya lebih dulu masuk ke kantor dibanding mereka. Jadi, biarpun secara umur saya lebih muda namun saya senior mereka jika ditilik dari lama bekerja.
Karena pekerjaan saya menuntut di lapangan juga, dan keadaaan yang ada adalah mayoritas mereka adalah laki-laki, maka saya biasa berinteraksi dengan mereka. Saya tidak membangun dinding yang membuat interaksi kami jadi terganggu. Selama ini saya menganggap mereka adalah partner saya. Saya tidak pernah macam-macam dengan mereka. Begitu pun sebaliknya. Kami saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Tidak ada istilah 'menggoda'
Tidak ada istilah 'menggoda'. Kami mencoba untuk selalu profesional dalam bekerja. Kami tahu batasan masing-masing. Ketika saya harus melakukan supervisi ke lapangan bersama rekan lelaki, oke saya lakukan. Saya tidak pernah berpikir macam-macam. Saya percaya dengan mereka. Saya yakin begitu pula sebaliknya.
Apa saya terlalu polos? Entahlah selama ini saya tidak memikirkan rekan saya. Lalu ketika saya renungi, oh ternyata rekan saya adalah suami orang, baru saya mulai berpikir. Entah mengapa beberapa kali ada perasaan insecure ketika harus bertugas dengan mereka. Terlebih ketika keadaan mengharuskan hanya kami berdua bertugas. Ketika saya dengar percakapan rekan saya dan istrinya yang berulang kali menelepon, saya jadi berpikir, salahkah saya ada di sini?
Wow, kenapa jadi menyalahkan diri sendiri? Bukan! Bukan itu maksudnya. Saya jadi merenung. Jika di kemudian hari saya berstatus menikah, apakah saya akan melakukan hal yang sama seperti istri rekan tersebut? Berkali-kali menelepon. Bertanya sudah sampai mana? Pergi dengan siapa? Acara apa?
Bahkan di momen yang lain, seorang istri rekan tak segan menelepon kami sesama pegawai perempuan untuk bertanya di mana suaminya kenapa telponnya tidak diangkat atau tidak bisa dihubungi. Saya kembali merenung. Apakah saya juga kelak akan melakukan hal yang sama? Ternyata mereka aware dengan menyimpan nomor-nomor rekan kantor suaminya terutama yang wanita. Karena saya sendiri termasuk yang pernah ditelepon atau sms. Saya jadi paham kira-kira begitulah seorang istri. :)
Apakah itu suatu bentuk perhatian atau rasa sayang seorang istri terhadap suami? Ataukah itu kekhawatiran? Ataukah pula kecurigaan? Insecure?
Jika saya menjadi mereka (baca: istri yang tidak sekantor dengan suami) apakah akan merasa insecure? Insecure karena tidak bisa mengawas suami sepanjang waktu. Insecure karena tidak tahu apa saja yang dilakukan suami seharian. Insecure karena ada sosok lain yang dianggap bisa mencuri perhatian suami?
Entahlah. Pelik urusan rumah tangga. Saya hanya bertanya-tanya jika suatu saat saya menjadi seorang istri seperti mereka. Apakah sama?
Tak bisa dipungkiri karena suami mereka bekerja di luar rumah selama seharian full 8 jam dari pagi hingga sore. Saya hanya berkesimpulan bahwa mereka (baca: para istri) tidak paham dengan apa pekerjaan suami. Sebenarnya apa yang dilakukan suami dengan pekerjaannya tersebut. Sehingga salah paham bisa saja terjadi karena hal sepele. Saya jadi memahami kenapa sebagian pasangan suami-istri memilih untuk bekerja di lahan yang sama. Akan terawasi pastinya. Tidak ada celah untuk berbuat kecurangan. :)
Lalu kenapa saya malah merasa insecure? Ya, saya yang masih single ini tidak bisa terus-menerus cuek karena meskipun saya berusaha amanah dalam bekerja namun siapa tahu dalamnya hati manusia? Siapa tahu saya pernah membuat istri tidak senang karena banyak berinteraksi dengan saya? Bagaimanapun juga saya tahu batasan kok. Karena saya merasa ada yang selalu mengawasi saya di mana pun saya berada.
Normal kali ya jika pada akhirnya malah saya sendiri yang merasa insecure. :)
Kalau selama ini sih saya adala tipe orang yang diberi kepercayaan penuh oleh orangtua saya. Jadi, meskipun saya jauh dari mereka, tidak pula semena-mena saya dengan diri saya sendiri. Dalam artian saya berusaha menjaga kepercayaan mereka hingga saat ini. Apalagi saya ini perempuan, mana boleh sembarangan. Tidak boleh mengecewakan orangtua. Sepertinya dari sini saya belajar dari keluarga saya tentang memberi kepercayaan dan menjaga kepercayaan.
Tapi ini baru pikiran sempit saya yang masih single, tidak tahu kelak ketika sudah menikah apakah akan sama?
Btw, benar ga ya saya pakai istilah insecure? :)
Begini insecure dari www.liveluvcreate.com
Apakah kamu merasa insecure? Insecure yang manakah?
100% pasti ada perbedaan jika kelak sudah menikah. Terima kasih sharing nya
ReplyDeleteSama-sama kak. Terima kasih sudah mampir. Semoga bermanfaat,🙂
Delete